Sep 21, 2011

Angin Topan no. 15

Hari ini sejak pagi angin topan menggila menghampiri Tokyo. 

Mulai siang dan semakin sore bukannya semakin reda tetapi angin dan hujan semakin keras menghantam rumahku. 

Suaranya yang menderu-deru dan kerasnya tiupan angin mengeluarkan suara mengerikan saat badai datang  menghantam pelindung kaca rumahku. 

Meski sudah merasakan puluhan kali badai taifun, tapi baru kali ini aku ketakutan setengah mati mendengar suara angin dan hujan. 

Rumah marmutku bergoyang-goyang dan aku hanya bisa berdoa supaya ia  tidak terbang dibawa angin. 

Oh badai cepatlah pergi, aku ketakutan dengan kedatanganmu kali ini.....

Sagamihara 
2011.09.21 15:27

Sep 17, 2011

My Inspiration.....

Hari ini entah kenapa kok tiba-tiba kangen dan ingatan tentang papa datang bertubi-tubi ke kepala saya. Setiap hari sampai saat ini memang saya selalu teringat papa, tetapi ada kalanya ingatan seperti kilat yang berpendar datang begitu saja ke kepala saya secara tiba-tiba seperti hari ini. Ketika itu saya sedang di kelas bimbingan dengan profesor saya, lamunan saya yang sepersekian detik itu tiba-tiba seperti mengajak saya flashback ke masa dimana papa masih ada. Ketahuan ya hobi ngelamun dimana-mana, hehhehe.... Untunglah semakin hari saya semakin kuat dan tidak lagi menangis di sembarang tempat ketika ingatan tentang papa datang.

Papa saya bukan menteri atau orang yang bisa dikategorikan hebat-hebat pekerjaannya bagi orang lain, tetapi papa saya adalah orang hebat dengan caranya sendiri bagi saya. He is my hero sejak saya masih kecil. Rasanya belum lama saya masih suka minta dipeluk atau duduk dekat-dekat papa. I am my daddy's girl sejak kecil sampai dewasa. Bagi saya papa adalah orang yang serba tahu. Tidak ada satu pun pertanyaan saya yang tidak bisa dijawabnya. Dulu saya selalu berpikir kenapa sih seolah-olah tidak ada yang tidak diketahuinya. Mungkin karena papa suka membaca (hobby yang diturunkannya kepada saya), saya ingat ketika saya masih kecil sering papa sering makan sambil membaca, entah itu majalah intisari, koran, atau buku Winnetou kesukaannya.

Saya ingat saya sudah selesai membaca semua seri buku Winnetou ketika saya masih SD, waktu itu penerbitnya masih Pradnja Paramita. Kertasnya hampir seperti kertas recycle jaman sekarang karena warnanya tidak putih. Selain itu, karena papa sering mengajak saya ke perpustakaan yang ada di community center di kantornya sebuah perusahaan minyak Prancis, maka sebelum tamat SD saya sudah membaca semua seri Agatha Christie, Ronggeng Dukuh Paruk, dan macam-macam buku lainnya. Tiada hari tanpa membaca lah pokoknya. Setiap papa tugas ke luar kota oleh-olehnya selalu dan selalu buku. Entah itu komik Luky Luke, buku cerita seri Enid Blyton atau buku populer ilmiah untuk anak usia SD. Hobi membaca itu terus terbawa hingga saya dewasa.

Adik saya yang no. 2 selalu mengolok-olok saya hidup dengan buku bantal, karena saya hobi baca novel yang tebal-tebal. Saya bisa membaca tanpa kenal waktu, dari tengah malam sampai pagi misalnya, hanya karena penasaran dengan endingnya. Bisa juga membaca sambil nyetir mobil, maksudnya begitu mobil berhenti di lampu merah pasti buku yang selalu ikut serta kemanapun saya pergi itu cepat-cepat saya baca, sampai tidak sadar lampu sudah hijau kembali, bahaya ya..... jangan ditiru deh! Hehhehe...

Beranjak SMP, selain buku papa selalu menambah oleh-olehnya dengan poster grup band favoritenya (yang akhirnya juga menjadi favorite saya dan adik saya). Poster-poster Bon Jovi, Metalica, Deep Purple dan sejenisnya menghiasi kamar saya dan lagu-lagunya jadi seperti lagu wajib bagi kami. Ya, papa memang penggemar lagu-lagu rock. Papa pandai main organ dan gitar, sehingga tiada hari tanpa nyanyian dengan iringannya di rumah kami. Waktu itu sih kadang-kadang saya berpikir rumah saya selalu berisik tiap hari karena selain hobi nyanyi papa juga hobi olah raga, sehingga rumah kami selalu jadi tempat ngumpul teman-teman papa yang ikut latihan badminton di lapangan yang ada di belakang rumah kami. Rasanya jarang deh rumah kami sepi pada waktu itu.

Pokoknya papa hobi banget bersosialisasi, entah itu di kantor, di gereja ataupun di lingkungan tempat tinggal kami. Di rumah kami di Balikpapan ada seperangkat lengkap gamelan yang selalu dipakai untuk latihan setiap seminggu sekali. Papa juga selalu menjadi pelatih paduan suara sehingga tak jarang rumah kami jadi tempat latihan nyanyi bagi ibu-ibu dan bapak-bapak tersebut.

Selain itu, yang masih saya ingat dengan baik adalah tulisan papa yang bagus (ini beneran, bagusnya melebihi tulisan mama hehehhe... sorry ma...) dan kegemarannya melukis. Sayangnya kepandaian melukis ini hanya diturunkan kepada adik saya yang no. 2 dan tidak kepada saya. Pelajaran menggambar selalu menjadi momok bagi saya, dan there he is..... selalu siap membantu menyelesaikan tugas-tugas gambar saya di sekolah (maaf bapak ibu guru, gambar saya yang bagus-bagus itu sebenarnya papa yang menggambar, hihihii....). Ada satu gambar saya yang berjudul "senja" yang sampai kami dewasa pun masih menjadi bahan olok-olok di dalam keluarga kami. Saya ingat, itu adalah salah satu tugas menggambar saya ketika SMP. Pak guru kesenian saya yang ganteng memberi tugas kami untuk melukis dengan tema senja. Blingsatan lah saya kesana kemari karena sama sekali tidak punya sense dan ide seperti apa menggambar senja ini. Lukisan senja akhirnya dibuat oleh papa untuk saya dan mendapat pujian dari pak guru, hihihiii.....

Papa (dan mama) juga penggemar dansa dansi, saya ingat betul ketika saya masih SD dan SMP kalau ada lagu yang disukainya papa selalu menjadikan saya partner berdansanya meskipun waktu itu saya selalu ogah-ogahan. Maklumlah tahun 80an kan jamannya disko jadi rasanya gak keren banget kan kalau sampai teman-teman saya tahu saya biasa dansa dengan papa di rumah, hehehhee... Tapi papa gak bosan-bosannya mengajari saya step-step hitungan dansa rumba dan chacha waktu itu, meski sekarang sayangnya tidak ada satu langkahpun yang saya ingat, hehehehe....


Setelah lulus SMP papa dan mama mendorong saya untuk melanjutkan sekolah ke Jogja. Meskipun jarak Balikpapan-Jogja  tidak dekat tapi papa sering mengunjungi saya karena perusahaan tempat papa bekerja memiliki pesawat sendiri untuk mengangkut crew-crew lapangan yang sedang off. Saya masih ingat, suatu hari ketika bubaran sekolah dan keluar gerbang saya mendapati papa ada di luar gerbang menaiki motor baru yang setelahnya saya ketahui itu buat saya. Padahal papa gak pernah menyinggung-nyinggung kalau mau mengganti motor butut saya dengan motor yang lebih baru, hehhehe.... Surprised banget!!!! Papa memang suka banget membuat kita merasa spesial dengan kejutan-kejutannya yang menyenangkan. 

