May 6, 2011

Saturday afternoon in Yokohama

Pada hari sabtu, minggu yang lalu, masih dalam rangkaian libur Golden Week di Jepang, kami berkesempatan untuk jalan-jalan ke Yokohama. Meskipun Yokohama letaknya tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami, tetapi baru kali ini kami bisa pergi kesana dengan santai menikmati segarnya angin laut dan suasana di China Town.

Yokohama China Town 
Begitu tiba di stasiun Ishikawacho, kami langsung menuju ke China Town karena perut sudah lapar minta diisi. China Town di Yokohama ini adalah salah satu dari 3 China Town yang ada di seluruh Jepang. 2 lainnya ada di kota Nagasaki dan Kobe. Suasana di China Town sangat riuh, banyak penjaja makanan berteriak2 di pinggir (bahkan ada yg di tengah) jalan menjajakan dagangannya. Mereka berlomba-lomba memberi kami para pengunjung yang lewat di jalan itu contoh makanan yg dijual di tokonya untuk kami icipi secara gratis. Toko-toko disana pun beragam. Ada toko oleh-oleh, toko makanan asia yang menjual mi sedap, krupuk udang buatan Sidoarjo, sampai kacang panjang, dan tentu saja restoran yang menyajikan berbagai makanan Cina, dari bakpao, dim sum sampai peking duck! Kebanyakan restoran-restoran itu menyediakan makanan buffet alias makan sepuasnya dengan berbagai macam harga, berkisar dari 2000-an sampai 5000-an yen (1 yen = 110). Selain makan sepuasnya, ada juga restoran dengan menu makanan set menu yang terdiri dari nasi, sayur, 2 jenis lauk, dan sup. Yang begini harganya berkisar antara 700 sampai 1200 yen tergantung besar kecil porsi dan pilihan menunya. Di toko-toko yang menjual oleh-oleh kami menemukan telur asin, meski bukan buatan Indonesia (buatan Taiwan), tapi yaaah lumayan untuk obat kangen. Telur ini satu pak isi 6 harganya sekitar 300 yen, dijual satuan juga dengan harga sekitar 80 yen per butir. 


Salah satu gerbang masuk ke China Town
Bentuk bangunan di sana pun agak berbeda dengan layaknya bangunan yang ada di Jepang. Sangat khas Cina perantauan, bahkan ada beberapa bangunan yang sangat mirip dengan toko-toko di daerah Malioboro atau toko yang menjual obat Cina di daerah Ngabean. China Town di Yokohama ini bermula dari dibukanya pelabuhan Yokohama bagi kapal asing pada tahun 1859. Daerah sekitar China Town yang sekarang ini merupakan daerah pemukiman yang ditetapkan oleh pemerintah bagi para pedagang asing dari Eropa, Amerika, dan Cina yang mencari nafkah di sana. Pada tahun 1868 diperkirakan sudah  ada 1000 orang Cina perantauan yang bermukim di sekitar situ (saat ini lebih dari 6000 orang bermukim di sana). Mereka mendirikan sekolah Cina dan fasilitas lainnya di sana sehingga daerah ini kemudian berkembang menjadi pusat keramaian bagi warga Cina perantauan yang ada di Yokohama.

Setelah puas makan, belanja dan melihat-lihat suasana di China Town, kami memutuskan untuk berjalan ke arah pelabuhan di dekat Yamashita Park. Tidak sampai 10 menit, kami sudah tiba di Taman Yamashita yang ada di pinggir laut. Kebetulan hari itu angin bertiup kencang sehingga udara terasa agak lebih sejuk daripada biasanya. Taman Yamashita ini adalah taman di pinggir laut sepanjang 800 meter yang pertama kali dibuat di Jepang. Taman ini awalnya sebenarnya dibuat untuk tempat pembuangan material bangunan yang hancur saat terjadinya gempa besar tahun 1923. Setelah program pemulihan pasca gempa usai, maka diatas pembuangan bongkaran bangunan itu pun dibuatlah taman gaya barat yang cantik pada tahun 1930. Di taman ini terdapat beberapa patung perunggu, dan bangunan kecil beratap hijau bulat.
Patung anak kecil menatap laut
Menara Air India

