Hari ini entah kenapa kok tiba-tiba kangen dan ingatan tentang papa datang bertubi-tubi ke kepala saya. Setiap hari sampai saat ini memang saya selalu teringat papa, tetapi ada kalanya ingatan seperti kilat yang berpendar datang begitu saja ke kepala saya secara tiba-tiba seperti hari ini. Ketika itu saya sedang di kelas bimbingan dengan profesor saya, lamunan saya yang sepersekian detik itu tiba-tiba seperti mengajak saya flashback ke masa dimana papa masih ada. Ketahuan ya hobi ngelamun dimana-mana, hehhehe.... Untunglah semakin hari saya semakin kuat dan tidak lagi menangis di sembarang tempat ketika ingatan tentang papa datang.
Papa saya bukan menteri atau orang yang bisa dikategorikan hebat-hebat pekerjaannya bagi orang lain, tetapi papa saya adalah orang hebat dengan caranya sendiri bagi saya. He is my hero sejak saya masih kecil. Rasanya belum lama saya masih suka minta dipeluk atau duduk dekat-dekat papa. I am my daddy's girl sejak kecil sampai dewasa. Bagi saya papa adalah orang yang serba tahu. Tidak ada satu pun pertanyaan saya yang tidak bisa dijawabnya. Dulu saya selalu berpikir kenapa sih seolah-olah tidak ada yang tidak diketahuinya. Mungkin karena papa suka membaca (hobby yang diturunkannya kepada saya), saya ingat ketika saya masih kecil sering papa sering makan sambil membaca, entah itu majalah intisari, koran, atau buku Winnetou kesukaannya.
Saya ingat saya sudah selesai membaca semua seri buku Winnetou ketika saya masih SD, waktu itu penerbitnya masih Pradnja Paramita. Kertasnya hampir seperti kertas recycle jaman sekarang karena warnanya tidak putih. Selain itu, karena papa sering mengajak saya ke perpustakaan yang ada di community center di kantornya sebuah perusahaan minyak Prancis, maka sebelum tamat SD saya sudah membaca semua seri Agatha Christie, Ronggeng Dukuh Paruk, dan macam-macam buku lainnya. Tiada hari tanpa membaca lah pokoknya. Setiap papa tugas ke luar kota oleh-olehnya selalu dan selalu buku. Entah itu komik Luky Luke, buku cerita seri Enid Blyton atau buku populer ilmiah untuk anak usia SD. Hobi membaca itu terus terbawa hingga saya dewasa.
Adik saya yang no. 2 selalu mengolok-olok saya hidup dengan buku bantal, karena saya hobi baca novel yang tebal-tebal. Saya bisa membaca tanpa kenal waktu, dari tengah malam sampai pagi misalnya, hanya karena penasaran dengan endingnya. Bisa juga membaca sambil nyetir mobil, maksudnya begitu mobil berhenti di lampu merah pasti buku yang selalu ikut serta kemanapun saya pergi itu cepat-cepat saya baca, sampai tidak sadar lampu sudah hijau kembali, bahaya ya..... jangan ditiru deh! Hehhehe...
Beranjak SMP, selain buku papa selalu menambah oleh-olehnya dengan poster grup band favoritenya (yang akhirnya juga menjadi favorite saya dan adik saya). Poster-poster Bon Jovi, Metalica, Deep Purple dan sejenisnya menghiasi kamar saya dan lagu-lagunya jadi seperti lagu wajib bagi kami. Ya, papa memang penggemar lagu-lagu rock. Papa pandai main organ dan gitar, sehingga tiada hari tanpa nyanyian dengan iringannya di rumah kami. Waktu itu sih kadang-kadang saya berpikir rumah saya selalu berisik tiap hari karena selain hobi nyanyi papa juga hobi olah raga, sehingga rumah kami selalu jadi tempat ngumpul teman-teman papa yang ikut latihan badminton di lapangan yang ada di belakang rumah kami. Rasanya jarang deh rumah kami sepi pada waktu itu.
