Aug 26, 2013

26 Agustus 2013

Sudah lama dan begitu banyak hal yang membuat saya ingin menulis tentang papa, mulai ketika saya pulang ke Jogja selama hampir 3 minggu pada bulan april-mei lalu, momen ulang tahun Wisang dan saya, maupun momen lain selalu menyadarkan saya akan begitu banyak kenangan dan keinginan untuk mengobrol dengan papa. Tetapi karena sering jadi terlalu emosional, akhirnya saya tidak mampu menuliskan satu kalimat pun karena sudah terguguk-guguk di depan komputer bahkan sebelum mulai menuliskannya.


26 Agustus 1948 - 26 Agustus 2013

In loving memory of our beloved papa in heaven.

Papa, selamat ulang tahun.

Kalau papa masih ada, hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 65 dan pagi-pagi tadi pasti kami sudah saling bertelepon, untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun. Salah satu warisan papa yang begitu lekat di keluarga kami adalah perayaan ulang tahun. Meski saya menggunakan kata perayaan, ulang tahun tidak selalu identik dengan pesta-pesta mewah di keluarga kami. Bahkan seingat saya kami tidak pernah berlebihan dalam merayakan ulang tahun. 

Hari ulang tahun di keluarga kami adalah hari spesial bagi kami semua, bukan hanya spesial bagi yang berulang tahun. Biasanya pagi-pagi buta, waktu mata masih susah dibuka, kedua orang tua saya sudah keluar dari kamarnya menuju kamar kami sambil menyanyikan lagu happy birthday lalu mulai nguyel-uyel yang berulang tahun dan menghujaninya dengan kecupan sayang. Ada suatu masa saya merasa jengkel sekali dengan tradisi ini. Kenapa sih kasih ucapan harus pagi-pagi waktu saya masih enak-enak tidur, pikir saya waktu itu.

Sejak saya bisa mengingat, waktu kami masih kecil, di tengah kesibukannya mama biasa membuat tumpeng dan segala teman-temannya ketika ada anggota keluarga yang berulang tahun. Biasanya saat papa istirahat makan siang dan pulang ke rumah, kami duduk mengitari meja makan menghadap tumpeng dan teman-temannya. Tidak mesti siang hari, kadang-kadang acara itu juga berlangsung saat makan malam. Biasanya papa lah yang memimpin doa, mendoakan yang berulang tahun dengan segala harapan yang baik-baik. Kadang-kadang mama menimpali juga dengan doa sambungan setelah papa selesai. Kalau papa yang berulang tahun, maka mama lah yang akan memimpin doa. Satu hal yang masih saya ingat sampai sekarang, mama selalu tiba-tiba menangis karena terlalu emosional di tengah-tengah doanya. Waktu itu saya belum mengerti kenapa mama selalu jadi agak tersedu-sedu begitu karena waktu itu tampaknya saya konsentrasi penuh pada ayam goreng, puding, atau bahkan kue taart yang ada di meja makan, sambil memikirkan strategi bagaimana urutan makan yang paling menarik (tentu saja saya selalu ingin makan puding atau kue lebih dahulu meskipun itu mustahil! Hehehhee) Sampai sekarang saya tidak pernah tahu mengapa mama begitu emosional, mungkin di tengah-tengah doanya ia teringat perjuangan mereka berdua dalam berumah tangga dengan 4 anak yang bandel-bandel ini.

Kalau tidak makan tumpeng sekeluarga, kadang-kadang orang tua saya mengadakan acara ulang tahun kecil-kecilan untuk kami dengan mengundang tetangga kiri kanan atau teman-teman kami. Tetapi seingat saya, itu hanya ketika kami masih kecil sekali. Menginjak usia SD saya tidak ingat pernah membuat acara ulang tahun lagi dengan mengundang teman. Beberapa kali rasanya kami mengadakan acara ulang tahun di sekolah bersama teman-teman sekelas. 

Menginjak SMP papa biasanya memberi sedikit lebih uang saku hari itu untuk sekedar mentraktir teman-teman makan bakso. Di rumah tradisi makan bersama masih tetap berlangsung diselingi dengan makan sekeluarga di restoran favorit keluarga. Tentu saja tradisi menyanyi dan nguyel-uyel si ultah pagi-pagi juga terus berjalan. Saya ingat, semasa SMP banyak teman-teman saya yang mengadakan pesta ulang tahun di rumah pada malam hari dengan dengan acara disko (hahahhah tahun 80-an rasanya semua anak kenal disko deh!). Saya atau adik perempuan saya selalu diantar papa, ditinggal, dan papa akan datang lagi ketika acara hampir berakhir. 

Waktu SMA sampai kuliah, karena sudah tidak tinggal dengan orang tua, setiap ulang tahun (lagi-lagi) pagi-pagi buta papa sudah menelepon. Ketika papa sudah pindah ke Cilegon, tak jarang papa menyempatkan pulang ke Jogja untuk sekedar makan bareng merayakan ulang tahun kami. Sejak itu rasanya tradisi tumpengan sudah mulai jarang, biasanya kami makan bersama sekeluarga di restoran. Kadang-kadang tidak sekeluarga saja, tetapi kami mengundang bude-bude, pakde-pakde, sepupu-sepupu untuk makan bersama di restoran yang sudah dipilih. 

Setelah kami tinggal terpisah-pisah, biasanya papa paling dulu sms untuk mengingatkan bahwa ada salah satu anggota keluarga kami yang berulang tahun. "Ik, hari ini Ova ulang tahun lho, dah telepon?" Biasanya begitu isi sms nya. Pernah saya berpikir, aduuuuh mana mungkin saya lupa ulang tahun anggota keluarga kami, kenapa sih papa repot-repot mengingatkan. Tetapi kini ini saya mengerti, itulah cinta kasih orang tua kepada anaknya. Setua apa pun, anak tetap anak. Orang tua tetap orang tua  yang merasa perlu mengingatkan kami anaknya.

Meskipun tidak harus, kami biasanya menyiapkan kado untuk yang berulang tahun. Kado ulang tahun untuk papa yang sangat berkesan bagi saya adalah sebuah tulisan yang dipigura berwarna biru muda. Saya dan adik perempuan saya yang memilihnya. Meskipun papa tidak pernah bercerita kepada kami, kami tahu tahun itu adalah tahun yang berat bagi papa. Kami memilih tulisan itu untuk saling berbagi kekuatan dan saling menguatkan. Sampai sekarang tulisan berpigura itu masih tergantung manis di rumah mama, dan sampai sekarang pun saya selalu merasa ada yang mengganjal di tenggorokan lalu  memecahkan waduk air mata ketika membaca tulisan itu.

Papa, terima kasih sudah mengajarkan betapa ulang tahun adalah sesuatu yang spesial di dalam hidup. Ulang tahun adalah penanda bahwa kita harus berhati-hati menjalani hidup. Harus banyak berbagi kepada saudara dan teman-teman. Terima kasih juga sudah datang ke dalam mimpi pada hari ulang tahunku seminggu yang lalu. Dalam mimpi itu tidak seperti biasanya, meski sekuat tenaga saya berusaha, saya tidak bisa melihat wajah papa,  bagi saya yang tampak hanya sepatu. Ya sepatu! Tetapi saya tahu pasti itu sepatu papa yang saya lihat.

