Jun 16, 2012

Stefano Ksatria Wisanggeni

Stefano Ksatria Wisanggeni, itulah nama lengkap anak saya yang kedua. Sehari-hari dia biasa dipanggil Wis atau Wisang. Tidak sampai 3 minggu lagi ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Ya, sebentar lagi Wisang akan berusia 5 tahun! Tidak terasa begitu cepat waktu berlalu, rasanya ia baru saja saya lahirkan beberapa hari yang lalu. Saya ingat di awal kehamilan Wisang, kami sampai perlu konsul ke 3 dokter kandungan yang berbeda karena test pack dari berbagai jenis mulai yang murah sampai yang mahal tidak bisa memberi tahu saya secara akurat apakah saya hamil atau tidak. Dua dokter yang pertama pun tidak bisa memastikan apakah di kandungan saya ada seorang bayi atau tidak. Yang paling parah, salah satu dari 2 dokter itu bahkan memberi saya obat yang katanya bisa melancarkan datang bulan saya seperti biasa! Oh noooo!!!! Rasanya ingin saya cekik dokter itu hehehhe... Tentu saja obat itu tidak saya beli! Akhirnya dokter yang ketiga memberi harapan sedikit cerah dengan mengatakan bahwa ada kantong bayi dalam rahim saya meskipun belum kelihatan ada bayi di dalamnya, dan saya disuruh kembali lagi beberapa waktu kemudian.

Untung saja waktu itu saya tidak menuruti nasihat dokter gila yang memberi saya obat untuk mengeluarkan "Wisang" secara paksa dari kandungan saya karena ternyata Wisang tumbuh sehat dan kuat sampai waktunya lahir. Nama Wisanggeni sebenarnya awalnya saya ambil dari sebuah novel yang sangat-sangat saya sukai waktu itu. Entah kebetulan atau tidak, ketika saya matur ke papa kalau mau menamai anak saya Wisanggeni, bersambutlah gayung karena ternyata sejak dulu papa ingin punya cucu yang dinamai Wisanggeni. Kalau alasan saya menamai karena novel, tentu saja alasan papa saya karena beliau sangat tergila-gila dengan wayang. Saya masih ingat, salah satu koleksi kaset wayangnya ada yang berjudul Wisanggeni Gugat. Ketika Wisang lahir, kebetulan di suatu daerah di Jogja, digelar wayang dengan judul Lahirnya Wisanggeni. Dan sudah saya duga papa pasti nonton wayang itu sampai pagi, padahal sudah saya ingatkan harus menjaga kesehatan, gak usah begadang sampai pagi nonton wayang. Ah, papa.....

Karakter Wisang agak sedikit beda dengan kakaknya, Banyu Sakuntala. Kalau Banyu adalah sebuah pribadi yang kuat dan mandiri. Wisang, meskipun ia juga kuat dan mandiri, ia masih suka dimanja-manja. Saya rasa mungkin ia tahu dan merasa bahwa semua anggota keluarga di rumah sangat suka dan menyayangi dia. Dialah satu2nya yang setiap pagi selalu memeluk dan mencuim saya bila saya ada di sampingnya baik ketika bangun pagi atau saat mengantar ke sekolah. Tidak lupa selalu bilang "Mama daisuki -I love you mama" Suatu hari dia bahkan bilang "Mama to kekkon suru - Aku (kalau sudah besar) mau menikah dengan mama" Hahahhaha..... Saya sampai suka dimarahi suami saya karena kuatir Wisang kena Oedipus Complex. 

Kelakuannya pun kadang-kadang lucu kalau tidak bisa dibilang unik. Waktu ia berusia kurang dari 4 tahun sudah bisa membaca buku cerita anak hiragana dan katakana dengan lancar, meski saya sekali pun tidak pernah mengajarinya membaca aksara hiragana atau katakana. Uniknya Wisang bukan karena dia bisa membaca buku cerita, itu sih biasa. Yang unik adalah waktu itu dia tidak pernah mau membaca buku dengan posisi normal, artinya dia selalu membaca buku dengan posisi terbalik dari atas! Aneh kan, hehehehe..... Setiap kali dibetulkan, kembali lagi dia baca dengan terbalik, akhirnya ya sudah saya biarkan saja dia membaca dengan posisi sesukanya.