Papa mengajari saya menyetir mobil sejak saya masih duduk di bangku SMP. Saya ingat masa-masa menunggu mama selesai kuliah jadi ajang latihan nyetir buat saya. Ketika saya kuliah lagi-lagi tanpa ba bi bu waktu sedang mengunjungi saya di Jogja papa menelpon sebuah dealer mobil dan langsung memesan (baca: membeli) mobil baru masih berplat putih buat saya dan adik-adik saya. Ah papa memang penuh kejutan!

Papa juga adalah orang yang selalu paling pertama mengucapkan selamat ulang tahun untuk anak-anaknya (oh how I really miss this moment this year). Ketika masih tinggal satu rumah, entah tengah malam atau pagi-pagi buta papa dan mama selalu masuk ke kamar kami, anaknya yang berulang tahun sambil menyanyi lagu happy birthday. Saat saya tidak berada di rumah atau ketika saya sudah menikah dan tinggal di Bali, telpon dan sms nya tidak pernah jadi yang kedua untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada kami. Bukan itu saja, setiap ada salah satu anggota keluarga berulang tahun papa selalu mengirim sms misalnya "Hari ini Ova ulang tahun lho, jangan lupa telpon ya." dan semacamnya. Ah.... Momen ulang tahun memang selalu jadi momen berkumpul dengan seluruh keluarga baik secara fisik maupun hanya melalui telpon.

My 4th birthday party

Saya ingat ketika saya mendapat grant untuk ke Jepang pertama kalinya di tahun 1996, papa lagi-lagi mengirim hadiah dari Balikpapan untuk saya, sebuah koper baru untuk saya gunakan bepergian. Papa juga selalu menjadi tempat curhat dan memeluk saya erat-erat ketika saya berlinangan air mata putus cinta di masa remaja saya. Ya, bukan mama tetapi papa. Kalau kami tidak punya waktu untuk ngobrol, saya sering menulis email dan surat kepada papa, berlembar-lembar menceritakan keresahan saya, kepedihan saya dan kegembiraan saya.

Papa suka sekali menulis. Banyak sekali pengalamannya yang sudah ia tulis dan tersimpan rapi di file komputer kami di rumah. Ketika saya pulang saat ia sudah tiada, saya menemukan tulisan terakhirnya tentang kunjungannya ke tempat adik saya yang bermukim di Singapore. Seperti biasa, tulisannya selalu penuh detil dan enak dibaca  sampai membuat air mata saya membanjir tidak terkira membayangkan ia ada di situ sambil bercerita kepada saya (oh papa... maafkan aku yang di akhir hidupmu sering terlalu sibuk untuk mendengar ceritamu....) tentang kunjungannya itu.

Ketika saya menikah, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri tidak akan menangis saat acara sungkeman karena saya menganggap itu seharusnya adalah momen yang membahagiakan saya dan orang tua saya. Meskipun sulit, saya menepati janji saya untuk tidak mengharu biru dalam acara itu, meski saya mendengar suara papa yang tersendat-sendat melepas saya untuk berumah tangga. Setelah saya berumah tangga pun papa tetap intens menelpon dan ber sms untuk sekedar menanyakan kabar.

Ketika saya melahirkan kedua anak saya, papa setia menunggu di luar ruang bersalin bersama mama untuk memastikan saya baik-baik saja. Saya ingat waktu saya menyampaikan kepada papa bahwa saya akan menamai anak saya yang kedua Wisanggeni, mata papa begitu berbinar-binar dan heboh kesana kemari mencari tahu tentang siapa Wisanggeni ini (meskipun saya tahu pasti papa sudah tahu siapa Wisanggeni ini karena ia penggemar wayang tetapi rupanya papa belum puas dan masih terus menyelidiki bagaimana sih Wisanggeni ini sebenarnya). Rupanya papa punya keinginan yang tidak pernah diucapkan untuk menamai cucunya Wisanggeni. Klop banget deh papa sama saya (meski dengan alasan yang berbeda), heheheh....

Masih banyak kenangan-kenangan kecil bersama papa yang masih saya kenang hingga kini, tetapi rasanya saya tidak dapat menuliskannya tanpa air mata saya terus menetes. Setelah papa tiada saya sering merasa menyesal karena saya tidak sempat mengucapkan terima kasih kepadanya untuk semua cinta yang sudah diberikannya kepada saya. Tapi saya tau papa pasti juga tau bahwa saya mencintainya lebih dari apapun. 

Thank you for always loving me just the way I am. I am grateful to be your daughter papa... 
I know you still watching us from up there. You always have a special place in my heart and I keep our good memories inside my heart, always.

I miss you so much!

I always love you papa...

Sep 16, 2011

Ketinggalan Barang Bawaan di Kereta

Selama beberapa tahun tinggal di Jepang, saya pernah beberapa kali ketinggalan barang bawaan, baik itu berupa barang belanjaan, jaket maupun tas bawaan saya di dalam kereta. Biasanya yang menyebabkan barang-barang ketinggalan itu adalah:
1. Saya terkantuk-kantuk di kereta dan hampir ketiduran atau mungkin malah kadang-kadang bener-bener ketiduran saking capeknya hehehhe...
2. Saya sibuk dengan handphone saya, entah balas-balas sms dan email, atau juga ngeblog dan lirik-lirik FB.
3. Sibuk mengkoreksi pekerjaan murid-murid sampai gak perhatian sudah sampai di stasiun mana.
4. Sibuk berpikir tentang persiapan presentasi, bila hari itu saya kebagian giliran presentasi di kampus.
5. Heboh ber-whatsapp atau YM dengan adik-adik saya.
6. Sibuk mengatur 2 anak saya yang super aktif alias gak bisa diam dan selalu ingin tahu supaya tidak ribut di kereta dan mengganggu penumpang lain.
7. Dan yang terakhir ini adalah yang paling sering saya lakukan yaitu melamun! Hehehhe... aneh kan, umur udah 30 something tapi hobby masih aja ngelamun atau mengkhayal :))


Akibat kesibukan-kesibukan saya yang kebanyakan amat sangat tidak penting itu, maka biasanya bila kereta sudah sampai di stasiun tujuan saya, saya tiba-tiba kaget dan langsung terbirit-birit turun dari kereta. Kalau barang bawaan saya hanya tas yang tidak berat, tidak jadi masalah, karena biasanya saya pangku atau saya gantung di pundak saya kalau saya harus berdiri karena tidak dapat tempat duduk. Sehingga ketika saya turun, tas itu pun ikut turun bersama saya. Yang jadi masalah adalah ketika bawaan saya berat dan banyak. Biasanya  tas atau bawaan saya yang agak berat itu saya taruh di amidana atau rak di atas tempat duduk penumpang. Rak itu terbuat dari besi dan motifnya seperti jalinan kepang sehingga disebut amidana, ami = jalin dana (variasi kata tana) = rak. Jadi biasanya kalau saya sibuk dengan anak-anak saya yang gak bisa diam itu, atau sibuk ngelamun, saya selalu terbirit-birit turun dan kadang-kadang melupakan bawaan saya yang ada di rak atas kursi.

Suatu hari dalam perjalanan menuju ke disneyland, waktu itu Wisang masih 2 tahun dan Banyu 4 tahun, saya seperti biasa sibuk dengan Wisang dan strollernya. Wisang yang seperti bermagnet dengan saya nempeeeelll terus dan tidak memperbolehkan papanya untuk mendorong strollernya. Lagipula suami saya sibuk menggandeng Banyu supaya anak saya yang suka meleng kemana-mana akibat rasa ingin tahunya itu tidak terpisah dari kami. Mungkin karena perjalanan di kereta lebih dari 15 menit maka suami saya meletakkan ranselnya yang berisi kamera dan beberapa lensa serta dompet dan barang-barang lain di rak di atas kursi. Begitu sampai stasiun Tokyo, kami cepat-cepat turun untuk mengejar kereta berikutnya. Dan apa yang terjadi selanjutnya..... ransel berisi kamera dan sebagainya tertinggal di dalam kereta. Itu pun kami sadari 10 menit kemudian ketika kami sudah turun dari track chuo line dan menuju ke track kereta lain. Bayangkaaaan, di stasiun segede gambreng itu, kami harus kembali lagi ke track chuo line untuk mencari ranselnya, waaaah sebel juga saya waktu itu. Kami langsung mengunjungi kantor petugas yang ada disana dan melaporkan barang kami yang tertinggal. Petugas dengan sopannya bertanya, kami naik dari stasiun mana, jam berapa, gerbong nomor berapa dan sebagainya. Tak lupa ciri-ciri tas dan isinya juga ditanya oleh pak petugas tersebut. Setelah mencari jadwal kereta (yang gak pernah telat disini) akhirnya pak petugas mengatakan bahwa kereta yang kami tumpangi tadi sudah berada di stasiun A, dan bila kami naik kereta ekspress jam sekian sekian, maka kami bisa menyusul kereta tadi di stasiun B. Wuiiiih detil sekali jadwal pak petugas disini ya, heheheh....