Tenang dan damai di surga ya Pa.
Peluk paling hangat dari Ika, Nina, Tommy, Ova

-------
side bar

Seperti yang sudah saya duga, saya tidak bisa menulis tentang papa tanpa merasa sangat emosional. Terus meneteskan air mata, terus merasa kangen sambil terus menulis sampai tanpa saya sadari mata saya sudah begitu bengkak karena terlalu banyak air mata yang menetes dari situ. Di hari papa meninggal, saya pernah berkata kepada seorang sahabat, ditinggal orang tua itu rasanya seperti kehilangan belahan jiwa. Sakitnya tidak tertahankan dan tidak berkurang meski hampir 3 tahun berlalu.



Jun 18, 2013

SD di Jepang: Mengeksplorasi Lingkungan Sekitar 町探検

Pengarahan di halaman sekolah sebelum berangkat

Di SD tempat Banyu sekolah terdapat berbagai macam kegiatan, baik yang melibatkan orang tua murid atau tidak. Salah satu kegiatan yang melibatkan orang tua murid sebagai tenaga sukarelawan adalah kegiatan mengeksplorasi lingkungan sekitar, yang dalam bahasa Jepang disebut dengan Machi Tanken (町探検). Seperti yang sudah pernah saya tulis di di sini, bila belajar di sd negeri maka sekolah yang harus dimasuki si anak sudah ditentukan oleh pemerintah daerah, yaitu sekolah di rayon terdekat dengan tempat tinggal yang terdaftar di registrasi pemerintah. Oleh karena itu anak biasanya sangat mengenal lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya. Untuk lebih mengenal daerah tempat tinggal dan sekitar sekolah, murid-murid kelas 2 diajak untuk "jalan-jalan" bersama melewati rute yang telah ditentukan. 

Wali kelas sedang menerangkan tempat yang dilewati
Oh ya, waktu Banyu kelas 1, kegiatan eksplorasi lingkungan sekitar ini disebut Kouen Tanken (公園探検)yang berarti mengeksplorasi taman (dekat sekolah dan tempat tinggal). Saya masih ingat, pada hari H, Banyu dan teman-temannya harus membawa kotak serangga untuk membawa pulang serangga atau daun-daun dan benda lain yang dianggap menarik untuk dibawa pulang. Tahun ini tampaknya tidak ada keharusan membawa kotak serangga, tetapi seperti biasa ketika kegiatan ini selesai semua murid harus menulis kesan dan hal baru yang ditemukan dari hasil pengamatan selama perjalanan.

Siap berangkat!
Kira-kira satu bulan sebelum kegiatan ini dimulai kami para orang tua murid menerima surat yang berisi tawaran untuk menjadi tenaga sukarela untuk membantu kegiatan ini. Tahun lalu pun saya menerima surat yang sama, hanya saja karena kesibukan saya tidak bisa mengikutinya. Tahun ini selain karena memang saya ada sedikit waktu luang, saya juga ingin tahu seperti apakah rasanya membawa lebih dari 100 anak jalan-jalan dan juga tentu saja ingin tahu apa yang mereka lakukan. Setelah saya mengisi formulir kesediaan menjadi tenaga sukarela tersebut, saya lalu menerima peta yang berisi rute perjalanan dan apa saja yang harus kami persiapkan.


Bermain di taman sambil beristirahat
Tenaga sukarelawan harus berkumpul pukul 10.35 pagi di sekolah karena kegiatan ini akan dimulai pada pukul 10.45 dan berakhir pukul 12 siang. Begitu tiba di tempat yang telah ditentukan, guru kelas membagi bendera berwarna kuning yang digunakan untuk menyetop lalu lintas ketika anak-anak menyeberang. Memang, salah satu tugas kami adalah membantu mengatur lalu lintas di zebra cross. Setelah itu kami langsung berangkat sesuai rute masing-masing. Murid kelas 2 yang terdiri dari 110 anak dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok memiliki rute yang berbeda. Masing-masing kelompok dipandu oleh satu orang guru yang berjalan paling depan, diikuti oleh murid-murid yang berbaris berdua-dua sambil bergandengan tangan. Para sukarelawan berjalan di antara barisan murid-murid, ada yang di depan, di tengah, dan di belakang. Kami mengikuti kelompok murid dimana anak kami berada, sehingga kami memiliki rute yang sama.

Bendera untuk mengatur lalu lintas 

Keluar dari pintu belakang sekolah, kami terus berjalan menuju tempat yang telah ditentukan, di antara perjalanan sepanjang 1 jam 15 menit itu ada 3 kali istirahat minum dan 1 kali mampir untuk bermain di taman selama 10 menit. Selama perjalanan, guru berkali-kali menjelaskan kami sudah melewati apa saja, kantor, gedung TK, sekelompok apartemen dan sebagainya. Ketika sedang berjalan, guru melarang keras anak-anak untuk minum karena resiko tersedak. Minum hanya diperbolehkan saat istirahat di tempat yang telah ditentukan. Setiap kali istirahat, murid-murid langsung duduk rapi di tanah/jalan dengan posisi sama, yaitu kedua kaki dilipat dan tangan ditangkupkan di lutut mereka. Posisi duduk ini disebut Yama Suwari yang berarti duduk dengan posisi membentuk gunung.

Berkunjung ke salah satu kantor dinas sosial dan kesehatan

Di tengah panas terik dan kelembaban tinggi, anak-anak tetap bersemangat berjalan kaki melewati taman, jinja, apartemen, kantor balai kota, mall dan sebagainya. Ketika tiba di sekolah kembali pukul 12 siang, keringat sudah bercucuran di dahi mereka, tetapi tidak ada satu pun anak yang mengeluh, apalagi menangis.

Minasan, otsukare sama deshita! Yoku ganbarimashita!!


SD di Jepang: Pertandingan Olahraga Undoukai 運動会




Lapangan tempat diadakannya lomba olah raga

Akhir bulan Mei adalah jadwal tahunan hari pertandingan olahraga di SD Banyu. Dalam bahasa Jepang acara ini disebut Undoukai (運動会). Pertandingan yang diadakan pada musim semi ini termasuk event tahunan besar, bahkan mungkin boleh dikatakan yang terbesar, sejajar dengan event pagelaran musik dan kesenian yang biasanya diadakan pada musim gugur.

Para murid SD sudah berlatih jauh-jauh hari untuk memenangkan mata lomba yang diadakan pada hari pertandingan. Biasanya latihan sudah dimulai sekitar sebulan sebelumnya. Meskipun namanya pertandingan olahraga, tetapi program acaranya tidak melulu olahraga saja, tetapi setiap kelas juga menampilkan tarian kolosal, dan khusus murid kelas 6 selalu menampilkan semacam akrobat di puncak acara.