Setiap hari ada saja kelakuan Wisang yang selalu bikin saya tersenyum. Hari ini saya menemukan dia duduk di meja makan menonton Casper dari iPad saya. Yang bikin saya ngakak adalah, dia tidak menonton film itu langsung dari layar iPad tetapi dia memegang cermin yang diarahkan ke iPad itu, lalu dia menontonnya dari cermin yang memantulkan film Casper tadi. Hehheeh aneh ya.


Wisang.. Wisang... terima kasih sudah mencerahkan hari-hari mama ya. Ditengah kepanikan membuat tulisan, presentasi dan sebagainya, saya selalu bisa tersenyum melihat Wisang dan keunikannya.

Jun 12, 2012

Anpanman Museum


Awal Mei 2012 kami pergi ke museum Anpanman yang tereletak di Yokohama. Anpanman adalah salah satu tokoh serial kartun Jepang yang sangat terkenal di sini. Tokoh kartun ini semua berbentuk roti dan makanan lain khas Jepang, mulai dari roti tawar sampai . Tokoh utamanya dinamakan Anpanman karena bentuknya roti anpan, yaitu roti bulat berisi an atau kacang merah manis di dalamnya. Si super hero anpanman ini memiliki sahabat-sahabat seperti Melonpanman (berbentuk roti melon), Karepanman (roti isi kare), Shokupanman (roti tawar), Rollpanman (roti gulung), Dokinchan (dokinchan ini satu2nya tokoh yang berbentuk anak perempuan), Yakisobapanman (roti isi mi goreng), Tendonman (berbentuk bowl isi tempura), seorang laki-laki pembuat selai, dan banyak lagi tokoh lain. Lawannya adalah si kuman Baikinman yang digambarkan selalu mengganggu anpanman dan teman-temannya.

Wisang dan karakter favorite nya, Baikinman, si Kuman :)

Banyu paling suka Dokinchan (kanan) yang digambarkan menyukai Shokupanman (si Roti Tawar, kiri)

Dari stasiun Yokohama, kami berjalan kaki menyusuri sungai kira-kira 15 menit untuk sampai ke museum itu. Berhubung hari itu hari libur, ketika sampai di pintu gerbang antrian sudah mengular. Antrian itu adalah antrian pengunjung yang akan membeli karcis masuk di loket penjualan karcis. Kami harus bersabar mengantri selama hampir 1 jam. Karena belum makan saya membeli sekantong ayam goreng dan kentang goreng untuk camilan Banyu dan Wisang di booth yang ada di dalam lokasi museum. Untunglah meski mendung hujan tidak turun saat kami mengantri. Setelah mendapat karcis masuk, kami segera naik ke lantai paling atas untuk melihat diorama cerita anpanman dan teman-temannya. Karena bangunan museum tidak terlalu luas, maka dengan meluapnya pengunjung di hari libur ini rasanya dimana-mana sesak penuh orang.

Sambil antri liat pemandangan sekitar, mobil ini milik museum yang digambari karakter Anpanman dkk ini mengingatkan saya akan mobil milik kaos Dagadu di Jogja :))

Tutup saluran air di pinggir jalan, cantik ya!!

Selain patung-patung miniatur anpanman dkk, banyak juga sarana bermain untuk anak yang ada disana. Ada berbagai booth restoran mini untuk anak-anak bermain sebagai pelayan restoran disitu. Di antaranya ada restoran sushi, takoyaki, beef bowl dan sebagainya. Selain itu di lantai 2 anak-anak bisa mengikuti workshop menggambar di ruang tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Tentu saja Banyu yang hobi banget menggambar langsung menuju kesana ketika waktu workshop dibuka. Sementara menunggu Banyu dan Wisang menggambar saya iseng melihat-lihat ruang pamer lantai 2. Disana ada satu ruangan dimana tergantung lukisan-lukisan anpanman dkk dalam ukuran besar. Di situ juga tertulis riwayat kelahiran Anpanman. Karakter kartun ini ternyata lahir dari tangan seorang tentara yang pada PD 2 ditugaskan maju ke medan perang di Cina. Karena lamanya ia pergi berperang, tentu saja ia merindukan makanan Jepang, dan katanya saat itu yang paling ingin dimakannya adalah roti isi kacang merah (anpan). Untuk menghibur dirinya sendiri mulailah ia menggambar karakter itu dan membuat suatu cerita dalam bentuk komik. Setelah perang selesai, ia meneruskan hobinya itu secara profesional sampai anpanman jadi karakter idola semua anak di Jepang hingga kini.