Pokoknya papa hobi banget bersosialisasi, entah itu di kantor, di gereja ataupun di lingkungan tempat tinggal kami. Di rumah kami di Balikpapan ada seperangkat lengkap gamelan yang selalu dipakai untuk latihan setiap seminggu sekali. Papa juga selalu menjadi pelatih paduan suara sehingga tak jarang rumah kami jadi tempat latihan nyanyi bagi ibu-ibu dan bapak-bapak tersebut.
Selain itu, yang masih saya ingat dengan baik adalah tulisan papa yang bagus (ini beneran, bagusnya melebihi tulisan mama hehehhe... sorry ma...) dan kegemarannya melukis. Sayangnya kepandaian melukis ini hanya diturunkan kepada adik saya yang no. 2 dan tidak kepada saya. Pelajaran menggambar selalu menjadi momok bagi saya, dan there he is..... selalu siap membantu menyelesaikan tugas-tugas gambar saya di sekolah (maaf bapak ibu guru, gambar saya yang bagus-bagus itu sebenarnya papa yang menggambar, hihihii....). Ada satu gambar saya yang berjudul "senja" yang sampai kami dewasa pun masih menjadi bahan olok-olok di dalam keluarga kami. Saya ingat, itu adalah salah satu tugas menggambar saya ketika SMP. Pak guru kesenian saya yang ganteng memberi tugas kami untuk melukis dengan tema senja. Blingsatan lah saya kesana kemari karena sama sekali tidak punya sense dan ide seperti apa menggambar senja ini. Lukisan senja akhirnya dibuat oleh papa untuk saya dan mendapat pujian dari pak guru, hihihiii.....
Papa (dan mama) juga penggemar dansa dansi, saya ingat betul ketika saya masih SD dan SMP kalau ada lagu yang disukainya papa selalu menjadikan saya partner berdansanya meskipun waktu itu saya selalu ogah-ogahan. Maklumlah tahun 80an kan jamannya disko jadi rasanya gak keren banget kan kalau sampai teman-teman saya tahu saya biasa dansa dengan papa di rumah, hehehhee... Tapi papa gak bosan-bosannya mengajari saya step-step hitungan dansa rumba dan chacha waktu itu, meski sekarang sayangnya tidak ada satu langkahpun yang saya ingat, hehehehe....
Setelah lulus SMP papa dan mama mendorong saya untuk melanjutkan sekolah ke Jogja. Meskipun jarak Balikpapan-Jogja tidak dekat tapi papa sering mengunjungi saya karena perusahaan tempat papa bekerja memiliki pesawat sendiri untuk mengangkut crew-crew lapangan yang sedang off. Saya masih ingat, suatu hari ketika bubaran sekolah dan keluar gerbang saya mendapati papa ada di luar gerbang menaiki motor baru yang setelahnya saya ketahui itu buat saya. Padahal papa gak pernah menyinggung-nyinggung kalau mau mengganti motor butut saya dengan motor yang lebih baru, hehhehe.... Surprised banget!!!! Papa memang suka banget membuat kita merasa spesial dengan kejutan-kejutannya yang menyenangkan.
Papa mengajari saya menyetir mobil sejak saya masih duduk di bangku SMP. Saya ingat masa-masa menunggu mama selesai kuliah jadi ajang latihan nyetir buat saya. Ketika saya kuliah lagi-lagi tanpa ba bi bu waktu sedang mengunjungi saya di Jogja papa menelpon sebuah dealer mobil dan langsung memesan (baca: membeli) mobil baru masih berplat putih buat saya dan adik-adik saya. Ah papa memang penuh kejutan!