Pertunjukan akrobatik murid kelas 6

Sama seperti tahun lalu, tahun ini Banyu dan teman-temannya juga sibuk mengikuti latihan yang diadakan hampir setiap hari. Berbeda dengan class-meeting yaitu pertandingan olahraga antar kelas di sekolah yang pernah saya ikuti dahulu, undoukai di Jepang tidak mempertandingkan mata lomba antar kelas, melainkan antara 2 tim, yaitu tim merah (Akagumi-赤組)dan tim putih (Shirogumi-白組). Setiap kelas membagi muridnya menjadi dua tim yaitu tim merah dan tim putih, sehingga hanya ada dua tim yang masing-masing beranggotakan murid kelas 1 sampai kelas 6. Meskipun dalam satu tim terdiri dari murid kelas 1 sampai 6, tetapi mata lomba disesuaikan dengan kemampuan masing2 tingkat kelasnya, sedangkan nilai akhir adalah nilai total dari semua mata lomba yang dipertandingkan tersebut. Masing-masing tim memiliki ketua tim yang disebut Danchou yang bertugas memberi aba-aba kepada anggota timnya serta tim khusus pemberi semangat semacam tim cheersleader.

Tim Merah dan Tim Putih 
Setiap angkatan mulai dari kelas 1 sampai kelas 5 menampilkan tari-tarian dan murid kelas 6 menampilkan akrobat sebagai pertunjukan perpisahan karena mereka akan lulus pada tahun itu sehingga pertandingan olahraga ini adalah parstisipasi mereka yang terakhir. Untuk mata lomba berkelompok, murid kelas 1 berlomba memasukkan bola-bola kecil ke dalam keranjang, murid kelas 2 menggulingkan bola raksasa, sedangkan murid kelas 3 lomba tarik tambang. Untuk kelas yang lebih tinggi tingkat kesulitan mata lombanya sedikit lebih sulit, misalnya kelas 5 lomba mengambil topi milik tim lawan. Masing-masing tim membentuk grup-grup kecil yang terdiri dari 3 orang anak. Dua orang anak menggendong satu anak dengan keempat lengan mereka, dan anak yang ada di gendongan itulah yang harus mengambil topi milik lawan sekaligus menghindari topi miliknya diambil lawan. Ini adalah mata lomba favorit saya hehehhe... Mata lomba untuk murid kelas 6 disebut mukade kyousou, mukade artinya kaki seribu, sedangkan kyousou berarti perlombaan. Permainan ini sebenarnya mirip dengan yang ada di Indonesia, lomba jalan memakai teklek raksasa, tetapi di sini digunakan tali sebagai ganti teklek tersebut. Tali itu diikat di kaki kiri dan kanan. Satu tim terdiri dari 4 orang yang berusaha menyelaraskan gerakan kaki dan kanan agar tidak terjatuh. Untuk lomba olah raga, ada lomba lari mulai dari lari jarak pendek 50 meter untuk kelas 1 dan 2, lari jarak 80 meter untuk kelas 3 dan 4, lari 100 meter untuk kelas 5 dan 6, sampai lari estafet yang diikuti semua wakil murid kelas 1 sampai 6.

Mukade Kyousou

Saya selalu terkesan dengan kerapian dan kecermatan sekolah mengorganisir setiap acara yang diadakan termasuk acara lomba olahraga ini. Tenda-tenda untuk tamu kehormatan (pemuka lingkungan sekitar dan beberapa kelompok masyarakat) didirikan bersama-sama oleh guru dan murid-murid kelas 5 dan 6. Begitu juga bendera-bendera kecil yang digantung di tali-tali sepanjang lapangan. Orang tua murid dan penonton dipersilahkan membawa tikar sendiri untuk duduk di lapangan sambil menonton pertandingan dan makan siang pada waktunya. Agar bisa duduk di bawah pohon sakura yang rindang, kami (dan orang tua murid lain) sudah datang pukul 7 pagi berebut tempat yang dianggap nyaman. Setelah menggelar tikar biasanya kami pulang lagi ke rumah dan baru kembali ke sana pada ketika upacara pembukaan dimulai sekitar setengah 9.


Bangku tempat duduk untuk murid-murid diatur rapi sesuai kelasnya di pinggir lapangan, dan dibatasi dengan tali selebar 1 meter untuk membedakan tempat duduk murid dan penonton. Penonton termasuk orang tua dilarang masuk ke area tempat duduk murid begitu juga sebaliknya. Selama pertandingan berlangsung semua murid tetap duduk rapi jali di tempatnya sambil meneriakkan yel-yel pemberi semangat kepada tim mereka. Tentu saja tempat duduk ini pun dibagi dua bagian, yaitu tempat duduk tim merah dan tim putih. Karena hari itu agak panas, meski tidak sepanas tahun lalu, murid-murid diminta membawa handuk yang bisa ditaruh di kepala untuk menghindari panasnya matahari. Kadang-kadang saya mendengar pengumuman "Orang tua si A harap datang ke ruang UKS karena anaknya kurang sehat." Rupanya ada beberapa anak yang pingsan karena tidak kuat kepanasan.

Pertandingan ini diadakan mulai pukul 8:30 sampai 14:45 diselingi istirahat makan siang selama 45 menit mulai pukul 12 siang. Selama jam makan siang, murid-murid kembali ke tempat duduk orang tua dan makan bersama keluarganya masing-masing sambil dihibur grup drumband sekolah yang berseragam oranye terang.

Oh ya, selain murid-murid kelas 1 sampai 6, ada juga mata lomba untuk anak yang akan masuk SD tahun depan alias murid TK yang tinggal di daerah sekitar. Beberapa minggu sebelumnya, saya pun mendapat undangan yang ditujukan untuk Wisanggeni karena Wisang akan masuk kelas 1 tahun depan. Mata lomba untuk anak-anak TK itu sederhana sekali, hanya lomba lari sambil melompati semacam hulahop raksasa, dan di garis finish murid-murid kelas 6 siap dengan hadiah untuk dibagikan kepada mereka (isinya kertas warna untuk origami heheheh). Lomba-lomba itu diselingi juga dengan lomba tarik tambang antar guru dan orang tua murid.

Papan Nilai

Tahun ini pemenangnya adalah tim merah dengan beda nilai hanya 2 poin, tetapi semua murid sudah bertanding dengan sportif dan gembira sehingga tim putih yang kalah pun memberikan tepuk tangan keras-keras untuk tim merah atas kerja keras mereka.

Otsukaresama Banyu!!!

May 28, 2013

Kencan Kecil Dengan Banyu





Hari senin tanggal 27 Mei yang lalu, Banyu libur. Libur ini adalah libur pengganti hari sabtu lalu yang dipakai untuk perlombaan olahraga antar kelas di sekolahnya. Karena kebetulan hari itu saya juga tidak ada kegiatan, setelah menyelesaikan segala pekerjaan rumah, kami bersepeda menuju stasiun terdekat dari rumah kami. Tujuannya kemana lagi kalau bukan ke toko es krim langganan kami. Sudah lama Banyu minta ditraktir makan es krim di sana. Maka semangatlah kami mengayuh sepeda kami masing-masing menuju ke toko itu. 