Ini dia si tokoh utama pembela kebenaran si Anpanman

Jadi pelayan di booth restoran sushi

Ikut workshop menggambar karakter-karakter Anpanman dkk

Setelah selesai di lantai 2, kami turun ke lantai 1 untuk menonton di ruang teater. Disitu anak2 bisa berjumpa dengan idola mereka sambil menyanyi dan menari bersama setelah sebelumnya disuguhi tontonan 2 film kartun pendek di layar yang ada di depan panggung. Pertunjukan itu dikemas sedemikian rupa sehingga sangat menarik bagi anak- anak. Dipandu seorang wanita yang dipanggil oneesan (kakak perempuan), Anpanman muncul bersama musuhnya yaitu Baikinman lalu menyanyikan lagu-lagu mereka sambil berinteraksi dengan anak2. Wisang yang sukaaaa sekali dengan kartun Anpanman langsung jingkrak-jingkrak dan menyanyi lagunya keras-keras. Saat itu saya jadi ingat ketika saya nonton konser Bon Jovi 2 tahun yang lalu di Budokan. Mungkin seperti itulah perasaan Wisang saat itu, heheheh....

Pertunjukan Anpanman, Baikinman, dan Oneesan

Pintu masuk teater

Jun 11, 2012

Catatan kecil di dalam kereta

Bon Jovi, ya grup musik Bon Jovi, siapa sih manusia di generasi saya yang tak kenal grup band rock asal New Jersey yang digawangi oleh Jon Biongovi, Richie Sambora dan teman-temannya. Saya sendiri ngefans cukup berat, kalau gak bisa dibilang akut kepada grup ini sejak saya masih duduk di bangku SMP. Saya ingat lagu pertama yang membuat saya terpesona adalah lagu berjudul Livin' On A Prayer sekitar akhir tahun 80an. Lagu itu tentu saja lagi-lagi diperkenalkan oleh ayah saya yang juga penyuka musik rock lewat sebuah video beta (waktu itu belum ada vcd apalagi dvd!). Saya masih ingat, di dalam video itu terdapat banyak klip grup-grup rock yang sedang in saat itu, tetapi entah kenapa saya sangat terkesima dengan penampilan Bon Jovi saja. Masih lekat dalam ingatan saya, dalam klip itu sang vokalis menyanyi dengan gaya gahar, rambut gondrong sepinggang plus asesoris ala rocker melakukan adegan terbang di atas penonton menggunakan harnes atau semacamnya. Saya yang masih duduk di usia akhir Sekolah Dasar ternganga-nganga dengan aksinya yang saya anggap sangat sangat kereeen waktu itu.

Setelah duduk di bangku SMP saya ingat seorang teman meminjamkan kaset album terbaru Bon Jovi yang berjudul New Jersey, dan seketika itu juga saya semakin jatuh cinta akut dengan grup ini. Sampai sekarang pun entah mengapa dari semua album mereka, album New Jersey lah yang paling lekat dalam ingatannya saya. Saya masih tetap menyanyikan dan mendengarkannya setiap hari di ipod saya sampai hari ini. Waktu Bon Jovi pada musim dingin sekitar 2 tahun yang lalu menggelar konsernya di Budokan, saya sudah heboh mencari tiketnya meski saya tahu harganya pasti amat sangat mahal. Tapi tak apalah, yang penting hasrat berjumpa penyanyi pujaan sudah terpenuhi. Malam itu saya puassss menyanyi bersama si Jon dkk meski hampir terlambat datang karena saya terbirit-birit lari dari kuliah saya yang baru berakhir pukul 6 sore.

