Pagi ini seperti biasa saya mengantar Banyu n Wisang ke sekolah. Karena kelas Banyu di lantai 1, saya meminta Banyu untuk langsung masuk ke kelasnya, lalu saya naik ke lantai 2 untuk mengantar Wisang lebih dulu. Baru saja masuk kelas, dan Wisang mulai melepas jaketnya, tiba-tiba lantai bergoyang-goyang dan guru-guru segera membuka semua pintu sambil berteriak "gempa, gempa!" Mereka segera mengambil helm dan mendorong anak-anak ke bawah meja. Anak-anak sepertinya juga sudah mulai terbiasa dengan gempa, sehingga semua langsung sigap dan menurut masuk ke kolong meja tanpa ada yang menangis atau membangkang. Guru-guru juga dengan sopannya kemudian meminta kami para orang tua murid untuk segera berkumpul di tengah ruangan. Gempa masih mengguncang-guncang kami beberapa saat, Wisang, saya lihat tetap tenang meski terbungkuk-bungkuk bersama teman lainnya di bawah meja. Alarm gempa berdering-dering di semua ruangan.
Dari situ saya melihat betapa pentingnya latihan menghadapi bencana yang biasa dilakukan di sekolah ini pada hari senin pertama setiap bulan. Setiap anak harus memiliki topi bencana yang tahan api (防災頭巾)dan sepatu khusus untuk evakuasi. Mereka sudah dilatih agar langsung masuk ke kolong meja bila terjadi alarm gempa berbunyi atau terjadi gempa sekecil apapun. Guru-guru juga langsung membuka semua pintu, karena bila terjadi gempa besar yang bisa sampai membengkokan pintu (semua pintu geser di kelas terbuat dr bahan semacam alumunium tebal), maka pintu tidak bisa dibuka dan mereka akan terkurung di ruangan itu. Setelah keadaan tenang anak-anak baru diperbolehkan keluar dari kolong meja dan bermain seperti biasa. Wajah anak-anak berumur 2 sampai 3 tahun itu pun terlihat cerah kembali dan kembali mencari mainannya masing-masing. Oh anak-anak yang lucu....
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, terdengar petugas pemerintah daerah Sagamihara sedang mengumumkan bahwa di daerah kami (juga di daerah lain) sedang terjadi kelangkaan bahan bakar, air dan bahan pokok lainnya. Mereka menghimbau kami agar tidak kalap belanja dan menimbun barang, karena hal itu hanya akan menyebabkan kepanikan. Kami diminta tenang dan mereka mengatakan sedang berusaha untuk memperbaiki pasokan, sehingga situasi bisa kembali normal. Pengumuman itu dilakukan melalui pengeras suara yang memang sudah terpasang di semua tempat di daerah kami. Sehingga dimanapun kami berada, kami bisa mendengar pengumuman yang dikeluarkan pemerintah. Waktu-waktu pemadaman listrik pun selalu diumumkan melalui pengeras suara itu. Begitupun bila terjadi gempa atau bencana lain. Pelajaran yang (sekali lagi) bisa saya ambil dari hal ini adalah, semua hal teroganisir dengan rapi, tertib dan sesuai manual sehingga dalam kondisi apapun kami dikondisikan agar tetap tertib dan mematuhi aturan.
Indonesia harusnya sudah mengadopsi kebiasaan ini karena kepulauan2 kita berada di hot-spots alias daerah langganan gempa dan gunung meletus..
ReplyDelete