Karena kalau kami ber empat ikut mengejar ransel tersebut sampai stasiun B maka akan amat sangat tidak efisien, jadi saya memutuskan untuk mengajak anak-anak saya masuk ke restoran sandwich untuk makan pagi disana, dan suami saya mengejar kereta tersangka ketinggalan barang, hehehe.... Sekitar 1 jam kemudian suami saya datang dengan raut wajah keruh, saya tahu pasti ranselnya gak ketemu. Ya udah deh gak apa-apa, saya yakin ranselnya pasti akan ditemukan orang atau petugas stasiun. Akhirnya kami kembali lagi ke kantor petugas dan melaporkan bahwa ransel tidak bisa ditemukan. Pak petugas lalu menanyakan alamat dan no telpon kami, katanya kami akan dihubungi bila ransel itu ditemukan. Waaaah saya sebetulnya Bete banget hari itu. Apalagi di dalam ransel ada buku tabungan (buku tabungan disini bisa berfungsi sama seperti ATM sehingga bisa digunakan untuk melakukan transaksi keuangan di mesin-mesin ATM) dan lain-lain, terpaksa di stasiun yang ramai itu saya kalang kabut telpon ke ATM center dan sebagainya untuk memblokir rekening saya. Mau liburan malah jadi kesel deh hehehee.... Selain itu, bayangkan, ke disneyland tanpa kamera kan sama saja makan sayur tanpa garam!! Apalagi ini untuk pertama kalinya Wisang dan Banyu pergi kesana. Saya sebeeeelll banget, tapi apa boleh buat, the show must go on kaaaan... Akhirnya di disneyland jeprat jepret seadanya dengan kamera HP saya, apa boleh buat yang penting ada dokumentasinya, hehehhe....


Kira-kira pukul 5 sore pak petugas jalur chuo line menelpon ke HP saya dan mengatakan bahwa ransel kami sudah ditemukan. Puji Tuhan!!!! Syukur banget! Saya langsung bisa tersenyum saat itu juga hehehehe... Kami diminta untuk mengambil ransel itu di kantor petugas yang kami datangi tadi dengan membawa kartu identitas. Malam itu juga pulang dari disneyland kami mampir kesana untuk mengambil ransel tersebut. Isinya tidak ada yang hilang satu pun!! Kebayang deh kalau ketinggalannya di kereta atau KRL di Indonesia gimana yaaa.... Jangan harap bakal kembali deh hehehhe....

Toilet paper dan belanjaan saya
Di hari yang lain, setelah gempa besar yang terjadi pada bulan Maret saya sekali lagi ketinggalan barang berupa toilet paper segede gambreng (fyi: disini toilet paper biasanya belinya per pak, satu pak isi 12 rol) dan belanjaan lain. Biasanya untuk keperluan-keperluan seperti itu saya beli di sekitar rumah jadi tidak perlu repot-repot naik kereta. Naaah berhubung setelah gempa besar itu barang-barang keperluan sehari-hari sulit di dapat dan supermarket di dekat rumah saya sering kosong melompong, lihat tulisannya disini, jadi saya hari itu pergi ke supermarket yang berjarak beberapa stasiun dari rumah saya. Karena bawaannya saya banyak dan besar, maka saya taruh saja di atas rak. Begitu turun dengan buru-buru seperti biasa terlupalah si toilet paper segede gambreng itu. Saya cepat-cepat melapor ke bagian Lost and Found yang ada hampir di semua stasiun. Setelah menjelaskan ciri-cirinya, dan petugas mengkonfirmasi kepada masinis kereta yang baru saya tumpangi, saya diminta mengambil barang tersebut ke stasiun C. Sebenarnya bisa saja saya tidak usah repot-repot mengambil barang saya kesana karena petugas akan berbaik hati mengantar barang itu sampai ke stasiun terdekat dengan rumah saya, tetapi lagi-lagi karena efek gempa membuat semua petugas sibuk, maka barang saya baru bisa diantar 3 hari kemudian. Waaah kalau begini sih lebih cepat saya ambil sendiri. Petugas lalu memberi saya karcis gratis PP dari dan ke stasiun C.
Ini dia tiket PP gratis untuk mengambil
barang ketinggalan di stasiun tertentu

Layanan ini tentu saja membuat saya terkaget-kaget. Ketinggalan barang kan berarti kecerobohan kita, tetapi kita malah diberi tiket pulang pergi untuk mengambil barang tersebut. Waaaah disini layanan benar-benar dinomorsatukan. Di tiket itu tertulis tanggal dan nama stasiun asal dan tujuan. Meski agak repot karena harus meluangkan waktu mengambil barang itu ke stasiun lain, tapi saya puas sekali dengan layanan perkeretaapian disini.

Selain ketinggalan barang di dalam kereta, saya juga pernah ketinggalan dompet dan kartu langganan kereta di rumah padahal saya sudah sampai stasiun dan terburu-buru berangkat ke kampus. Mau kembali lagi ke rumah pasti makan waktu lama, sedangkan waktu saya terbatas. Saya lalu mencari petugas dan menjelaskan keadaan saya. Saya sih untung-untungan aja waktu itu. Kalau diperbolehkan naik ya syukur, kalau enggak ya apa boleh buat. Dan ternyata pak petugas memberi saya tiket gratis sampai stasiun yang saya inginkan. Mungkin dia kasian melihat wajah saya yang memelas dan hampir menangis, hehehehe... Tapi begitu melihat tulisan di karcis itu hancurlah hati saya, karena disitu tertulis 無礼証明 bureishoumei yang terjemahan bebasnya adalah bukti penumpang kereta yang tidak sopan!! Hahahhaha..... gara-gara gak bayar saya harus mau dianggap sebagai penumpang yang kurang ajar dan tidak sopan. Tapi apa boleh buat, yang penting saya segera bisa sampai ke kampus, hehehhe....

Tiket gratisan bukti saya penumpang yang tidak sopan gara-gara
ketinggalan dompet dan kartu langganan kereta, hihihii....

Kapan ya di Indonesia layanan perkeretaapian bisa seperti ini.... Minimal kejujuran harus dijunjung tinggi, sehingga barang hilang pun dijamin pasti kembali.


Disorientasi

Kemarin, hari kamis entah kenapa saya benar-benar kehilangan orientasi hari dalam sehari. Saya merasa kemarin itu hari jumat, jadi ketika Wisanggeni merengek-rengek gak mau berangkat ke sekolah, saya bilang, "Wisang sekarang kan hari jumat, jadi ini udah weekend dan Wisang besok bisa libur 3 hari karena senin tanggal merah." Setelah pulang mengantar anak-anak, ketika melewati tempat pembuangan sampah, lagi-lagi saya yang masih mengira hari itu adalah hari jumat, terheran-heran melihat jenis sampah yang dibuang. Hari jumat adalah hari pembuangan sampah kertas, karton, kardus, surat kabar, majalah, dan pakaian bekas. Jadi otak saya yang mengatakan hari itu adalah hari jumat terbingung-bingung karena melihat sampah yang dibuang hari itu adalah sampah dapur dan sampah yang bisa dibakar. Dan saya sama sekali belum menyadari kalau hari itu adalah hari kamis, yang notabene memang jadwal membuang sampah dapur dan sejenisnya. 