Hari ini pun di tengah kegalauan hati saya berangkat dari rumah dengan head phone terpasang di telinga mendengarkan si Jon melengking-lengking menyanyikan Livin' on a prayer, you give love a bad name, dan sebagainya. Dan entah mengapa setiap saya mendengarkan lagu-lagu mereka hati serasa sejuk, bibir selalu ingin tersenyum, dan ingatan kembali ke masa muda lebih dari 20 tahun yang lalu. Hidup serasa indah... Semua resah serasa hilang diterbangkan angin mendengar suara Jon yang meyusup di hati.

Memang akhir-akhir ini saya resah dan gugup bukan main karena minggu depan tanggal 19 Juni saya harus mempresentasikan penelitian saya di depan semua profesor di departemen saya dan mahasiswa pasca sarjana dalam sebuah seminar terbuka. Baru membayangkan saja perut saya sudah mules bukan main, jantung berdetak kencang, dan langit di atas serasa mau runtuh menimpa saya. Saya mencoba dan cukup berhasil mensugesti diri saya bahwa seminar ini bukan apa-apa dan tidak ada yang perlu ditakutkan dari para profesor penguasa departemen saya. Ya, sugesti ini cukup berhasil sampai minggu lalu, namun akhirnya mungkin alam bawah sadar saya menolak semua sugesti saya, dan akhirnya jatuh sakitlah saya hari sabtu yang lalu dihampiri demam tinggi hampir 39 derajat celcius. Sebenarnya sakit itu bukan semata-mata tumpukan stress saya akan seminar dissertasi saya yang akan datang itu, tetapi juga disebabkan perubahan cuaca yang amat sangat drastis beerapa minggu ini. Pagi ini pun saya bangun dengam kepala berat dan perasaan panik karena seminar tinggal 1 minggu lalu. Mencoba menarik nafas panjang dan mulai bersiap berangkat ketika saya sadar lagu-lagu Bon Jovi pada skala tertentu berhasil membuat hati saya tenang dan bibir tersenyum kembali. Saat ini pun saya masih terus memberitahu diri saya sendiri bahwa saya akan baik-baik saja minggu depan.
Mudah-mudahan :))

Seijogakuenmae 11 Juni 2012

Jun 10, 2012

The Railway Museum 鉄道博物館

Kaca patri favorit saya jadi interior museum lantai 2
Bulan lalu kami minus Banyu mengunjungi museum kereta yang terletak di Omiya, Perfektur Saitama. Sebenarnya sudah lama saya ingin kesana, tapi karena tempatnya lumayan jauh baru liburan GW kemarin kami sempat kesana. Sayangnya hari itu Banyu tidak libur jadi kami hanya pergi bertiga. Dari rumah kami langsung menuju ke Shinjuku lalu berganti kereta jalur JR ke arah Omiya. Sampai Omiya, karena sudah mendekati jam makan siang maka kami memutuskan untuk makan di restoran yang ada di sekitar stasiun. Di salah satu lorong di seberang stasiun terdapat banyak tempat makan, mulai dari sashimi bowl, beef bowl, sampai restoran Cina. Kami memutuskan masuk ke restoran Cina dan makan cepat-cepat agar tidak membuang waktu.
Interior Stasiun 

  

Dari Omiya sebenarnya museum bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 20 menit, tapi berhubung hari itu hujan, kami memutuskan naik kereta JR New Shuttle yang melayani rute pendek sepanjang 12 km yang juga melewati museum itu. Dengan membayar ongkos kereta 180 yen kami bisa turun langsung di depan pintu masuk museum. Museum kereta yang dikelola oleh JR ini dibuka pada tanggal 14 Oktober 2007 jadi yah masih terhitung baru. Tiket masuknya 1000 yen untuk dewasa, 500 yen untuk anak SD dan SMP, 200 yen untuk anak balita. Tiketnya bisa dibeli di mesin-mesin penjual tiket yang terletak di pintu masuk. Yang menarik adalah ada dua jenis mesin penjual tiket. Di sisi kiri adalah mesin penjual tiket yang menerima pembayaran uang cash, sedangkan di sisi kanan tiket bisa dibeli di mesin dengan menggunakan kartu pasmo atau suica (tentang kartu-kartu ini pernah saya tulis disini). Di dekat pintu masuk juga ada fasilitas coin locker gratis, hanya dengan memberi deposit 100 yen (deposit ini akan kembali ketika kita mengembalikan kunci loker) kita bisa menggunakan loker tersebut.