Saya sengaja tidak mengajak Wisang supaya bisa ngobrol berdua saja dengan anak perempuan saya ini, hehehhe... Saya sudah sering pergi ke toko es krim ini, baik sendiri maupun bersama anak-anak, tetapi baru kali ini saya memperhatikan interior bagian dalamnya yang baru saja direnovasi. Menurut saya ruang dalam toko ini sangat ramah bagi orang tua yang mengajak anak-anak.

Anak-anak bisa membaca atau bermain di sini
Selain kursi dan meja kecil biasa, di situ juga disediakan meja dengan pojok yang dipenuhi buku cerita dan mainan-mainan sederhana seperti blok, puzzle dan lain-lain. Selain itu di atas meja juga terdapat televisi layar datar berukuran besar yang selalu menayangkan film-film disney yang membuat orang betah berlama-lama duduk di sana. Sehingga meskipun kami sudah selesai makan, Banyu masih asyik membaca buku dan saya pun bisa membaca buku yang sengaja saya bawa dari rumah.

Oh ya, ngomong-ngomong Banyu ke sana naik sepeda barunya lho, hehehhe....

Sepedaku baru lhoo....

SD di Jepang: Menyambut Murid Baru

Tahun ajaran baru di Jepang dimulai pada bulan April setiap tahun. Pada bulan April itu karyawan/wati baru dan siswa baru serentak masuk ke lingkungan baru mereka masing-masing. Di dalam kereta saya sering sekali menjumpai karyawan baru menuju ke tempat kerjanya. Relatif tidak sulit membedakan mana karyawan baru dan mana yang lama. Di sini seperti ada aturan tidak tertulis bahwa karyawan baru mengenakan setelan jas/blazer hitam yang tampak baru dengan kemeja putih di dalamnya. Bukan hanya pakaian saja, bahkan sampai tas dan sepatu pun berbentuk sama. Gaya busana seperti ini sudah mulai dipakai sejak mereka masih dalam proses mencari pekerjaan yang biasa dilakukan beberapa bulan sebelumnya.

Para siswa/i baru pun pada bulan April tampil tidak kalah "baru" daripada para karyawan tersebut. Yang paling menyolok adalah ransel-ransel mengkilat seperti ini yang tentu saja masih bau toko hehehehe.... Setelah upacara penerimaan siswa baru selesai, mulai minggu berikutnya, para murid baru mulai belajar seperti biasa. Para murid kelas satu ini masing-masing mempunyai partner yang sudah ditunjuk oleh wali kelas mereka. Partner yang merupakan murid kelas 6 ini bertugas membantu agar para murid baru itu lekas terbiasa dengan kehidupan di SD. Waktu Banyu duduk di kelas 1 dulu, dia sering bercerita bahwa setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, partner kelas 6 nya selalu datang ke kelas, untuk sekedar mengajak ngobrol, melipat origami, ataupun menyanyi bersama. Selain itu, pada saat istirahat pergantian jam pelajaran, partnernya juga selalu datang untuk kembali mengajak bermain. Kadang-kadang Banyu menerima surat yang ditulis oleh partnernya itu, di hari natal, hari anak perempuan atau hari-hari perayaan lain, si partner juga selalu mengirim kartu buatan sendiri bertuliskan kata-kata yang kadang-kadang membuat saya terharu. Hal itu berlangsung terus selama 1 tahun, dan tentu saja selama itu pula Banyu juga selalu menulis surat dan membuat kartu untuk partnernya tersebut.


Beberapa kartu dari murid kelas 2 dan kelas 6 yang diterima Banyu tahun lalu

Selain partner dari kelas 6, para murid baru juga memiliki partner dari kelas 2 yang bertugas memperkenalkan lingkungan sekolah dan sebagainya. Partner dari kelas 2 ini pun sering datang untuk bermain bersama dan mengirim berbagai kartu buatannya sendiri untuk Banyu. Waktu Banyu naik ke kelas 2, ia pun memiliki partner dari kelas 1 yang sudah ditetapkan oleh wali kelasnya. Suatu hari di minggu ketiga bulan April, tepatnya pada tanggal 19, ia dan semua teman-temannya yang duduk di kelas 2 bertugas memperkenalkan lingkungan sekolah kepada masing-masing partner mereka dari kelas satu. Selain sudah menunjuk dan menentukan setiap pasangan mereka, wali kelas juga menetapkan rute yang harus dilewati. Bahkan saya dengar mereka sudah berlatih, semacam gladi resik (tanpa anak kelas 1) untuk acara hari itu.


Kertas panduan bagi anak kelas 2 yang berisi nama mereka,
nama partner kelas 1 dan rute yang harus dilewati

Ketika hari yang ditetapkan tiba, para murid kelas 2 datang ke ruang kelas 1, mengucapkan salam ke wali kelas 1 lalu menjemput partner kelas 1 nya. Setelah itu mereka berdua berjalan keluar menuju tempat yang sudah ditetapkan seperti ruang UKS, ruang komputer, ruang kepala sekolah, ruang dapur, perpustakaan dan sebagainya. Sambil berjalan bergandengan tangan ke sana, murid kelas 2 menjelaskan tempat apa yang mereka kunjungi dengan suara rendah agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas lain.

Selain untuk membantu agar murid baru cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberi tanggung jawab kepada murid yang lebih besar kepada murid yang lebih kecil. Para murid yang baru saja naik kelas dua diberi kesadaran bahwa kini mereka sudah jadi kakak-kakak yang bertanggung jawab terhadap adik-adik di kelas 1. Sedangkan murid kelas 6 semakin menyadari bahwa sebagai murid di kelas yang paling tinggi, mereka bertanggung jawab melindungi dan membuat adik-adik kelasnya nyaman dan secepat mungkin beradaptasi dengan lingkungan baru.

Suatu program dari murid untuk murid itu sendiri!






May 23, 2013

Ikan Mas dari Ryogo






Wisanggeni (dan saya) punya hobi baru. Kami sekarang punya dua ekor ikan mas yang kami letakkan di atas rak persis di depan pintu masuk rumah kami. Minggu lalu ketika saya dan Wisang mampir ke rumah K san, ibunya tiba-tiba menawari Wisang apa mau memelihara dua ekor ikan mas. Putra tertua ibu K yaitu Ryogo yang sekarang sudah duduk di SD kelas satu memang dulu akrab sekali dengan Wisang ketika masih sama-sama di TK penitipan. 

Tadinya saya ragu-ragu karena kami sudah beberapa kali memelihara ikan mas setiap musim panas tetapi selalu mati. Setiap musim panas di mana-mana selalu diadakan festival tari Bon (Bon Odori), tidak terkecuali di daerah dekat kami tinggal. Festival ini biasanya diadakan di taman, lapangan atau halaman jinja. Selain mengadakan tari-tarian, biasanya di festival itu banyak orang jualan, mulai dari mi goreng, sate ayam sampai mainan anak-anak. Salah satu stand favorite anak-anak adalah stand kingyo sukui (menyendok ikan mas). Dengan membayar 200 yen anak-anak bisa menyendok ikan mas sebanyak-banyaknya menggunakan semacam jaring yang diberikan oleh penjaga stand. Yang menarik adalah jaring ini bukan jaring biasa, tetapi terbuat dari kertas sehingga gampang robek di dalam air kalau tidak pintar-pintar menggunakannya. Kalau sudah robek artinya permainan sudah selesai, kalau menginginkan jaring yang baru harus membayar 200 yen lagi. Anak yang pintar bisa dapat sampai 10 ekor ikan mas tanpa merobekkan jaring. 

