Stefano Ksatria Wisanggeni, itulah nama lengkap anak saya yang kedua. Sehari-hari dia biasa dipanggil Wis atau Wisang. Tidak sampai 3 minggu lagi ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Ya, sebentar lagi Wisang akan berusia 5 tahun! Tidak terasa begitu cepat waktu berlalu, rasanya ia baru saja saya lahirkan beberapa hari yang lalu. Saya ingat di awal kehamilan Wisang, kami sampai perlu konsul ke 3 dokter kandungan yang berbeda karena test pack dari berbagai jenis mulai yang murah sampai yang mahal tidak bisa memberi tahu saya secara akurat apakah saya hamil atau tidak. Dua dokter yang pertama pun tidak bisa memastikan apakah di kandungan saya ada seorang bayi atau tidak. Yang paling parah, salah satu dari 2 dokter itu bahkan memberi saya obat yang katanya bisa melancarkan datang bulan saya seperti biasa! Oh noooo!!!! Rasanya ingin saya cekik dokter itu hehehhe... Tentu saja obat itu tidak saya beli! Akhirnya dokter yang ketiga memberi harapan sedikit cerah dengan mengatakan bahwa ada kantong bayi dalam rahim saya meskipun belum kelihatan ada bayi di dalamnya, dan saya disuruh kembali lagi beberapa waktu kemudian.
Untung saja waktu itu saya tidak menuruti nasihat dokter gila yang memberi saya obat untuk mengeluarkan "Wisang" secara paksa dari kandungan saya karena ternyata Wisang tumbuh sehat dan kuat sampai waktunya lahir. Nama Wisanggeni sebenarnya awalnya saya ambil dari sebuah novel yang sangat-sangat saya sukai waktu itu. Entah kebetulan atau tidak, ketika saya matur ke papa kalau mau menamai anak saya Wisanggeni, bersambutlah gayung karena ternyata sejak dulu papa ingin punya cucu yang dinamai Wisanggeni. Kalau alasan saya menamai karena novel, tentu saja alasan papa saya karena beliau sangat tergila-gila dengan wayang. Saya masih ingat, salah satu koleksi kaset wayangnya ada yang berjudul Wisanggeni Gugat. Ketika Wisang lahir, kebetulan di suatu daerah di Jogja, digelar wayang dengan judul Lahirnya Wisanggeni. Dan sudah saya duga papa pasti nonton wayang itu sampai pagi, padahal sudah saya ingatkan harus menjaga kesehatan, gak usah begadang sampai pagi nonton wayang. Ah, papa.....
Karakter Wisang agak sedikit beda dengan kakaknya, Banyu Sakuntala. Kalau Banyu adalah sebuah pribadi yang kuat dan mandiri. Wisang, meskipun ia juga kuat dan mandiri, ia masih suka dimanja-manja. Saya rasa mungkin ia tahu dan merasa bahwa semua anggota keluarga di rumah sangat suka dan menyayangi dia. Dialah satu2nya yang setiap pagi selalu memeluk dan mencuim saya bila saya ada di sampingnya baik ketika bangun pagi atau saat mengantar ke sekolah. Tidak lupa selalu bilang "Mama daisuki -I love you mama" Suatu hari dia bahkan bilang "Mama to kekkon suru - Aku (kalau sudah besar) mau menikah dengan mama" Hahahhaha..... Saya sampai suka dimarahi suami saya karena kuatir Wisang kena Oedipus Complex.
Kelakuannya pun kadang-kadang lucu kalau tidak bisa dibilang unik. Waktu ia berusia kurang dari 4 tahun sudah bisa membaca buku cerita anak hiragana dan katakana dengan lancar, meski saya sekali pun tidak pernah mengajarinya membaca aksara hiragana atau katakana. Uniknya Wisang bukan karena dia bisa membaca buku cerita, itu sih biasa. Yang unik adalah waktu itu dia tidak pernah mau membaca buku dengan posisi normal, artinya dia selalu membaca buku dengan posisi terbalik dari atas! Aneh kan, hehehehe..... Setiap kali dibetulkan, kembali lagi dia baca dengan terbalik, akhirnya ya sudah saya biarkan saja dia membaca dengan posisi sesukanya.
Setiap hari ada saja kelakuan Wisang yang selalu bikin saya tersenyum. Hari ini saya menemukan dia duduk di meja makan menonton Casper dari iPad saya. Yang bikin saya ngakak adalah, dia tidak menonton film itu langsung dari layar iPad tetapi dia memegang cermin yang diarahkan ke iPad itu, lalu dia menontonnya dari cermin yang memantulkan film Casper tadi. Hehheeh aneh ya.
Wisang.. Wisang... terima kasih sudah mencerahkan hari-hari mama ya. Ditengah kepanikan membuat tulisan, presentasi dan sebagainya, saya selalu bisa tersenyum melihat Wisang dan keunikannya.