Mesin penjual tiket, pembelian dengan uang cash (kiri), pembelian dengan kartu suica (kanan)


 
Plat nomer kereta tahun 1916 (kiri), Logo di kereta buatan Inggris 1871 (kanan)


Begitu masuk museum, di lantai 1 kami disambut dengan jejeran cafe yang juga menyediakan paket makan siang. Karena kami tiba saat jam makan siang maka seperti yang sudah kami duga antrian di restoran dan cafe itu lumayan panjang, untungnya kami sudah makan sebelum tiba di sana. Kami segera menuju arah kanan dan naik ke lantai 2. Di lantai itu ada diorama yang besar sekali yang bercerita tentang sejarah kereta-kereta yang dioperasikan oleh JR (Japan Railway). Di sana juga terdapat semacam teater kecil dimana kami bisa menikmati cerita bagaimana kereta beroperasi mulai pagi sampai malam. Miniatur kereta yang digunakan persis menyerupai aslinya dan terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari kereta listrik dalam kota, kereta antar kota, sampai kereta ekspres shinkansen. Setelah disuguhi show di ruang teater itu selama kurang lebih 20 menit kami lalu keluar dan kembali turun ke lantai 1.

Pertunjukan di dalam teater
Lantai 1 hampir seluruh ruangannya dijadikan ruang pamer kereta-kereta yang dimiliki JR pada awal beroperasi. Saya sangat terkagum-kagum dengan kondisi kereta yang masih sangat bagus, padahal banyak diantaranya sudah berusia puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Salah satunya adalah yang dipakai untuk mengangkut para pegawai pemerintah yang dikirim oleh Pemerintah Meiji ke Hokkaido (Hokkaido Kaitakushi 北海道開拓史). Program pengiriman pegawai untuk membuka lahan dan mengajak penduduk untuk bertransmigrasi ini berlangsung dari tahun 1869-1882. Melihat tulisan Hokkaido Kaitakushi di dinding kereta, saya membayangkan siapakah yang dulu menaiki kereta itu dan bagaimanakah perasaan mereka dikirim ke tempat yang jauh dan masih belum jelas keadaannya.

Kereta Ke Hokkaido
Kereta lain yang menarik perhatian saya adalah kereta yang digunakan untuk mengangkut keluarga kaisar dan pengiringnya. Kereta ini masih terlihat sangat mewah dengan lambang bunga kiku di dinding kereta maupun rodanya. Meskipun kami tidak dapat masuk ke dalam kereta tetapi dari jendela kacanya kami bisa melihat warna keemasan interior dalam kereta, sofa yang empuk di ruang duduk, dan cermin-cermin yang indah. Saya jadi berkhayal apa ya yang dibicarakan para bangsawan itu dalam perjalanan mereka waktu itu.

Kereta khusus keluarga kaisar berlambang bunga kiku yang dioperasikan pada tahun 1871
Selain kereta api dan listrik, di ruang ini juga dipamerkan kereta ekspres shinkansen mulai dari generasi pertama. Kebetulan kami diijinkan untuk masuk dan duduk di dalam shinkansen-shinkansen itu sehingga kami bisa melihat bagaimana perkembangan shinkansen ini dari waktu ke waktu. Shinkansen pertama kali muncul di Jepang pada tahun 1964 untuk bertepatan dengan diselenggarakannya olimpiade Tokyo. Jalur shinkansen yang pertama kali dibuat adalah jalur Tokaido yang menghubungkan kota-kota di Jepang timur dan barat, kemudian diikuti dengan jalur Sanyo dan Tohoku yang menghubungkan Jepang timur dengan kota-kota di daerah utara,serta jalur-jalur lain. Meski sudah berusia puluhan tahun dan terkesan kuno bila dibandingkan dengan shinkansen yang masih beroperasi sekarang ini, bagian dalam shinkansen ini sangat bersih dengan kursi-kursi yang juga bersih dan rapi. Para pengunjung yang masuk ke dalam shinkansen atau kereta yang dibuka untuk umum juga sangat tertib. Tidak ada yang mencoret-coret apalagi merusak bagian dalam atau luar kereta.

