Hari jumat kemarin saya menyempatkan diri menghadiri seminar dan pameran kain tradisional Asia yang dilaksanakan di kampus saya. Rangkaian acara pameran dan seminar ini diadakan selama 5 hari mulai tanggal 8 September yang lalu. Sedianya acara ini direncanakan akan diadakan pada akhir bulan Maret yang lalu, tetapi karena gempa yang diikuti dengan kekurangan energi listrik akibat PLTN Fukushima rusak diterjang tsunami, maka acara ini diundur dan baru bisa dilaksanakan bulan ini.
|
Poster Acara Pameran dan Seminar |
Sebenarnya saya sudah sering menghadiri acara pameran kain tradisional, tetapi biasanya hanya dari Indonesia saja, atau Jepang saja pokoknya hanya kain tradisional satu daerah/negara tertentu. Kali ini, yang dipamerkan adalah kain-kain dan busana tradisional dari Indonesia, Jepang, dan Cina. Dari Indonesia, tentu saja berbagai macam motif batik ada disana, mulai dari batik Yogya dan Solo sampai batik dengan motif huruf Arab yang jarang kita lihat. Selain batik yang menempati ruang tersendiri, kain-kain tenun ikat dari berbagai daerah di Indonesia juga banyak dipamerkan disini. Motif-motif ikat yang jarang kita lihat seperti motif raja dan ratu Belanda juga turut dipamerkan. Kain-kain antik berusia tua ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, ada ikat Sumba, tenun Bali, ulos Batak, kain dari Toraja, Aceh, Kalimantan dan sebagainya. Saya selalu terkesima dan menahan nafas setiap kali melihat keindahan motif di setiap kain yang ada disini. Meski tinggal di Indonesia, belum tentu kita bisa menikmati karya nenek moyang kita yang indah dan dibuat dengan teknik yang lumayan rumit seperti ini.
|
Batik kraton dengan motif yang indah-indah, hmmmm ngiler.... hehehe... |
|
Batik motif huruf Arab yang indah |
|
Berbagai ulos dan ikat yang indah dari daerah-daerah di Indonesia |
|
Ikat dengan motif raja dan ratu Belanda
Jarang lihat yang seperti ini, kira-kira siapa yang memesannya ya dulu... |
|
Motif yang indah dari Sumba
Kain yang di atas meja adalah kain dari Kalimantan |
Booth Jepang diwakili oleh kimono. Mulai dari kimono sutera jenis Kosode dan Furisode dari zaman Edo (1603-1867) sampai kimono jenis shibori yang pembuatannya seperti teknik celup kain jumputan di Indonesia. Teknik celup shibori merupakan teknik celup kain tertua di Jepang dan sudah dikenal sejak sekitar 1300 tahun yang lalu. Teknik celup shibori ini juga yang menjadi tema seminar hari itu. Pembicaranya adalah wakil kepala salah satu museum kimono di Kyoto yang sekaligus penerus studio pembuatan kimono teknik jumputan yang sudah berusia ratusan tahun. Ada berbagai macam teknik untuk membuat motif jumputan ini. Ada yang proses pencelupannya menggunakan ember kayu yang disebut oke sehingga disebut oke shibori (bagian kain yang tidak ingin diwarnai dimasukkan ke dalam ember, kemudian ember tersebut ditutup dan sela-selanya disumpal rapat sehingga ketika dicelup, pewarna tidak akan masuk ke dalamnya), ada pula teknik yang dilakukan dengan menutup kain kain yang tidak ingin diwarnai dengan sejenis benang nilon yang diikat rapat pada bagian kain tersebut. Teknik ini disebut boushi shibori. Selain kedua teknik itu masih banyak lagi teknik yang diperkenalkan. Kesimpulan saya setelah mendengar penjelasan dan video yang ditayangkan adalah pekerjaan membuat kimono dengan teknik celup shibori ini bukan pekerjaan yang mudah. Memerlukan tenaga yang kuat untuk mencelup kain sebesar itu, dan waktu yang lama untuk membuat motifnya. Tidak heran dikatakan bahwa mereka semakin kesulitan menemukan penerus pembuat kimono ini, karena generasi muda sudah tidak berminat lagi untuk bekerja di bidang ini.
|
Kain shibori motif sakura yang pembuatannya memerlukan waktu beberapa tahun |
|
Kimono furisode dari zaman Edo |
Dari China dipamerkan pakaian-pakaian sutera kuno jaman kekaisaran Manchuria, Mongolia dan suku-suku minoritas di sana. Melihat pakaian-pakaian yang indah dengan sulaman yang halus itu kepala saya tiba-tiba kembali ke suasana sekian ratus tahun yang lalu dan membayangkan putri-putri bangsawan mengenakan pakaian tersebut. Selain pakaian zaman Manchuria, dipamerkan juga China Dress (Chipau) yang biasa kita lihat sekarang dan dianggap identik sebagai pakaian wanita tradisional disana. Padahal pakaian itu sendiri baru muncul setelah Shanghai tersentuh modernisasi. Di Indonesia pengaruh pakaian ini muncul dalam pakaian yang krah atau kancingnya kita sebut krah atau kancing Shanghai. Tau kan bentuknya.... Ternyata salah kaprah ya, yang kita kira pakaian tradisional di Cina ternyata malah bisa dikatakan sebagai simbol modernisasi hehehe... Pakaian-pakaian dan kain tradisional dari suku minoritas yang kali ini banyak dipamerkan adalah kain dari suku Miaozu. Tekstil mereka kaya akan detil dan sulam serta sebagian besar berwarna biru tua atau hitam.
|
Indahnya sulaman pada pakaian ini |
|
Siapa ya kira-kira yang dulu memakai pakaian ini..... |
Hari itu saya pulang masih dengan membayangkan siapa ya yang mengenakan batik, ikat, atau pakaian-pakaian dari Cina itu zaman dahulu ya.... Jangan-jangan salah satunya adalah saya yang lain di kehidupan sebelumnya hehehhehe.....
No comments:
Post a Comment