Untuk informasi, di Jepang kita tidak bisa membuang sampah tanpa dipilah-pilah dan harus dikeluarkan dari rumah ke tempat sampah yang tersedia pada hari yang ditentukan. Misalnya di daerah saya, hari senin adalah jadwal membuang sampah kaleng dan botol kaca, hari selasa, rabu, kamis dan sabtu sampah dapur dan sampah yang bisa dibakar, dan hari jumat adalah sampah recycle. Sampah-sampah ini bisa kita letakkan di tempat pembuangan sampah yang sudah disediakan dan truk-truk sampah milik pemkot akan datang mengambil sampah tersebut untuk dibawa ke tempat pengolahan sampah untuk dipilah-pilah lagi. Jangan membayangkan TPA disini bau dan jorok seperti di bantar gebang, hehehhe.... Tempatnya sangat bersih dengan fasilitas pengelolaan yang modern, mengenai hal ini akan saya tulis di bagian lain, tunggu yaaa... hehhehe..

Kembali ke kedisorientasian saya kemarin, sampai di rumah saya cepat-cepat memasukkan cucian ke mesin sebab biasanya hari jumat anak-anak membawa pulang sprei, selimut, pakaian kotor, piama dan sebagainya pulang ke rumah untuk dicuci, sehingga saya pikir kalau hari ini tidak mencuci maka cucian saya akan semakin menggunung nih besok. Sampai disitu saya tetap masih dengan oon nya mengira itu hari kamis. Ketika tetangga saya keluar rumah, saya mengira ia pergi ke tempat kerja part time nya (padahal bukan hihihihii....) karena saya tahu dia kerja hari jumat. Hari beranjak siang dan saya bersiap-siap ke kampus karena saya punya kelas pukul 4 sore. Dan tersadarlah saya, bahwa hari itu hari kamis dan bukan jumat, hahahhaha.....  Jadi ketika tadi Wisang ingat kata-kata saya bahwa hari ini dia boleh libur, tapi ternyata dia tetap saya antar ke sekolah, dia bilang "Mama gimana sih, katanya kemarin Wisang libur hari ini!" Hehhehe... maafkan mamamu yang lagi pikun ya nak. 

Sep 15, 2011

Wisang yang dipotong, mommy yang nangis :(

Dua minggu yang lalu, atas permintaan Wisang dan persetujuan papanya akhirnya Wisang pun potong rambut setelah sekitar satu tahun tidak pernah dipotong. Waaah saya sedih bukan main, karena saya suka banget dengan rambut gondrongnya. Berbeda dengan Banyu yang berambut keriting, rambut Wisang meski tidak terlalu tebal (yang ini kayaknya keturunan deh heheheh...) tapi bisa dikatakan lurus meski agak wavy di bagian bawahnya. Selama musim panas ini rambutnya sering saya ikat, dan mungkin karena wajahnya yang halus, dia sering dikira anak perempuan dan dipanggil ojosan oleh kakek-kakek atau nenek-nenek di dalam kereta. Mungkin karena itu juga dia selalu sebal kalau saya sudah mengambil karet dan mengikat rambutnya tinggi di atas kepala (gomen ne Wisang hehehhe...). Abis saya suka gemes liat rambutnya kemana-mana, apalagi kalau berkeringat. Mau dipotong kok sayang, enggak dipotong kok gondrong, padahal gondrong kan keren, menurut saya siiiih hehehhehe.... Apalagi disini gak ada larangan anak berambut gondrong, kesempatan kan, hehehhee... ambisi emaknya nih :)

Selama musim panas rambutnya selalu diiket mama sampai-sampai Wisang sebel hehehhe...

Akhirnya ketika 2 minggu yang lalu Wisang minta potong rambut, dengan berat hati saya mengabulkannya. Tadinya kami berniat membawanya ke tukang cukur supaya hasilnya bisa keren, tetapi mengingat Wisang belum pernah ke tukang cukur dan tabiatnya yang angot-angotan alias sekarang  bilang mau tetapi sampai di sana bisa saja tiba-tiba bilang nggak mau dan langsung ngambek. Gawat kan, bisa mengganggu pengunjung yang lain nanti! Suami saya lalu memutuskan untuk memotong sendiri rambut Wisang karena saya tidak mau dan tidak tega memotong rambutnya hehehhe...

Huuuuhuuuu nangis deh liat rambutnya dipotong :((
Mengingat Wisang yang sulit untuk disuruh duduk diam, saya mewanti-wanti dia untuk duduk diam selama dipotong supaya tidak terluka. Kakaknya, Banyu, ikut heboh mengawasi (padahal saya tau alasan sih hanya supaya ia bisa main-main dengan potongan rambut Wisang hehehhe....) sampai ikut buka baju segala demi solidaritas dengan adiknya yang tak berbaju. Meski awalnya Wisang sulit diam, tetapi lama kelamaan dia mau menurut dan berakhirlah sesi potong rambut pada hari itu.

Keren mana ya Wisang gondrong sama Wisang cepak, hehehhe...

Wisang udah cepak lagi

        
                    

Otomari

Sebenarnya saya sudah lama sekali ingin menulis mengenai tema ini, tetapi sulit sekali mencari waktu untuk mengumpulkan memori untuk dijadikan satu tulisan, hehehe.... Kali ini  tulisan saya mengenai otomari yang artinya sebenarnya adalah menginap, bisa di sekolah atau di tempat wisata selama 1 malam bersama guru-guru dan teman sekelas, tanpa orang tua. Di sekolah anak-anak saya, otomari merupakan program tahunan yang dilaksanakan 1 atau 2 kali setahun, biasanya pada pertengahan musim panas, yaitu bulan Juli. Kegiatan ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak usia 3-5 tahun, jadi anak-anak usia kecil, dibawah 1 tahun sampai 2 tahun tidak mengikuti kegiatan menginap ini. Alasannya karena mereka masih terlalu kecil dan belum bisa mengurus diri sendiri. Anak usia 3 tahun keatas dianggap sudah bisa mengurus dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

Medali Otomari Banyu Tahun 2010
Tahun ini kegiatan otomari untuk kelas Laut, yaitu kelas dimana Banyu dan Wisanggeni terdaftar jatuh pada akhir bulan Juli. Bagi Banyu ini adalah otomari yang kedua, karena tahun lalu ketika berusia 4 tahun Banyu sudah mengikuti kegiatan ini. Bedanya tahun lalu kegiatan otomari ini diadakan di penginapan di daerah wisata alam di Tsukui, sedangkan tahun ini hanya menginap di sekolah. Bagi Wisang ini adalah untuk pertama kalinya ia harus tidur tanpa mommy nya. Banyu yang memang sangat aktif dan terbuka menunggu-nunggu datangnya hari otomari ini dengan sangat excited, dia sudah merencanakan akan tidur bersebelahan dengan siapa pada malam harinya (yang pasti bukan dengan Wisang hehehhe....), sedangkan Wisang setiap hari mengatakan "Wisang gak suka otomari!" apabila saya sudah mulai menggiring pembicaraan ke arah tersebut. Maklumlah, Wisang kalau dengan saya seperti ada magnetnya, jadi nempeeeel terus. Pasti dia merasa tidak nyaman membayangkan tidur malam tanpa bisa pegang pipi saya (kebiasaan lucunya hehehhe...).

Kegiatan otomari ini biasanya diisi dengan jalan-jalan, bisa ke gunung atau ke sungai bila tidak  hujan. Bila hari hujan, maka biasanya jadwal jalan-jalan dialihkan ke children center yang berfasilitas perpustakaan, area bermain dan berlatih, dan sebagainya. Selain itu, karena diadakan di musim panas, maka biasanya akan ada acara suika wari, atau memecah semangka. Anak yang akan memecah semangka berdiri terpisah sekitar 5 meter dari semangka, ditutup matanya dan membawa pemukul. Kemudian teman-teman satu timnya akan memberi tahu apakah dia harus melangkah ke kanan, ke kiri, berhenti atau masih harus maju. Teman-teman itu juga akan mengkomando si anak bila ia sudah sampai di depan semangka dan siap untuk memecahkannya. Semangka yang sudah dipecah ini lalu dimakan bersama-sama.

