Ternyata ada postingan bulan Januari yang belum selesai ditulis dan tidak saya publish di antara banyak draft tulisan saya.
Daripada sayang karena sudah terlanjur ditulis, saya terusin aja deh ya.
Bulan Januari salju turun pertama kalinya untuk tahun ini di Tokyo. Lumayan lebat dan menumpuk. Untung hari itu saya tidak ada kegiatan jadi saya tinggal di rumah bersama Wisanggeni sambil memandangi lebatnya hujan salju yang turun dari balik jendela.
Keasyikan saya memandangi salju lama kelamaan berubah jadi kekuatiran melihat derasnya hujan salju yang tak kunjung berkurang. Bukan apa-apa. Keesokan harinya saya ada janji pagi-pagi, dan biasanya kalau salju turun lebat dan menumpuk seperti ini, keesokan harinya salju yang lembut seperti es serut ini akan berubah membeku dan menjadi mesin yang membuat orang jadi susah jalan dan terpeleset. Banyak orang yang terpeleset akibat salju beku ini, bahkan sampai mengalami patah tulang. Bila kita berjalan di atas salju yang baru turun memang terasa lembut dan empuk meskipun pasti basah kuyup, tetapi bayangkan saja bila salju itu mengeras menjadi seperti arena ice skating dan kita berjalan di atasnya bukan dengan sepatu khusus ice skating tapi dengan sepatu biasa! Kalau tidak hati-hati pasti terpeleset atau bisa terjembab kan.
Memang ramalan saya menjadi kenyataan. Keesokan harinya, ketika saya membuka pintu apartemen, jalan di depan rumah saya penuh dengan tumpukan salju, jangankan naik sepeda untuk jalan kaki tanpa terpeleset saja butuh teknik khusus. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan kaki mengantar Wisang ke sekolahnya. Wisang sih seperti biasa kegirangan melihat salju dimana-mana, sementara saya stress karena takut terlambat akibat harus jalan timik-timik kata orang Jawa. Hehehee....
Dari rumah ke sekolah Wisang naik sepeda kira-kira perlu waktu 10 menit kalau santai-santai mengayuhnya. Sedangkan kalau jalan kaki sekitar 20 menit. Di hari yang bersalju seperti ini, saya membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai ke sana. Tas ransel di gendongan, tangan kanan menggandeng Wisang, tangan kiri membawa ransel Wisang dan berbagai keperluannya yang lain. Kami tidak bisa jalan cepat-cepat karena takut terpeleset, jadi saya sudah mengalokasikan waktu jauh lebih cepat daripada biasanya (meskipun demikian saya terlambat 10 menit dari jam janjian saya!). Beberapa kali Wisang dan saya hampir terpeleset, akhirnya Wisang satu kali terjembab di dekat sekolahnya, wah dia hampir menangis karena kesakitan untung cepat lupa sakitnya karena melihat para guru sibuk menuangkan air panas untuk mencairkan salju yang membeku agar anak-anak tidak terpeleset. Saya mengagumi kerja keras para guru itu, bahkan kepala sekolah pun turun tangan ikut sibuk menyirami salju di depan sekolah.
Salju beku yang sudah disiram air panas |
Dari sekolah Wisang saya harus jalan kaki lagi selama lebih dari 30 menit ke stasiun. Waaah hari itu rasanya capek sekali karena harus selalu menjaga keseimbangan agar tidak jatuh, tapi senang juga karena bisa melihat salju untuk pertama kalinya di tahun ini!
keren sekali yah saljunya
ReplyDeleteEMI