Hikawa Maru Ship
Maskot taman ini adalah kapal Hikawa Maru, yang pada tahun 1930-an merupakan kapal penumpang mewah yang berlayar dari Jepang ke Amerika. Sesuai jamannya kapal yang kini berusia 81 tahun ini kemudian pernah berubah menjadi kapal rumah sakit pada masa Perang Pasifik. Kapal yang interiornya dirancang oleh seorang desainer Prancis dengan gaya Art Deco ini berkapasitas 289 penumpang, dan selama 30 tahun masa pelayarannya, total penumpang yang pernah diangkut oleh kapal ini adalah sekitar 250 ribu orang, termasuk Charlie Chaplin. Kapal ini berhenti beroperasi pada tahun 1960 dan pada tahun 2003 Pemerintah Daerah Kota Yokohama menetapkan kapal ini menjadi Warisan Budaya yang harus dilindungi. Kapal ini kemudian direnovasi dan dibuka kembali untuk umum sebagai tempat wisata pada tahun 2008. Tiket masuknya sangat terjangkau dengan harga 200 yen untuk dewasa, 100 yen untuk anak sekolah, dan gratis untuk anak di bawah usia sekolah.

Ruang Makan
Begitu masuk ke area tempat kapal bersandar, kami disambut petugas yang ramah yang menunjukkan dimana kami bisa menaruh baby stroller dengan gratis. Selanjutnya kami dipersilakan menaiki tangga kapal, dan membeli tiket di counter yang telah disediakan. 3 orang staf di counter tersebut memberi kami pamflet yang berisi panduan mengenai kapal Hikawa Maru berisi peta jalur untuk melihat-lihat isi kapal lengkap dengan informasi letak toilet yang bisa digunakan di dalam kapal. Di lobby kapal disediakan tempat duduk dan screen raksasa yang menayangkan sejarah kapal ini, beserta wawancara dengan para selebriti yang pernah menjadi penumpangnya. Tidak semua ruangan dibuka untuk umum, tetapi kami bisa melihat sebagian besar ruangan yang ada, seperti ruang tidur, ruang makan, ruang bermain anak, ruang merokok, ruang duduk, perpustakaan, ruang kemudi, bahkan ruang mesin. Semua bersih mengkilat, licin tanpa debu dan noda. Serasa berada di dalam museum modern dan bukan di dalam kapal berusia 81 tahun!

Banyu di ruang kemudi
Selain ruang tidur kelas satu yang mewah, lengkap dengan wastafel dan ruang makan  dan kamar mandi pribadi, kami juga bisa melihat ruang tidur kelas 3 yang dipenuhi dengan 4 tempat tidur tingkat untuk 8 orang. Penumpang kelas 3 yang letak kamarnya di lambung kapal ini tidak diijinkan naik ke ruang kelas 1 tanpa seijin kapten. Tanpa sengaja ingatan saya melayang ke film titanic yang sangat mengesankan itu.   Kamar tidur kapten terletak di bawah ruang kemudi dan dilengkapi dengan kamar mandi pribadi beserta bath-up dan toilet duduk (bayangkan ini tahun 1930-an lho!) lengkap dengan rantai untuk menyiram toiletnya. Di ruang kemudi, saya terkesan dengan kompas yang besaaar dan interkom kuno yang langsung terhubung ke kamar kapten. Jangan membayangkan interkom ini seperti interkom yang kita kenal sekarang. Interkom ini bentuknya seperti corong terompet kecil, terbuat dari besi, seperti yang ada di Taman Pintar Jogja.

Pintu menuju ruang duduk
Kamar Tidur Kelas 1
          

Lorong di kabin kelas 1
Karena waktu berkunjung sudah habis, maka kami buru-buru keluar dari kapal itu, tetapi di pintu keluar Banyu sempat menulis kesannya di kertas yang sudah disediakan dan dimasukkan ke dalam kotak yang ada di sana. Tour kecil ini lumayan mengesankan bagi kami, selain bisa melihat langsung isi kapal, kami juga bisa menikmati pemandangan laut, pantai dan pelabuhan dari atas deknya.

Pemain akrobat di Yamashita Park
Setelah keluar dari kapal, kami berjalan menuju ke bangunan yang disebut Aka Renga (Aka: Merah Renga: Batu bata) atau Red Brick Warehouse, yaitu bangunan dari batu bata yang dibangun 100 tahun yang lalu sebagai gudang penyimpanan barang. Di jalan menuju ke sana, banyak kami jumpai orang-orang yang berjalan-jalan dengan anjing, bahkan kelinci. Pemilik kelinci berbaju cantik itu mengijinkan Banyu dan Wisang untuk mengelus-elus kelincinya. Ada juga orang yang duduk-duduk santai sambil mengobrol, tidur-tiduran, membaca buku, dan sebagainya. Kami juga menjumpai beberapa orang yang menunjukkan keahliannya berakrobat dan sulap disana.

The Brick Warehouse
Sabtu yang cerah pun berakhir dengan cepat. Semua senang dan (selalu) ingin kembali lagi ke sana.