Medali Otomari tahun 2011 berbentuk semangka, lucunya...
Kegiatan memecah semangka ini mengingatkan saya pada acara lomba-lomba peringatan 17 Agustus. Di daerah tempat saya tinggal ketika saya masih kecil, selalu diadakan berbagai macam lomba untuk anak-anak. Mulai dari balap karung, makan kerupuk, berjalan sambil mengemut sendok berisi kelereng, memasukkan paku ke dalam botol, dan sebagainya. Salah satu dari lomba yang populer adalah memecahkan plastik berisi air dengan mata tertutup menggunakan pemukul dari kayu. SOP nya persis sama seperti cara memecahkan semangka disini.

Pada malam hari di sekolah diadakan acara bertualang di dalam sekolah. Dalam keremangan mereka harus mencari 'harta karun' yang disembunyikan di berbagai tempat oleh guru-guru mereka. Menurut anak saya, ia dan teman-temannya sangat antusias menemukan harta tersebut meski sambil ketakutan karena ada saja anak yang usil menakut-nakuti dengan berlagak sebagai obake (hantu), gak di Indonesia, gak di sini ternyata sama aja hehehhe...

Setelah acara itu selesai, mereka lalu menuju ke sento atau tempat pemandian umum yang ada di dekat sekolah, dan mandi bersama di dalam bak besar yang disebut ofuro. Jangan membayangkan tempat pemandian umum ini kumuh seperti yang ada di terminal atau stasiun-stasiun kereta api di Indonesia. Tempat pemandian  umum disini sangat bersih dan nyaman untuk menghilangkan penat. Kita bisa mandi bersama di dalam satu bak besar berisi air panas (bukan hangat hehehhe) sambil merilekskan otot-otot badan yang lelah dengan membayar antara 300-500 yen. Bagi kita yang tidak biasa bertelanjang di depan umum tentu saja sulit membayangkan masuk ke dalam satu bak bersama orang yang tidak kita kenal tanpa sehelai benang pun. Sebelum masuk ke bak, ada aturan tidak tertulis bahwa kita harus membersihkan badan di pancuran-pancuran yang disediakan. Biasanya disitu sudah tersedia sabun dan shampo untuk membilas badan. Setelah itu baru boleh masuk ke bak besar yang ada disana.

Bagian dalam medali ditempel foto serta kertas kecil berisi
pujian dari wali kelas dan orang tua
Hal yang selalu membuat saya terharu adalah bagaimana guru-guru di sekolah menyemangati anak-anak untuk bisa melakukan segala sesuatunya sendiri selama 2 hari 1 malam itu. Sebagai hadiah, biasanya anak-anak diberi semacam medali berisi pesan dan pujian dari wali kelas yang menggambarkan anak-anak tersebut sebagai pribadi yang spesial dan pemberani. Selain pesan dari wali kelas, kami para orang tua juga harus menyerahkan pesan di kertas kecil yang nantinya juga akan ditempel di medali itu beserta foto kenang-kenangan kegiatan mereka. Efeknya, anak-anak menjadi lebih percaya diri, mandiri dan lebih bertanggung jawab akan diri sendiri dengan kegiatan ini.


Sep 10, 2011

Pameran Kain Tradisional Indonesia, Jepang dan Cina

Hari jumat kemarin saya menyempatkan diri menghadiri seminar dan pameran kain tradisional Asia yang dilaksanakan di kampus saya. Rangkaian acara pameran dan seminar ini diadakan selama 5 hari mulai tanggal 8 September yang lalu. Sedianya acara ini direncanakan akan diadakan pada akhir bulan Maret yang lalu, tetapi karena gempa yang diikuti dengan kekurangan energi listrik akibat PLTN Fukushima rusak diterjang tsunami, maka acara ini diundur dan baru bisa dilaksanakan bulan ini.

Poster Acara Pameran dan Seminar
Sebenarnya saya sudah sering menghadiri acara pameran kain tradisional, tetapi biasanya hanya dari Indonesia saja, atau Jepang saja pokoknya hanya kain tradisional satu daerah/negara tertentu. Kali ini, yang dipamerkan adalah kain-kain dan busana tradisional dari Indonesia, Jepang, dan Cina. Dari Indonesia, tentu saja berbagai macam motif batik ada disana, mulai dari batik Yogya dan Solo sampai batik dengan motif huruf Arab yang jarang kita lihat. Selain batik yang menempati ruang tersendiri, kain-kain tenun ikat dari berbagai daerah di Indonesia juga banyak dipamerkan disini. Motif-motif ikat yang jarang kita lihat seperti motif raja dan ratu Belanda juga turut dipamerkan. Kain-kain antik berusia tua ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, ada ikat Sumba, tenun Bali, ulos Batak, kain dari Toraja, Aceh, Kalimantan dan sebagainya. Saya selalu terkesima dan menahan nafas setiap kali melihat keindahan motif di setiap kain yang ada disini. Meski tinggal di Indonesia, belum tentu kita bisa menikmati karya nenek moyang kita yang indah dan dibuat dengan teknik yang lumayan rumit seperti ini.

Batik kraton dengan motif yang indah-indah, hmmmm ngiler.... hehehe...

Batik motif huruf Arab yang indah

Berbagai ulos dan ikat yang indah dari daerah-daerah di Indonesia

Ikat dengan motif raja dan ratu Belanda
Jarang lihat yang seperti ini, kira-kira siapa yang memesannya ya dulu...

Motif yang indah dari Sumba
Kain yang di atas meja adalah kain dari Kalimantan
Booth Jepang diwakili oleh kimono. Mulai dari kimono sutera jenis Kosode dan Furisode dari zaman Edo (1603-1867) sampai kimono jenis shibori yang pembuatannya seperti teknik celup kain jumputan di Indonesia. Teknik celup shibori merupakan teknik celup kain tertua di Jepang dan sudah dikenal sejak sekitar 1300 tahun yang lalu. Teknik celup shibori ini juga yang menjadi tema seminar hari itu. Pembicaranya adalah wakil kepala salah satu museum kimono di Kyoto yang sekaligus penerus studio pembuatan kimono teknik jumputan yang sudah berusia ratusan tahun. Ada berbagai macam teknik untuk membuat motif jumputan ini. Ada yang proses pencelupannya menggunakan ember kayu yang disebut oke sehingga disebut oke shibori (bagian kain yang tidak ingin diwarnai dimasukkan ke dalam ember, kemudian ember tersebut ditutup dan sela-selanya disumpal rapat sehingga ketika dicelup, pewarna tidak akan masuk ke dalamnya), ada pula teknik yang dilakukan dengan menutup kain kain yang tidak ingin diwarnai dengan sejenis benang nilon yang diikat rapat pada bagian kain tersebut. Teknik ini disebut boushi shibori. Selain kedua teknik itu masih banyak lagi teknik yang diperkenalkan. Kesimpulan saya setelah mendengar penjelasan dan video yang ditayangkan adalah pekerjaan membuat kimono dengan teknik celup shibori ini bukan pekerjaan yang mudah. Memerlukan tenaga yang kuat untuk mencelup kain sebesar itu, dan waktu yang lama untuk membuat motifnya. Tidak heran dikatakan bahwa mereka semakin kesulitan menemukan penerus pembuat kimono ini, karena generasi muda sudah tidak berminat lagi untuk bekerja di bidang ini.