Kingyo Sukui
Lihat jaring kami sudah robek! Hahhahaa


Jadi setiap musim panas kami selalu menenteng beberapa ekor ikan untuk dipelihara di rumah. Biasanya ikan itu akan mati dalam 2 atau 3 hari, mungkin karena kami tidak serius memelihara ikan itu, jadi kali ini pun saya pesimis ketika ibu K menawarkan ikannya untuk kami bawa. Tetapi Wisang tampaknya ingin sekali menerima ikan itu, jadi saya menerimanya disertai sedikit makanan ikan untuk dibawa pulang. Ibu K berpesan agar  ketika mengganti airnya, jangan langsung menggunakan air ledeng tetapi menggunakan air ledeng yang minimal sudah didiamkan semalam atau lebih.

Tentengan berisi ikan mas dari festival musim panas

Karena tidak yakin ikan itu akan hidup lama, awalnya saya hanya memindah ikan itu ke dalam ember dan saya taruh di luar rumah kami. Setiap hari saya dan Wisang mengganti air dan memberi makan ikan itu. Hampir dua minggu berlalu, mereka tidak mati bahkan semakin besar. Waaaah senangnya Wisang! Karena kasihan, saya lalu mengusulkan kepada Wisang untuk memindah ikan itu ke dalam kotak untuk memelihara serangga yang biasa dipakai untuk memelihara berbagai macam serangga kesukaan Wisang. Kami lalu memindahkan ikan-ikan itu dan memasukkan berbagai macam kelereng supaya rumah baru ikan itu tampak sedikit ramai. Tampaknya ikan-ikan itu pun senang berada di rumah barunya. Setiap hari saya lihat mereka berenang ke sana kemari dengan lincahnya. 

Tadi pagi saya bertemu dengan ibu K ketika mengantar Wisang. "Bagaimana ikannya? Sudah mati semua?" Hahhahaa saya tertawa mendengar pertanyaannya. Ketika ia mendengar bahwa dua ekor ikan yang kami terima waktu itu masih lincah-lincah saja, dengan herannya ia lalu menambahkan "Dari 10 ikan yang kami tangkap di sungai waktu itu, sekarang hanya tinggal satu ekor yang hidup, jadi saya kira ikannya Wisang juga sudah mati!" Hahahhaa.... 

Wisang dan saya sekarang punya kegiatan baru, setiap pagi kami mengganti air dan memberi makan ikan-ikan itu. Kadang-kadang Wisang mengajak bicara ikan-ikan itu kalau mau pergi "Sudah ya ikan Wisang pergi dulu." Hahahah.... 

Tadi pagi kami sibuk mencari dua nama buat ikan-ikan itu, apa ya nama yang lucu.....

Wisanggeni potong rambut


Wisang waktu dipotong rambutnya

Pertengahan bulan April lalu sampai sekitar awal bulan Mei, kami pulang ke Jogja. Sebelum berangkat saya sudah berjanji kepada Wisang untuk memotong rambutnya di Jogja. Rambut Wisang memang sudah sekitar satu setengah tahun tidak pernah saya potong, sehingga memanjang sampai ke pundaknya aka gondrong. Saya suka sekali melihat Wisang gondrong, tidak ada alasan khusus sih, cuma lucu aja hehehhe... Kebetulan di sini tidak ada peraturan anak laki-laki harus berambut pendek, jadi ini kali kedua saya sengaja memanjangkan rambut Wisang. Sayangnya karena Wisang berwajah mungil, setiap dia gondrong hampir semua orang yang yang tidak mengenalnya, seperti mbak-mbak penjaga toko, atau mas-mas petugas taman hiburan selalu menyapa dia dengan panggilan "mbak" karena mengira Wisang seorang anak perempuan. Awalnya dia cuek, lama-lama dia risih juga tampaknya dengan panggilan itu. Dia selalu bilang kepada lawan bicara yang memanggilnya "mbak" itu dengan kalimat "Ore wa otoko dayo!" yang artinya "Aku ini laki-laki lho" dan terperangahlah si lawan bicara mendapati Wisang ternyata bukan anak perempuan seperti yang mereka sangka. Hal ini berlaku di Jepang maupun di Indonesia. Meskipun dia sudah memakai pakaian laki-laki, kaos ultraman dan sebagainya, tidak jarang mereka tetap mengira Wisang anak perempuan. 

Banyu, Wisanggeni, Papa Prima sebelum potong rambut

Akhirnya mungkin karena sebal, lama-lama dia minta potong rambut dan saya janjikan nanti kita akan potong rambut di Jogja ya. Beberapa hari sebelum kembali ke Tokyo, kami mengajak Wisang ke pangkas rambut yang ada di sekitar jalan Gunung Ketur. Karena penuh, kami harus menunggu sebentar, ketika tiba gilirannya, mas-mas kapster bertanya kepada saya "Siapa yang mau potong bu?" Ketika saya menunjuk Wisang yang duduk di sebelah saya, dengan wajah terkejut dia berkata "Haaa, perempuan???" Mungkin dia heran kenapa anak perempuan bukannya diajak potong ke salon tapi ke pangkas rambut khusus laki-laki. Saya bilang "Bukan mas, ini anak laki-laki kok," dan meledaklah tawa kami semua.


Keliatan bandelnya sekarang!

Wisang tampaknya sangat excited dipotong rambutnya, saya perhatikan ia lama-lama melihat kaca, memandangi perubahan wajahnya dari berambut gondrong berubah ke rambut cepak. Ketika sudah selesai dia tampak sedikit heran memandangi anak laki-laki yang ada di depan kaca, karena wajah manisnya berubah menjadi wajah seorang anak laki-laki yang (tampaknya) bandeeeeel, hehehehe... Sayalah yang paling sedih, karena saya suka sekali Wisang dengan rambut gondrongnya. Tapi gak apa-apa deh, kapan-kapan kita gondrongin lagi ya Wis!!

Sekolah di Jepang: Pak Bon

Kemarin waktu saya menjemput Wisanggeni ke sekolahnya, saya melihat para bapak ibu guru bercelemek sedang menyikat kamar mandi, menyedot ruang kelas dengan vacuum cleaner, menyapu halaman dan sebagainya. Sebetulnya ini pemandangan yang sudah sering saya lihat tapi entah mengapa pemandangan kemarin tiba-tiba mengingatkan saya pada para penjaga sekolah alias Pak Bon di sekolah-sekolah Indonesia. Di sekolah Indonesia biasanya tugas bersih-bersih yang menyeluruh dilakukan oleh penjaga sekolah, pak bon, staf cleaning service atau apapun namanya. Anak-anak mungkin dilibatkan untuk menjaga kebersihan sekolah dengan menyapu kelas setiap hari, tetapi tugas menyapu halaman, mengepel semua ruangan termasuk ruang olah raga pasti tidak dilakukan oleh guru-guru.