Anak-anak antri untuk berfoto menggunakan topi masinis
Salah satu kereta ekspres generasi pertama TOKI

Selain ruang pamer besar di bagian tengah lantai satu itu, di bagian belakang juga ada ruang pamer khusus shinkansen yang masih lumayan baru. Di belakang ruang itu juga ada bagian terbuka serupa halaman untuk memamerkan kereta-kereta lain. Sayangnya karena hujan kami tidak bisa melihat kereta yang dipamerkan di halaman belakang tersebut.

Salah satu souvenir di museum shop, payung bergagang kereta. Lucunya...

Berhubung sore itu kami ada janji dengan seorang teman yang juga tinggal di dekat Omiya, kami segera segera mengakhiri kunjungan kami. Tentu saja saya tak lupa mampir ke museum shop tempat menjual souvenir dan segera bergegas keluar karena mobil yang menjemput kami sudah tiba.

Jun 9, 2012

Sakit

Pagi ini tumben sekali saya bangun dengan suhu tubuh yang lebih tinggi dari biasanya. Kepala juga pusing banget dan badan sungguh sangat lemas. Saya minta Wisang mengambilkan termometer untuk mengukur suhu tubuh dan ternyata benar dugaan saya, angka di termometer itu menunjukkan angka 38.7 derajat celcius.

Karena tidak sanggup bangun saya memutuskan sarapan di tempat tidur sambil merasakan kepala yang berputar-putar ini. Seketika saya ingat bahwa hari ini ada acara senam bersama (oyako taiso) di green hall dekat sekolah Wisang. Wah gawat, mana mungkin saya pergi dengan kondisi begini, lagi pula ternyata di luar turun hujan. Ya sudahlah, akhirnya kami tidak jadi menghadiri acara senam bersama itu.

Akhir-akhir ini cuaca memang tak menentu. Siang panas, malam dingiiiin. Dan celakanya saya hampir selalu lupa membawa jaket atau sweater ketika harus pulang malam. Akibatnya, sejak kemarin pagi tenggorokan saya sakit dan puncaknya hari ini saya diserang demam yang cukup tinggi. Saya (dan anak-anak serta suami) sebenarnya termasuk orang yang jarang sakit, itu harus saya syukuri. Sakit ternyata memang tidak enak tapi untunglah suami saya rela menyiapkan makan dan memijat saya hari ini sehingga saya merasa sedikit nyaman.

Besok saya harus mengantar Banyu ke planetarium bersama teman-teman dari penitipannya dan siangnya saya harus menghadiri seminar di kampus. Whoaaaaaah semoga malam ini penyakit saya terbang dari tubuh saya sehingga besok bisa kembali bersibuk-sibuk ria.

Jun 7, 2012

SD di Jepang: Kunjungan Guru ke Rumah 家庭訪問

Selama beberapa tahun ini, setiap tahun sekali (dan mulai tahun ini 2 kali) setiap bulan Mei atau Juni, saya selalu senewen dengan kunjungan guru ke rumah untuk memantau anak didiknya dan "berakrab-akrab" dengan orang tuanya. Hari ini tanggal 7 Juni saya menerima guru wali kelas Banyu dan tanggal 29 Mei yang lalu saya menerima 2 orang wali kelas Wisanggeni di rumah.

Sebenarnya saya suka dengan program kunjungan guru ke rumah ini, hanya saja yang selalu membuat saya senewen adalah karena saya harus bersih-bersih (baca: bersiiiiih sekali) rumah sampai ke bagian-bagian kecil pun harus saya bersihkan karena saya tidak mau dianggap tinggal di rumah yang kotor. Maklumlah orang Jepang sangat ketat dan mempunyai persepsi yang berbeda mengenai kebersihan daripada kita. Bagi mereka dapur dan kamar kecil adalah tempat yang harus selalu bersih dan wangi. Kerajinan dan kerapian serta kebersihan suatu tempat diukur dari apakah tempat itu kamar kecilnya bersih dan wangi atau tidak. Kalau kamar kecilnya wangi artinya ruang lain pun pasti kebersihannya sudah terjamin.