Kain shibori motif sakura yang pembuatannya memerlukan waktu beberapa tahun

Kimono furisode dari zaman Edo

Dari China dipamerkan pakaian-pakaian sutera kuno jaman kekaisaran Manchuria, Mongolia dan suku-suku minoritas di sana. Melihat pakaian-pakaian yang indah dengan sulaman yang halus itu kepala saya tiba-tiba kembali ke suasana sekian ratus tahun yang lalu dan membayangkan putri-putri bangsawan mengenakan pakaian tersebut. Selain pakaian zaman Manchuria, dipamerkan juga China Dress (Chipau) yang biasa kita lihat sekarang dan dianggap identik sebagai pakaian wanita tradisional disana. Padahal pakaian itu sendiri baru muncul setelah Shanghai tersentuh modernisasi. Di Indonesia pengaruh pakaian ini muncul dalam pakaian yang krah atau kancingnya kita sebut krah atau kancing Shanghai. Tau kan bentuknya.... Ternyata salah kaprah ya, yang kita kira pakaian tradisional di Cina ternyata malah bisa dikatakan sebagai simbol modernisasi hehehe... Pakaian-pakaian dan kain tradisional dari suku minoritas yang kali ini banyak dipamerkan adalah kain dari suku Miaozu. Tekstil mereka kaya akan detil dan sulam serta sebagian besar berwarna biru tua atau hitam.

Indahnya sulaman pada pakaian ini

Siapa ya kira-kira yang dulu memakai pakaian ini.....
Hari itu saya pulang masih dengan membayangkan siapa ya yang mengenakan batik, ikat, atau pakaian-pakaian dari Cina itu zaman dahulu ya.... Jangan-jangan salah satunya adalah saya yang lain di kehidupan sebelumnya hehehhehe..... 

Sep 9, 2011

Lara

Pernahkah ketika tubuh dan pikiranmu lelah, kamu tetap tidak dapat memejamkan mata.
Pikiranmu melayang-layang menembus batas nyata, berada di pinggir alam mimpi masa lalu.

Kamu ingin kembali kesana, tapi tak mungkin. Kamu merindukan kasihnya yang besar, senyumnya, tawanya tapi kini dia sudah tak mungkin lagi kau temui.

Pernahkah air matamu menetes, hatimu terasa perih ketika mengingatnya, karena kamu tau kamu tak dapat menyentuhnya lagi.

Tetapi pada suatu titik kamu akan tau dia selalu ada disana untukmu, mengawasimu, memeluk laramu dari kejauhan. Dan dia akan menangis dan tertawa bersamamu sampai kapan pun.

*I dedicate this post to you. I am grateful that i've ever been part of your life.
See you in another life.

Sep 8, 2011

Bunga dari Banyu

Beberapa hari yang lalu setelah selesai makan malam, Banyu datang membawa sesuatu yang disembunyikan di belakang punggungnya. Malu-malu dia berkata "Ini bunga untuk mama, karena aku sayang mama." Ooooowwww so sweet! Ternyata dari obrolan lanjutan dengannya, saya tahu hari itu di sekolah Banyu dan teman-temannya membuat prakarya dari gelas kertas dan karton. Mereka boleh membuat berbagai macam bentuk yang mereka sukai dan mewarnai karton-karton putih tersebut. Sederhana tapi membuat anak menjadi lebih kreatif karena guru tidak memaksa anak harus membuat benda atau bentuk tertentu.

Bunga cantik pelepas lelah saya setelah seharian beraktivitas :)
Saya perhatikan, hampir setiap hari Banyu dan Wisanggeni membawa pulang beberapa hasil kerja prakarya mereka hari itu. Material yang digunakan tidak selalu dari barang baru, tetapi sering dari koran bekas, atau dari gulungan karton tebal bekas toilet paper atau wrap dan sebagainya. Bentuknya juga bisa macam-macam.

Banyu memang paling suka memberikan hasil pekerjaannya pada hari itu kepada saya sebagai hadiah. Kebanyakan berupa gambar perempuan yang katanya itu gambar mama. Hehehhee.... senangnya.... Ketika saya berulang tahun beberapa waktu yang lalu, ia juga memberi saya hadiah kejutan berupa gambar saya disertai tulisan MAMA DAISUKI dalam huruf hiragana yang artinya I LOVE YOU MAMA. Saya sebenarnya sudah tahu pada hari sebelum hari ulang tahun saya, dia bersembunyi di bawah meja kerja saya untuk menggambar  sambil mengusir semua orang yang mendekat demi menjaga kerahasiaan hadiahnya untuk saya. Manis banget kan, hehehhe...

Hadiah kejutan dari Banyu berupa potret diri saya, senangnyaa......

Pada akhir tahun ajaran, setiap anak menerima buku kenang-kenangan yang isinya adalah beberapa hasil prakarya mereka di tahun itu. Dari situ bisa diketahui bagaimana perkembangan si anak dalam satu tahun. 

Buku Kenangan Wisanggeni ketika berusia 2 tahun
Buku Kenangan Banyu ketika berusia 4 tahun

Jangan membayangkan Buku Kenangan tersebut bentuknya indah seperti yang dijual di toko-toko. Disini hasil pekerjaan tangan, seburuk apapun hasilnya sangat dihargai melebihi hasil cetakan pabrik. Untuk anak-anak kelas besar 3-5 tahun, biasanya mereka sudah sedikit mengenal huruf hiragana, sehingga anak-anak sendiri yang membuat tulisan di sampul Buku Kenangan mereka. Seperti yang tertulis di buku milik Banyu tahun lalu, huruf DE tulisan OMOIDE di sampul buku itu terbalik, tetapi tetap dibiarkan seperti itu, hehehee... Beda dengan milik Wisanggeni yang ketika baru berusia 2 tahun, prakarya yang ditempel di sampul memang dibuatnya sendiri, tetapi tulisan OMOIDE tampak rapi karena guru kelasnya yang membuat.

Bagaimana sih isi Buku Kenangan ini? Di bawah ini adalah beberapa hasil prakarya yang ada di dalam Buku Kenangan Banyu dan Wisanggeni.

Sejak kecil Banyu sudah sukaaaa sekali menggambar orang

Hasil prakarya yang dihiasi cap tangan Banyu ketika berusia 4 tahun

Origami


Gambar benang kusut Wisanggeni, tetapi menurut ceritanya itu gambar mama
Hihihihiiii senangnyaaaaaa mama selalu jadi obyek gambar Banyu n Wisanggeni

Prakarya pada peringatan hari anak

Prakarya pada hari Natal



megenai, hekomanai, akiramenai

Akhir-akhir ini di kepala saya setiap hari terngiang-ngiang lagu pendek, semacam slogan yang muncul di acara anak-anak setiap jam 8 pagi di saluran tv NHK. Pemeran utama acara itu adalah 3 sahabat kucing  cantik bernama Minya, domba keturunan bangsawan bernama Meikobu, dan anak musang dari kampung bernama Mutekichi. Mereka semua digambarkan berusia sekitar 3 tahun, selalu bermain bersama tetapi kadang-kadang juga bertengkar karena perbedaan karakter. Selain tiga sahabat itu, sebenarnya masih ada lagi 1 peri bernama Lalapa yang selalu ikut bermain dengan mereka, dan pemeran pembantu lain seperti kakek kura-kura dan suami istri ayam.

Sejak pertama kali melihat 3 sahabat ini saya terkesan sekali dengan penggambaran masing-masing karakter. Minya digambarkan selalu tampil kawaii alias cute, cantik, manis, atau apapun sebutannya, mengenakan pita, pakaian pink, suka mode dan barang-barang bagus, dan tentu saja berpenampilan modis. Meikobu digambarkan sebagai seorang pangeran yang dididik dengan gaya bangsawan, selalu tampil rapi dengan setelan jas dan dasi kupu-kupu. Sedangkan Mutekichi digambarkan sebagai anak kampung yang tinggal dengan neneknya pemilik pemandian air panas. Saking lugunya, pada suatu episode ketika Minya mengajak Mutekichi bermain pura-pura jadi pelayan restoran burger, si Mutekichi ini bahkan tidak tahu apa itu burger dan potato, serta istilah-istilah seperti drink (dilafalkan dorinku) untuk menyebut minuman sehingga Minya menjadi jengkel karena Mutekichi hanya tahu osembe (rice cracker) saja sebagai satu-satunya camilan kesukaannya.