Karena kesibukan saya banyak yang dimulai siang sampai malam hari, saya jarang menjemput anak-anak. Tugas menjemput biasanya dilakukan suami saya, sebaliknya saya yg bertugas mengantar setiap pagi. Tetapi karena kemarin adalah jadwal kunjungan rutin guru ke rumah kami, saya sengaja meliburkan diri karena Wisang harus dijemput pukul 3 sore (biasanya Wisang dijemput suami saya pukul setengah enam sore). Kunjungan rutin ini biasanya dilakukan oleh dua orang wali kelas setahun sekali pada bulan Mei. Rupanya pukul 3 sore adalah waktu para guru menyapu dan mengepel ruang kelas, membersihkan toilet dan lain-lain.

Begitu saya tiba di pintu depan sekolah Wisang pukul 3 lewat sedikit, Wisang muncul dari dalam sambil  menggotong kursinya ke arah ruang makan. Rupanya mereka sedang bersiap-siap makan snack sore, dan Wisang bertanya kepada saya apakah dia boleh makan snack dulu baru pulang atau tidak. Karena saya pikir masih banyak waktu sebab kunjungan guru dijadwalkan pada pukul setengah lima sore, maka saya mengizinkan dia untuk makan snacknya sebelum pulang. Sambil menunggu Wisang saya pergi ke kelasnya dan langsung menuju lokernya untuk mengambil tas Wisang. Di situ saya seorang wali kelasnya yaitu Ibu Y menyapa saya dengan wajah sumringah "Selamat sore ibu, pasti capek ya sudah beraktivitas seharian." Ibu Y mengenakan celemek dan sibuk menyedot seluruh ruangan menggunakan vacuum cleaner. Ada juga guru lain di situ yang tentu saja dengan ramahnya menyapa saya, guru itu pun sedang memegang sulak membersihkan alat-alat di ruangan itu. Setelah basa basi sebentar saya menuju ke loker Wisang. Keluar dari kelas saya berpapasan dengan wali kelas lain yaitu Bapak K yang sibuk memegang sikat panjang dengan celana dan lengan baju tergulung ke atas. Rupanya Bapak K sedang menyikat toilet anak-anak.

Di lain hari, pada pukul 6 sore saya juga sering melihat para guru menyapu halaman dengan sapu lidi, mengepel dan menyiram jalan di depan sekolah supaya tidak berdebu. Pada musim dingin ketika salju turun dengan lebatnya, bapak ibu guru, bahkan kepala sekolah pun turun ke jalan membersihkan salju yang menutupi jalan dengan sekop atau menyiramnya dengan air panas yang direbus di dapur sekolah. Semua mereka lakukan sendiri. Tidak ada penjaga sekolah, pak bon, apalagi staf cleaning service yang harus membersihkan sekolah setelah jam pelajaran usai. Anak-anak tentu saja juga dilibatkan dalam kegiatan menjaga kebersihan sekolah, tetapi pada dasarnya tugas bersih-bersih yang utama dilakukan bergiliran oleh para staf pengajar sekolah itu sendiri.

Hal ini juga berlaku sama di sekolah dasar. SD T dimana anak saya duduk di kelas dua ini tidak memiliki penjaga sekolah maupun staf bersih-bersih. Setiap hari anak-anak secara bergiliran bertugas menyapu, mengepel dan membersihkan ruang kelas bahkan toilet. Menyapu halaman dan jalan depan sekolah adalah tugas para guru. Setiap pagi, para guru bercelemek menyapu halaman sekolah, selain itu beberapa orang guru yang bertugas setiap pagi berdiri di gerbang sekolah untuk menyambut anak-anak yang datang berjalan kaki berombongan. Para guru dengan semangat mengucapkan "Selamat pagi!" dan para murid tentu saja dengan lebih semangat menjawab salam tersebut. 

Bila tidak ada acara khusus di sekolah, para guru TK maupun SD biasanya kebanyakan berbaju olah  raga atau minimal mengenakan pakaian yang mudah digunakan untuk bergerak. Guru-guru TK biasanya bercelemek di atas celana pendek dan kaosnya. Mereka selalu mengutamakan kemudahan bergerak daripada penampilan. Apabila ada acara khusus yang melibatkan orang tua murid atau acara tertentu barulah mereka mengenakan blazer atau jas. Jadi jangan membayangkan para guru itu menyapu menggunakan setelan safari apalagi jas lengkap berdasi!

Memang tidak bisa dipungkiri membayar staf khusus hanya untuk bersih-bersih memerlukan banyak biaya di sini, tetapi menjadi guru memang harus digugu dan ditiru, kalau murid melihat gurunya turun tangan sendiri untuk bersih-bersih sekolah, pastilah murid itu juga akan malu kalau tidak serius ikut berpartisipasi menjaga kebersihan sekolah. 

Mar 21, 2013

Salju 2013

Kyaaaaa....

Ternyata ada postingan bulan Januari yang  belum selesai ditulis dan tidak saya publish di antara banyak draft tulisan saya.

Daripada sayang karena sudah terlanjur ditulis, saya terusin aja deh ya.

Bulan Januari salju turun pertama kalinya untuk tahun ini di Tokyo. Lumayan lebat dan menumpuk. Untung hari itu saya tidak ada kegiatan jadi saya tinggal di rumah bersama Wisanggeni sambil memandangi lebatnya hujan salju yang turun dari balik jendela.

397663_10200520000668228_922088080_n.jpg



Keasyikan saya memandangi salju lama kelamaan berubah jadi kekuatiran melihat derasnya hujan salju yang tak kunjung berkurang. Bukan apa-apa. Keesokan harinya saya ada janji pagi-pagi, dan biasanya kalau salju turun lebat dan menumpuk seperti ini, keesokan harinya salju yang lembut seperti es serut ini akan berubah membeku dan menjadi mesin yang membuat orang jadi susah jalan dan terpeleset. Banyak orang yang terpeleset akibat salju beku ini, bahkan sampai mengalami patah tulang. Bila kita berjalan di atas salju yang baru turun memang terasa lembut dan empuk meskipun pasti basah kuyup, tetapi bayangkan saja bila salju itu mengeras menjadi seperti arena ice skating dan kita berjalan di atasnya bukan dengan sepatu khusus ice skating tapi dengan sepatu biasa! Kalau tidak hati-hati pasti terpeleset atau bisa terjembab kan.

306594_10200519999628202_1854962363_n.jpg


Memang ramalan saya menjadi kenyataan. Keesokan harinya, ketika saya membuka pintu apartemen, jalan di depan rumah saya penuh dengan tumpukan salju, jangankan naik sepeda untuk jalan kaki tanpa terpeleset saja butuh teknik khusus. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan kaki mengantar Wisang ke sekolahnya. Wisang sih seperti biasa kegirangan melihat salju dimana-mana, sementara saya stress karena takut terlambat akibat harus jalan timik-timik kata orang Jawa. Hehehee....