Jadi pontang-pantinglah saya hari ini menggosok dapur saya dan bagian-bagian yang bisa terlihat dari dapur kami. Untuk informasi ruang dapur di rumah-rumah Jepang biasanya terletak di bagian depan dan jadi satu dengan ruang makan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang duduk untuk menerima tamu. Untuk menghindari bau-bauan yang aneh, saya selalu menaruh sekaligus 3 pewangi di pintu masuk (genkan) rumah kami. Selain itu di kamar kecil 2 pewangi dan 1 pewangi lagi di ruang TV. Tak lupa sebelum jam kedatangan wali kelas, saya semprotkan pewangi lavender di sekitar dapur. Satu lagi yang selalu saya pegang adalah, saya tidak akan masak makanan Indonesia apalagi yang mengandung terasi 1 hari sebelum jadwal kunjungan! Efek bau terasi sangat dasyat karena baunya tidak akan hilang berhari-hari meski saya sudah menyalakan exhauster di atas kompor saya dan membuka jendela lebar-lebar.

Pernah suatu hari ketika saya masih kuliah S2 dan tinggal di dormitory untuk mahasiswa asing yang memiliki dapur bersama, saya membuat sambal terasi. Tentu saja terasi saya goreng dan baunya yang sedap itu menguar kemana-kemana. Saat itu saya lupa mengantisipasi bahwa bau terasi goreng itu bisa terbawa angin sampai ke bagian depan yang jaraknya 50 meter dari dapur. Celakanya waktu itu saya tinggal di lantai 1 yang terletak di gedung paling depan (dormitory saya itu terdiri dari 4 gedung utama masing-masing 5 atau 6 lantai saya lupa) dimana kantor pengelola berada. Saya sebenarnya sudah menutup pintu dapur dan jendela rapat-rapat supaya baunya tidak kemana-mana, tetapi apa boleh buat rupanya beberapa orang pegawai penasaran dengan bau yang menusuk itu dan mencari sumbernya. Begitu melihat saya, mereka bertanya "Kamu masak apa kok baunya keras banget begini?" Saya cuma bisa cengar cengir sambil menerangkan kalau terasi itu dibuat dari udang yang difermentasi.

Jadi kembali ke kunjungan guru, selama ini sih kunjungan guru berjalan lancar. Dari day care tempat Wisang dititipkan biasanya guru bertanya kalau di rumah Wisang main apa, kalau libur kemana, kondisi kesehatan dan sebagainya. Guru SD biasanya selain bertanya tentang keadaan si anak di rumah, juga mengabarkan bagaimana sikap si anak di sekolah. Menurut ibu K, wali kelasnya, Banyu dianggap ringan tangan karena suka membantu teman yang bertugas melayani anak-anak makan siang meski itu bukan gilirannya. Selain itu Banyu termasuk dianggap anak yang lumayan daya tangkapnya karena selalu dapat nilai 100 dalam ulangan harian. Oh ya, ulangan harian ini tidak pernah dijadwalkan, jadi selalu ulangan dadakan saja.

Kunjungan guru biasanya tidak berlangsung terlalu lama. Antara 20-30 menit setiap kunjungan. Saya merasa diperhatikan juga dengan adanya kunjungan seperti ini karena kami para orang tua murid (terutama yang bekerja) tidak punya banyak kesempatan untuk berjumpa dengan wali murid karena semua anak harus berangkat dan pulang sekolah sendiri tanpa diantar-jemput oleh orang tuanya, kecuali anak berkebutuhan khusus. Selain guru berkunjung ke rumah murid, kami para orang tua murid secara berkala juga diundang berpartisipasi dalam pada hari open class untuk menyaksikan proses belajar mengajar yang disebut dengan Jugyo Sankan sehingga kami orang tua murid bisa langsung menyaksikan bagaimana anak-anak berinteraksi dengan teman dan gurunya di sekolah.