Ini dia si tiga sahabat, Minya, Meikobu dan Mutekichi

Tetapi meskipun Mutekichi digambarkan sebagai anak kampung, dia adalah penggerak 3 sahabat ini dan selalu optimis. Setiap kali menghadapi hambatan, ada sahabatnya mengalami kesulitan, dia selalu mulai menyanyi "megenai... hekomanai... akiramenai...." yang artinya kurang lebih adalah "jangan menyerah... jangan patah semangat.... jangan putus asa..." Anak-anak saya hafal lagu pendek itu, dan saya yang setiap pagi menemani mereka sarapan sambil bergerak seperti angin puyuh setengah berlari antara dapur, kamar, dan living room kami untuk menyiapkan keperluan anak-anak pun lama-lama jadi hafal dan ikut-ikutan mendendangkan lagu itu. Saat itu saya tidak begitu menyadari makna lagunya, meski saya sudah tahu arti masing-masing kata, baru akhir-akhir ini saya menyadari bahwa 3 kata itu merupakan kata penyemangat yang cocok dengan kondisi saya akhir-akhir ini. Heheheheh.... Dikejar deadly deadline tulisan, kerjaan, anak, rumah daaaaaaan yang lainnya, maklum disini gak model punya asisten, jadi semua harus dikerjakan sendiri, hehehhee....

Setelah mendengar lagu pendek itu, akhir-akhir ini saya jadi semangat lagi, minimal jadi semangat ngeblog lagi, hehehhee.... Tujuan saya ngeblog sebenarnya bukan ingin dibaca buanyaaak orang, tapi saya hanya ingin meninggalkan catatan kecil untuk anak-anak saya, sekaligus mengasah lagi kepekaan saya akan detail yang rasanya hampir hilang akhir-akhir ini. Mudah-mudahan kelak ketika ketika anak saya beranjak dewasa dan membaca tulisan saya, mereka ingat bahwa kami melakukan banyak hal-hal yang menyenangkan bersama-sama sejak mereka kecil. 

Kesimpulannya ternyata bukan hanya orang tua yang bisa mengajari anak, acara anak-anakpun bisa mengajari para orang dewasa untuk terus optimis. 

JANGAN MENYERAH, JANGAN PATAH SEMANGAT, JANGAN BERPUTUS ASA

Sep 7, 2011

Jangan parkir sepeda sembarangan

Hari ini ketika akan berangkat ke kampus saya melihat 3 orang petugas berseragam yang sedang mengangkuti sepeda-sepeda yang diparkir sembarangan di area sekitar stasiun dekat rumah saya. Saya pun teringat beberapa tahun yang lalu saya pernah menjadi "korban" razia parkir seperti ini. Urusannya ribet dan cukup menghabiskan waktu dan uang (untuk membayar denda tentunya).

Truk pick up milik pemerintah daerah yang sedang
merazia sepeda-sepeda yang parkir liar di dekat stasiun
Di Jepang memang kita harus hati-hati. Jangankan mobil, parkir sepeda pun diatur dengan jelas oleh undang-undang. Kalau berani melanggar pasti didenda yang cukup lumayan jumlahnya atau relakan saja sepeda itu tidak kembali kalau sayang uang melayang hehehe... Undang-undang disini mengatur bahwa area seluas kira-kira 300 meter dari stasiun tidak boleh untuk memarkir sepeda. Sepeda pun harus diparkir di parkiran yang disediakan, dan tentu saja kebanyakan tidak gratis. Parkiran sepeda ada berbagai jenis, dari yang dikelola oleh stasiun sampai yang dikelola oleh supermarket atau kantor sewa menyewa swasta. Untuk parkir sepeda, di dekat rumah saya ada yang bisa berlangganan bulanan dengan membayar biaya sewa tempat parkir antara 2000-3000 yen perbulan. Ada juga yang bisa disewa harian dengan harga 150 yen per hari, dihitung mulai dari jam 5 pagi sampai jam 12 malam. Selain itu, ada pula tempat parkir sepeda yang menerapkan 2 jam pertama gratis tetapi harus membayar 100 yen per 6 atau 8 jam, bahkan ada juga yang per 10 jam. Bila jarak tempat parkir itu makin dekat dengan stasiun sehingga memudahkan aksesnya maka biasanya makin mahal pulalah harga sewanya, misalnya 100 yen per dua jam. Kalau kita anggap 100 yen setara dengan 10 ribu rupiah rasanya sayang juga ya kalau setiap mau parkir harus kehilangan sejumlah uang.

Tanda larangan parkir sepeda di area stasiun
Disini 100 yen bisa beli apa ya... Untuk perbandingan, dengan 100 yen kita bisa beli burger di McD, beli minuman di pet botol 500 ml, atau telpon ke indonesia melalui telpon umum selama kurang lebih 1 menit. Jadi lumayan berharga kan 100 yen itu disini. Hehehhehe... Tapi pasti kita juga gak rela kan sepeda kita diangkut oleh pak petugas, makanya kalau saya lebih rela parkir di tempat resmi dan membayar daripada harus kehilangan sahabat saya ini heheheh.. Disini sepeda merupakan alat transportasi yang sangat penting terutama bagi ibu-ibu seperti saya. Sepeda saya memiliki dudukan khusus untuk anak2 saya, satu di depan dan satu lagi di belakang dan dilengkapi dengan seatbelt untuk keamanan. Setiap hari saya atau suami saya mengantar jemput anak-anak dengan sepeda ini. Begitu juga kalau kami ingin jalan-jalan di daerah yang tidak terlalu jauh. Jadi kalau sampai tidak ada sepeda, bisa dibayangkan kan repotnya.

Sahabat saya si mama chari alias sepeda mama dengan dua boncengan


Sepeda-sepeda yang kena razia dan diangkut oleh petugas langsung dibawa ke tempat penyimpanan sepeda milik pemerintah daerah dan disimpan disana selama jangka waktu tertentu, biasanya sekitar 40-60 hari. Letak tempat penyimpanan ini biasanya ada di website milik pemerintah daerah sehingga orang yang sepedanya disapu bersih oleh petugas bisa langsung mengambil sepedanya kesana. Untuk mengambil sepeda itu, kita harus membawa surat registrasi bukti kepemilikan sepeda yang bisa diurus ketika kita membeli sepeda. Kalau kita lupa mengurus surat registrasi itu ya jangan harap deh sepeda kita kembali. Selain bukti kepemilikan, kita juga harus membawa uang untuk membayar denda yang berkisar antara 2500-3500 tergantung daerah masing. Kalau 100 yen saja bisa dapat satu buah burger, kebayang kan uang denda sebesar itu bisa untuk makan siang berapa kali ya heheheh...

Sepeda-sepeda yang tidak diambil oleh pemiliknya biasanya diapakan sih? Ada beberapa cara penanganan yang dilakukan oleh pemerintah tergantung daerahnya masing-masing. Ada yang diserahkan ke recycle shop atau bengkel sepeda untuk diambil onderdilnya saja, dan bila sepeda kita rusak, kita bisa datang ke tempat-tempat seperti itu untuk minta diganti dengan onderdil dari sepeda-sepeda hibah tersebut. Model yang begini biasanya menerapkan cara tertentu seperti, sepeda kita harus dibawa kesana, jadi kita tidak boleh minta onderdilnya saja untuk kita kerjakan sendiri di rumah. Selain itu ada pula yang diekspor ke luar negeri. Tampaknya Indonesia juga menjadi salah satu negara penerima sepeda-sepeda bekas ini kan, heheheh...

Buku Penghubung TK

Kemarin, setelah seharian berada di kampus, akhirnya saya tiba juga di rumah hampir pukul 8 malam. Saya lihat anak-anak sudah mandi dan hampir selesai makan. Saya segera menyiapkan makan malam saya dan makan dengan cepat karena segera ingin istirahat. Setelah makan selesai, saya segera memeriksa buku penghubung (renraku no-to) guru dan wali murid yang memang harus saya isi setiap hari sambil membaca komentar guru kelas tentang kegiatan mereka hari itu. Buku penghubung ini ada di semua sekolah baik TK (youchien) maupun di TK yang sekaligus merupakan tempat penitipan seperti tempat kedua anak saya bersekolah (hoikuen). Bentuknya bisa berbagai macam tergantung sekolahnya, tetapi di sekolah Banyu dan Wisang, bentuknya berupa buku dengan ukuran hampir sebesar kertas A4 bersampul karton tebal berwarna pink. 