76086_10200519997308144_651433979_n.jpg


Dari rumah ke sekolah Wisang naik sepeda kira-kira perlu waktu 10 menit kalau santai-santai mengayuhnya. Sedangkan kalau jalan kaki sekitar 20 menit. Di hari yang bersalju seperti ini, saya membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai ke sana. Tas ransel di gendongan, tangan kanan menggandeng Wisang, tangan kiri membawa ransel Wisang dan berbagai keperluannya yang lain. Kami tidak bisa jalan cepat-cepat karena takut terpeleset, jadi saya sudah mengalokasikan waktu jauh lebih cepat daripada biasanya (meskipun demikian saya terlambat 10 menit dari jam janjian saya!). Beberapa kali Wisang dan saya hampir terpeleset, akhirnya Wisang satu kali terjembab di dekat sekolahnya, wah dia hampir menangis karena kesakitan untung cepat lupa sakitnya karena melihat para guru sibuk menuangkan air panas untuk mencairkan salju yang membeku agar anak-anak tidak terpeleset. Saya mengagumi kerja keras para guru itu, bahkan kepala sekolah pun turun tangan ikut sibuk menyirami salju di depan sekolah.

735197_10200514164762334_29253272_n.jpg
Salju beku yang sudah disiram air panas

Dari sekolah Wisang saya harus jalan kaki lagi selama lebih dari 30 menit ke stasiun. Waaah hari itu rasanya capek sekali karena harus selalu menjaga keseimbangan agar tidak jatuh, tapi senang juga karena bisa melihat salju untuk pertama kalinya di tahun ini!

Flu Burung, Tamiflu, Bronkitis dan Alergi Pollen

Waduh lamaaaanya saya gak nulis di sini saking sibuknya dengan penelitian dan kerjaan yang gak ada habisnya. Niat dan ide nulis buanyaaaak, tapi sering-seringnya mau nulis udah teler duluan karena rata-rata kerjaan rumah dll baru selesai dengan kata lain saya baru bisa duduk setelah jam 12 malam, hehhee...

Minggu lalu saya baru sembuh dari avian flu alias flu burung (B型インフルエンザ). Awalnya yang kena flu ini Banyu. Setiap musim dingin, di sini memang selalu mewabah avian flu, baik itu yang tipe A yaitu yang ditularkan dari binatang ke manusia, maupun yang tipe baru yaitu tipe B yang ditularkan dari manusia ke manusia. Setiap musim dingin udara sangat kering sehingga mempercepat penyebaran virus ini. Setiap tahun sekali pada bulan November saya selalu mengimunisasi anak-anak saya dengan dengan imunisasi avian flu tipe campuran A dan B dan selama ini hasilnya memang manjur sekali. Meskipun di TK anak-anak pada saat peak hampir 75 persen anak terkena avian flu, mereka tidak pernah ketularan. Namun entah kenapa tahun ini Banyu ketularan dari sekolahnya. Mungkin karena di SD anaknya lebih banyak dan kontrolnya tidak seketat di TK. Kalau di TK anak dengan suhu tubuh di atas 37.5 sudah tidak diperbolehkan masuk sekolah sehingga memperkecil penularan antar teman.

attachment.jpg
Banyu sampai cekikikan nemu tulisan perusahaan obat dari Amerika yang
namanya BANYU di ruang tunggu dokter anak
Sejak awal Februari hampir setiap hari saya sudah menerima email pemberitahuan bahwa ada kelas yang ditutup selama 4 hari akibat banyaknya murid yang terkena avian flu, dalam bahasa Jepang ini disebut gakkyu heisa (学級閉鎖). Awalnya hanya satu kelas, lama kelamaan bisa tiga atau empat kelas, bahkan lebih, yang ditutup alias diliburkan selama 4 hari. Saya sudah deg-deg an aja setiap ada email masuk dari sekolah Banyu, jangan-jangan kelas Banyu yang akan diliburkan. Bukan apa-apa, terus terang saya bingung kalau Banyu harus libur sampai 4 hari. Karena libur akibat wabah avian flu ini artinya si anak juga tidak boleh datang ke tempat penitipan karena berpotensi menulari teman lainnya. Bagi yang memiliki eyang, tante, om atau sodara sih tidak masalah, tapi bagi saya ini masalah besar, karena tidak mungkin meninggalkan Banyu di rumah seharian. Banyu memang sudah biasa saya latih untuk tinggal sendiri di rumah alias jaga rumah, tapi biasanya untuk jangka waktu yang pendek, paling lama 2 jam. Kalau lebih dari itu saya selain tidak tega juga sebenarnya tidak terlalu dianjurkan meninggalkan anak di bawah usia kelas tiga SD di rumah tanpa pengawasan. 

Tanggal 26 Februari saya ditelpon oleh tempat penitipan di sekolah Banyu sekitar pukul setengah empat. Guru yang bertugas mengatakan bahwa Banyu suhu tubuhnya tinggi sehingga harus dijemput secepat mungkin. Guru itu juga berkata bahwa sahabat terdekat Banyu, yaitu Risa positif terkena avian flu sehingga kemungkinan besar Banyu juga kena flu ini karena mereka selalu main bersama. Saya panik seketika membayangkan kemungkinan Banyu kena avian flu! Karena avian flu baru bisa terdeteksi setelah panas tinggi minimal 24 jam maka sore itu saya sengaja tidak membawa Banyu ke dokter langganan kami dan hanya memberinya obat turun panas. Badannya memang panas sekali dan dia kelihatan lemas. Pipinya sampai merah padam menahan panas tubuhnya. Sore itu juga Banyu saya isolasi di satu kamar, dan kami bertiga selalu mengenakan masker meski berada di dalam rumah.

attachment.jpg

Keesokan harinya ketika pagi hari saya menelepon ke dokter, kami dianjurkan untuk datang sore hari saja supaya panasnya genap 24 jam, jadi saya membawa Banyu ke dokter itu sekitar pukul 4 sore. Sampai di sana kami langsung diisolasi di ruang tertentu agar tidak menulari pasien lain, dan Banyu segera dites apakah ia terkena avian flu atau hanya flu biasa. Baru kali ini saya melihat cara dokter mengetes pasien suspect avian flu. Dokter memasukkan semacam cotton bud ke dalam hidung untuk mengambil cairan yang ada di pangkal hidung. Kami menunggu hasil pemeriksaan itu kira-kira 15 menit lalu dokter mengatakan bahwa Banyu memang positif terkena avian flu. Kami mendapat Tamiflu dan beberapa obat untuk batuk dan pilek juga. Tamiflu ini obat keras dengan berbagai efek samping seperti halusinasi, insomnia, sariawan, dan sebagainya sehingga pemakaian pada anak-anak harus selalu dalam pengawasan orang tuanya. Karena berfungsi membunuh virus dan mencegah penyebarannya, tamiflu harus dikonsumsi oleh penderita avian flu dalam waktu 48 jam sejak demam pertama. Apabila lebih dari itu, maka tamiflu tidak akan berfungsi apa pun di dalam tubuh.

312318_10200884123291066_2020176590_n.jpg
Tamiflu untuk anak-anak berbentuk puyer
Sesampai di rumah segera saya menelepon ke sana kemari untuk membatalkan janji dan beberapa pekerjaan saya, karena sudah jelas saya tidak bisa keluar rumah meninggalkan Banyu minimal untuk lima hari ke depan. Anak yang terkena avian flu di larang pergi sekolah minimal selama 5 hari. Dan biasanya baru boleh sekolah 3 hari setelah demam terakhir dengan membawa surat yang menerangkan sejak kapan ia demam, berapa derajat demam tertinggi, dan sebagainya. Surat itu adalah semacam formulir yang dibagikan oleh sekolah kepada kami para orang tua murid saat wabah influenza terjadi.