Papa juga adalah orang yang selalu paling pertama mengucapkan selamat ulang tahun untuk anak-anaknya (oh how I really miss this moment this year). Ketika masih tinggal satu rumah, entah tengah malam atau pagi-pagi buta papa dan mama selalu masuk ke kamar kami, anaknya yang berulang tahun sambil menyanyi lagu happy birthday. Saat saya tidak berada di rumah atau ketika saya sudah menikah dan tinggal di Bali, telpon dan sms nya tidak pernah jadi yang kedua untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada kami. Bukan itu saja, setiap ada salah satu anggota keluarga berulang tahun papa selalu mengirim sms misalnya "Hari ini Ova ulang tahun lho, jangan lupa telpon ya." dan semacamnya. Ah.... Momen ulang tahun memang selalu jadi momen berkumpul dengan seluruh keluarga baik secara fisik maupun hanya melalui telpon.
|
My 4th birthday party |
Saya ingat ketika saya mendapat grant untuk ke Jepang pertama kalinya di tahun 1996, papa lagi-lagi mengirim hadiah dari Balikpapan untuk saya, sebuah koper baru untuk saya gunakan bepergian. Papa juga selalu menjadi tempat curhat dan memeluk saya erat-erat ketika saya berlinangan air mata putus cinta di masa remaja saya. Ya, bukan mama tetapi papa. Kalau kami tidak punya waktu untuk ngobrol, saya sering menulis email dan surat kepada papa, berlembar-lembar menceritakan keresahan saya, kepedihan saya dan kegembiraan saya.
Papa suka sekali menulis. Banyak sekali pengalamannya yang sudah ia tulis dan tersimpan rapi di file komputer kami di rumah. Ketika saya pulang saat ia sudah tiada, saya menemukan tulisan terakhirnya tentang kunjungannya ke tempat adik saya yang bermukim di Singapore. Seperti biasa, tulisannya selalu penuh detil dan enak dibaca sampai membuat air mata saya membanjir tidak terkira membayangkan ia ada di situ sambil bercerita kepada saya (oh papa... maafkan aku yang di akhir hidupmu sering terlalu sibuk untuk mendengar ceritamu....) tentang kunjungannya itu.
Ketika saya menikah, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri tidak akan menangis saat acara sungkeman karena saya menganggap itu seharusnya adalah momen yang membahagiakan saya dan orang tua saya. Meskipun sulit, saya menepati janji saya untuk tidak mengharu biru dalam acara itu, meski saya mendengar suara papa yang tersendat-sendat melepas saya untuk berumah tangga. Setelah saya berumah tangga pun papa tetap intens menelpon dan ber sms untuk sekedar menanyakan kabar.
Ketika saya melahirkan kedua anak saya, papa setia menunggu di luar ruang bersalin bersama mama untuk memastikan saya baik-baik saja. Saya ingat waktu saya menyampaikan kepada papa bahwa saya akan menamai anak saya yang kedua Wisanggeni, mata papa begitu berbinar-binar dan heboh kesana kemari mencari tahu tentang siapa Wisanggeni ini (meskipun saya tahu pasti papa sudah tahu siapa Wisanggeni ini karena ia penggemar wayang tetapi rupanya papa belum puas dan masih terus menyelidiki bagaimana sih Wisanggeni ini sebenarnya). Rupanya papa punya keinginan yang tidak pernah diucapkan untuk menamai cucunya Wisanggeni. Klop banget deh papa sama saya (meski dengan alasan yang berbeda), heheheh....
Masih banyak kenangan-kenangan kecil bersama papa yang masih saya kenang hingga kini, tetapi rasanya saya tidak dapat menuliskannya tanpa air mata saya terus menetes. Setelah papa tiada saya sering merasa menyesal karena saya tidak sempat mengucapkan terima kasih kepadanya untuk semua cinta yang sudah diberikannya kepada saya. Tapi saya tau papa pasti juga tau bahwa saya mencintainya lebih dari apapun.
Thank you for always loving me just the way I am. I am grateful to be your daughter papa...
I know you still watching us from up there. You always have a special place in my heart and I keep our good memories inside my heart, always.
I miss you so much!
|
I always love you papa... |