Apa saja sih isi buku penghubung ini, pengen tau kan.... hehhehe...
Kita mulai dari sampulnya, di sampul buku penghubung biasanya tertulis nama anak dan tahun ajaran. Selain itu, ada beberapa stiker tertempel disana. Awalnya saya mengira itu hanya stiker biasa untuk menyenangkan anak-anak. Tetapi ternyata semua stiker yang tertempel di sampul itu ada artinya. Anak-anak kecil tentu saja banyak yang belum bisa membaca, apalagi menulis. Naaaah, stiker ini fungsinya untuk memudahkan anak-anak mengenali buku dan loker miliknya.

Misalnya di buku penghubung Banyu yang digunakan ketika ia masih usia 4 tahun di kelas langit di bawah ini. Di sampul buku ada 3 stiker yaitu 2 stiker besar bergambar awan warna biru, jerapah dan 1 stiker kecil bergambar kepiting merah. Stiker bergambar kepiting ini ditempel juga di loker untuk menaruh tas, kantong piama dan lain-lain, loker sepatu yang ada di luar, dan  gantungan lap tangan dan kaki, sehingga anak-anak tidak bingung mencari lokernya masing-masing, karena dengan melihat stiker mereka, mereka sudah langsung tahu itu milik mereka. Tentu saja masing-masing anak memiliki stiker yang berbeda agar tidak tertukar.

Stiker awan biru artinya Banyu ada di kelas Langit (Sora), yang digambarkan dengan birunya awan. Stiker jerapah menyatakan bahwa Banyu ada di kelompok anak-anak usia 4 tahun yang disebut kelompok Jerapah (kirin). Sebagai informasi anak-anak usia 3-5 tahun ada di kelas yang sama lalu dibedakan lagi menurut kelompok umurnya, usia 3 tahun nama kelompoknya adalah koguma (anak beruang), usia 4 tahun kelompok kirin (jerapah) dan usia 5 tahun kelompok zou (gajah). Di sekolah Banyu ada 3 kelas untuk anak-anak usia 3-5 tahun ini, Yaitu kelas sora (langit), umi (laut), dan kelas yama (gunung). Isi masing-masing kelas merupakan campuran usia 3-5 tahun ini, jadi agak berbeda dengan TK di Indonesia yang satu kelas biasanya berisi anak dengan usia yang sama.

Di kelas Banyu dan Wisang misalnya, komposisinya adalah 5 orang anak kelompok gajah, 7 orang anak kelompok jerapah, dan sisanya 8 orang adalah anak kelompok koguma (termasuk Wisang). Tadinya saya agak heran dengan komposisi satu kelas berbagai usia ini, tetapi ternyata ini dimaksudkan agar anak-anak bisa berinteraksi dengan anak yang lebih kecil maupun yang lebih besar. Anak yang lebih besar harus membantu dan  melindungi anak-anak yang lebih kecil. Anak-anak usia tertinggi juga bertanggung jawab lebih banyak daripada anak-anak yang lebih kecil. Misalnya bila musim panas tiba dan mereka hari itu berkegiatan di kolam renang, maka anak-anak kelompok gajah dari semua kelas bertugas membersihkan kolam renang mereka dengan sikat dan alat lain. Hal ini membuat anak-anak semakin memiliki rasa tanggung jawab dan saling melindungi. Bagus juga kan, heehehee.... Di balik sampul bagian dalam tertulis informasi mengenai alamat dan no telp orang tua yang bisa dihubungi sewaktu-waktu bila si anak tiba-tiba sakit atau mengalami kecelakaan di sekolah.

Buku Penghubung milik Banyu ketika masih
di Kelas Langit Kelompok Jerapah tahun  lalu.


Halaman pertama berisi semacam kalender yang berfungsi sebagai
absensi anak. Setiap pagi anak harus mencap di kolom tanggal hari itu.
Di bagian dalam buku penghubung terdapat semacam kalender bulanan yang sekaligus berfungsi sebagai absensi, anak harus mencap di tanggal hari itu dengan cap yang sudah disediakan. Biasanya cap ini ada berbagai macam, disesuaikan dengan bulan yang sedang berjalan. Misalnya, bulan desember seperti foto diatas, capnya bermotif santa atau snowman. Bulan April biasanya bergambar bunga sakura dan sebagainya. Kegiatan mencap ini menjadi suatu ritual yang menyenangkan bagi anak karena bisa memilih cap mana yang disukainya. Selain itu, karena meja tempat mencap ini kecil, semua anak harus antri. Tidak boleh memotong atau dorong-dorongan. Kalau ada anak yang tidak mau antri, anak yang lain biasanya mengingatkan dengan mengatakan "Antri dong, gak boleh motong begitu." Dan si anak biasanya menurut. Budaya antri yang sudah dibiasakan sejak kecil ini bisa gak ya ditiru di Indonesia, hehehhe....

Selain kalender, di musim panas, isi buku penghubung bertambah 1 lembar lagi, yaitu kolom ijin orang tua apakah hari itu anak boleh ikut kegiatan di kolam renang atau tidak. Setiap pagi orang tua harus memberi tanda lingkaran bila anak boleh masuk kolam renang dan tanda silang jika anak tidak diijinkan, biasanya karena alasan kesehatan. Kalau mama lupa memberi tanda, akan diartikan anak tidak mendapat ijin sehingga pada hari itu anak hanya boleh berkegiatan di kelas atau di halaman. 

Kolom ijin ikut kegiatan di kolam renang
Halaman utama tentu saja halaman yang berisi kolom yang ditulis oleh guru dan wali murid. Di kolom ini diisi juga pemberitahuan apakah hari itu ada pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan gigi, atau ukur tinggi badan dan sebagainya. Kegiatan memantau perkembangan anak ini memang dilakukan secara rutin sekian bulan sekali. Dokter akan datang kesana untuk memeriksa semua anak. Biasanya bila hari itu ada pemeriksaan kesehatan, anak-anak saya akan bilang "Ma, tadi Banyu dihalo-halo (dihalo-halo artinya diperiksa pakai stetoskop maksudnya hehehhee) sama sensei." Saya perhatikan, sejak ada pemeriksaan rutin di sekolah ini, anak-anak jadi tidak pernah takut berkunjung ke dokter anak. Tapi memang dokter anak disini menyenangkan sih, hehehhe... Tentang hal ini akan saya tulis di tulisan yang lain.

Cap di kolom kanan ketiga dari bawah adalah pemberitahuan
bahwa hari itu diadakan pengukuran tinggi dan berat badan
Di halaman utama ini, orang tua harus menulis si anak malam tidur jam berapa dan paginya bangun jam berapa. Selain itu juga harus diisi apakah anak BAB atau tidak, suhu tubuh, dan menu sarapan paginya. Jadi ketahuan nih kalau menunya tiap pagi sama melulu hehehehe... Hal ini untuk memantau kondisi anak di sekolah. Misalnya kalau anak itu tiba-tiba demam atau lemas, guru akan melihat di catatan itu apakah sebabnya mungkin si anak tidur terlalu malam atau tidak cukup sarapan.

Di halaman terakhir buku ini, ditempel kertas yang berisi kolom perkembangan tinggi dan berat badan anak selama setahun. Jadi kita bisa mengetahui selama setahun anak kita tambah tinggi atau tidak dan sebagainya. Saya pribadi lumayan terbantu karena saya termasuk orang yang kurang teliti dengan hal-hal kecil seperti itu. Hehehhee...

Ternyata tahun lalu, dalam setahun Banyu bertambah tinggi 6 cm,
tapi kok beratnya cuman nambah 2 kg yaaa... Hehhhe...