Mungkin karena Banyu sudah saya imunisasi, dia lumayan cepat recovery dan segera sehat kembali setelah 3 atau 4 hari. Hanya saja karena obatnya semua berbentuk puyer maka setiap waktu minum obat saya selalu seperti bersiap-siap mau perang. Apalagi tamiflu sangat pahit dan lumayan banyak takarannya. Segala macam cara minum obat saya coba, awalnya Banyu muntah mungkin karena rasa pahitnya, tetapi lama kelamaan dia sudah pintar menyiasati rasa pahit di mulutnya.

Hari jumat sore tanggal 1 Maret saya sudah merasa sangaaaaat tidak enak badan. Badan saya rasanya sangat pegal dan pusing pun tak kunjung hilang. Hari itu belum ada demam, tetapi hari sabtu tanggal 2 Maret, saya bangun dengan sedikit demam dan sakit tenggorokan serta batuk yang lumayan hebat. Karena hari itu saya ada janji, saya cepat-cepat mandi, dan saya merasa saya akan sakit karena saya merasa kedinginan hebat. Kebetulan saya alergi serbuk bunga (pollen) yang hebat dengan gejala mata sangat gatal, meler seperti orang pilek dan pusing, jadi saya kira alergi saya sedang menghebat hari itu. Tapi anehnya kok rasanya persendian saya pegal dan ada demam ya, saya langsung curiga bahwa saya sudah ketularan Banyu. Saya segera membatalkan janji dan pergi ke dokter di dekat rumah. Dan setelah melewati serangkaian tes, saya dinyatakan positif terkena avian flu jenis yang sama dengan Banyu. Waaaaah saya panik berat! Bagaimana tidak, hari itu tanggal 2 Maret, sedangkan tanggal 6 Maret saya harus terbang ke Bangkok untuk presentasi di Konfrensi Internasional. Matiiii deh, rasanya saya gak mungkin berangkat dengan kondisi seperti ini. 

549923_10200916583742557_255269119_n.jpg
Tamiflu yang bikin saya gak bisa tidur berhari-hari
Meskipun sudah mengkonsumsi tamiflu dan obat turun panas, rasanya tiap hari kondisi saya semakin buruk. Demam sama sekali tidak turun selama lima hari. Bayangkan lima hari berturut-turut demam tinggi sampai 39 derajat. Rasanya saya tidak sanggup turun dari tempat tidur. Kondisi ini diperparah dengan pilek dan batuk yang hebat. Mungkin karena saya tidak imunisasi jadi kondisi sakitnya tidak seringan Banyu. Hari-hari pertama saya masih sanggup makan seperti biasa, hari berikutnya saya lemah dan sakit lambung (mungkin akibat obat yang terlalu banyak dan keras) sehingga saya hampir tidak bisa makan, padahal dianjurkan banyak makan agar kondisi tubuh bisa normal kembali. Selain itu saya tersiksa dengan efek samping tamiflu, sebagian mulut saya terkena sariawan hebat sehingga saya semakin tidak bisa makan dan saya terserang insomnia berat. Selama lima hari praktis saya setiap harinya hanya bisa tidur selama 3 jam, itu pun dengan mimpi atau halusinasi yang gak jelas. Anehnya meskipun hanya tidur 3 jam saya sama sekali tidak merasa ngantuk atau pusing, hanya badan terasa lemah karena demam yang begitu tinggi. Awalnya saya tidak menyadari bahwa ini adalah efek samping tamiflu sampai dokter mengatakan demikian. Rasanya kapoooook mengkonsumsi obat keras seperti tamiflu itu, mengerikan!

Di tengah sakit yang hebat saya harus menelpon ke sana kemari untuk membatalkan keikutsertaan saya dalam konfrensi internasional di Bangkok, membatalkan tiket pesawat yang sudah saya bayar, mengembalikan segala macam subsidi dari kampus dan foundation penyandang dana melalui bank, dan sebagainya. Untunglah banyak teman yang gak bosan menyemangati saya dan meyakinkan saya kalau setelah lima hari demam pasti akan turun. Dan memang hari ke enam demam sudah tidak datang lagi. Pilek juga jauh berkurang tetapi batuk masih tetap parah. Karena avian flu yang berkepanjangan biasanya disertai efek samping pneumonia atau bronkitis, maka ketika saya cek ke dokter lagi, ia menyarankan saya untuk dironsen mengingat batuk saya yang tidak kunjung sembuh. Untungnya paru-paru saya dinyatakan bersih meski dokter berkata bahwa saya terkena bronkitis. Ya ampuuun seumur hidup baru sekali deh dinyatakan ke bronkitis. Akhirnya saya pulang menenteng obat yang buanyaaaak untuk menyembuhkan bronkitis saya. Meski demam sudah turun, rasa lemas masih belum hilang, rasanya masih capek sekali. Untungnya hari ke tujuh saya mulai bisa tidur normal, mungkin karena efek tamiflu sudah hilang dari tubuh saya.

Karena sudah mulai pulih saya lalu pergi ke dokter lain untuk memeriksakan alergi saya yang sangat hebat ini. Saya sudah tidak tahan dengan mata yang super guataaaaaal, hidung yang meler dan air mata yang keluar padahal tidak sedang menangis. Karena saya belum pernah dicek alergi maka dokter menyarankan saya cek alergi, jadi disuntiklah lengan kiri saya untuk diambil darahnya, hiiiiii saya pingin teriak ketakutan rasanya kalau gak gengsi saat itu! Dokter memang memvonis saya alergi serbuk bunga dari pohon sugi, dan lagi-lagi saya membawa pulang segepok obat alergi dari klinik. Obatnya terdiri dari tiga jenis, obat semprot hidung untuk mengurangi peradangan di hidung, obat berupa pil 2 jenis, dan obat tetes mata khusus alergi. Saya tidak menyangka obat-obat itu sangat manjur sekali karena biasanya obat Jepang tidak sekuat obat Indonesia jadi suka kurang bereaksi di tubuh saya! Setelah saya minum obat dan memakai tetes mata serta obat semprot itu reaksi alergi terhadap serbuk bunga jauuuuuh berkurang. Rasanya kembali jadi manusia normal yang tidak sibuk kucek-kucek mata sepanjang waktu, hehehhe...

Ah mudah-mudahan setelah ini tidak ada penyakit-penyakit yang datang kepada kami. Gara-gara sakit ini tumben banget saya 2 minggu penuh ada di rumah, bisa istirahat tanpa lari ke sana kemari. Mungkin memang ini caraNya mengingatkan saya bahwa tubuh saya pun perlu istirahat. Mulai minggu ini saya siap beraktivitas lagi, dan memang dua minggu libur membuat beberapa hal jadi terbengkalai, jadi saya harus mulai tancap gas lagi untuk penelitian dan lainnya!!