Nenek Morita, atlit berusia 88 tahun


Pagi ini saya terpesona di depan TV melihat seorang nenek bernama Morita dari Kumamoto yang masih terus menjadi atlit lari jarak pendek di usianya yang ke-88. Rekor terbaiknya diciptakan ketika ia berusia 80 tahun yaitu 19 detik pada cabang lari 100 meter. Jangan mengira ia sudah menjadi atlit sejak muda. Ia baru serius berlari sebagai atlit ketika berumur 70 tahun. Ketika itu, rumah yang ditinggali bersama suaminya terbakar habis dan ia sangat putus asa karena kehilangan segala-galanya. Suatu hari ia datang ke acara perlombaan olah raga di SD (undokai) di dekat tempat tinggalnya. Perlombaan olah raga di SD ini biasanya serupa family gathering, jadi selain si anak dan orang tuanya, kakek, nenek, bahkan para tetangga pun turut diundang untuk menonton. Selain untuk para pelajar SD tersebut, mata lomba tertentu bisa diikuti oleh orang tua murid, guru-guru dan karyawan sekolah, bahkan para kakek, nenek, maupun penduduk lingkungan sekitar. 

Nenek Morita ketika diwawancarai di rumahnya

Kembali ke cerita nenek Morita, ketika ia datang ke acara undokai itu, ia ikut dalam mata lomba lari 100 meter yang sedianya ditujukan untuk wanita berusia 40an, namun karena kekurangan peserta maka ia yang saat itu berusia 70 tahun pun diperbolehkan ikut dan berhasil menempati peringkat kedua. Ia berkata, saat itulah ia merasakan bahwa lari adalah hal yang menyenangkan dan mulai menekuninya secara serius. Saat itu ia teringat bahwa memang ketika duduk di bangku SD ia lebih senang berolah raga daripada belajar di dalam kelas.

Nenek Morita yang sangat sehat di usia lanjut ini tidak mempunyai pantangan makan apapun. Tadinya saya mengira ia mempunyai pola diet khusus untuk menjaga staminanya. Tapi ternyata tidak. Bahkan setiap hari selama puluhan tahun ia selalu sarapan daging yang di tumis, telur mentah dan salad plus nasi putih. Seminggu dua kali ia pergi makan siang ke restoran unagi (semacam belut). Resep sehat dan panjang umurnya adalah makan apapun yang disukainya dan menikmati hidup bersama teman-temannya. (suaminya meninggal dunia 7 tahun yang lalu).

Seminggu tiga kali ia berlatih lari di lapangan umum di kota Kumamoto bersama anak-anak SD selama 2 jam. Bukan hanya lari biasa, tetapi lari sambil menarik beban berupa ban bekas yang dililit dengan tali di perutnya. Selain itu ia juga rutin berenang masing-masing 25 meter gaya bebas dan gaya kupu-kupu lalu dilanjutkan dengan sit up di dalam kolam renang. Melihat aktivitas olah raganya, sangat sulit mempercayai bahwa ia berusia 88 tahun! Ketika tim dari TV yang meliput nenek Morita meminta agar ia mengukur lemak di tubuhnya menggunakan alat medis, ternyata ia hanya memiliki 1% lemak di organ dalamnya termasuk jantung (angka 1 persen ini berarti hanya 1/6 dari angka normal wanita Jepang seusianya) dan organ dalam tubuhnya dinyatakan berusi 53 tahun!

Nenek Morita sedang berlatih
Di rumahnya, ia memiliki lebih dari 300 piala dan medali yang berhasil dikumpulkannya selama 18 tahun mengikuti pertandingan atletik baik di Jepang maupun di luar negeri. Ia memiliki beberapa rekor terbaik tingkat dunia untuk orang tua seusianya dan rencananya di usia 90 tahun ia akan mengikuti pertandingan atletik tingkat dunia dan berambisi memecahkan rekor lari 200 meter nya. 

Melihat nenek Morita ini saya seakan dijewer dengan keras. Berbahagialah kita yang berbadan bugar dan berusia muda. Kadang-kadang kita lupa untuk memanfaatkan badan kita dengan sebaik-baiknya. Dan yang lebih utama adalah kadang-kadang kita lupa untuk memiliki semangat hidup tinggi dan menjalani hidup dengan senang dan penuh makna hanya karena menghadapi sedikit kesulitan.

Terima kasih sudah menginspirasi saya hari ini. Morita san, arigato!