Apr 26, 2012

SD di Jepang: Banyu Masuk SD

Di gerbang sekolah
Awal bulan ini, tepatnya tanggal 5 April 2012 saya dan suami saya menghadiri Upacara Penerimaan Murid Baru di sekolah Banyu yang terletak di dekat rumah kami, yaitu SD T. Karena acara akan berlangsung pada pukul 10, maka setengah jam sebelumnya kami sudah harus registrasi di depan pintu masuk. 

Banyu hari itu harus membawa tas sekolah, yang disebut randoseru, untuk pertama kalinya agar bisa membawa pulang buku-buku pelajaran yang dibagikan setelah upacara penerimaan murid baru selesai. Sekedar informasi, randoseru ini karena terbuat dari kulit yang teringan beratnya mencapai 900 gram alias hampir satu kilo. Jadi bisa dibayangkan bila sudah diisi dengan buku-buku dan peralatan lain beratnya mungkin lebih berat daripada tas saya ketika bepergian, heheheh...

Inilah randoseru si tas sekolah yang lumayan berat itu 
Di Jepang, dalam upacara-upacara resmi seperti ini biasanya anak-anak juga dibiasakan mengenakan pakaian yang resmi. Anak laki-laki biasanya memakai setelah jas dengan celana kain selutut dan mengenakan dasi. Sedangkan anak perempuan biasanya mengenakan rok dipadu dengan blazer dan dipadu dengan semacam dasi kupu-kupu kecil atau korsase bunga yang disematkan di blazer mereka (ketika upacara kelulusan TK pun pakaian mereka disemati korsase besar di bagian dadanya). Seneng deh melihat anak-anak kecil tampil rapi dan bersih pada hari itu. Banyu sendiri hari itu mengenakan rok terusan kotak-kotak dipadu dengan blazer putih lengkap dengan dasi kupu-kupu kecilnya. Mengenakan sepatu resmi berwarna pink, hari itu ia semangat menggendong randoseru nya jalan kaki ke sekolah. Oh ya, sekolah disini tidak boleh diantar naik motor apalagi mobil, sepeda juga gak boleh karena mereka harus berangkat bersama-sama dari meeting point yang sudah ditentukan.

Karena hari itu adalah upacara penerimaan siswa baru, maka kami orang tuapun diundang untuk menghadirinya. Begitu sampai di gerbang sekolah, kami disambut dengan tulisan besar berbunyi  ”Nyugakushiki” artinya Upacara Penerimaan Murid Baru. Di halaman sekolah ada 2 buah meja tempat kami melakukan registrasi. Setelah selesai melakukan registrasi, kami masuk ke genkan, yaitu pintu masuk dimana berjejer rak-rak sepatu. Ya, memang sekolah disini tidak memperkenankan siapa pun, termasuk anak-anak dan pengunjung untuk memakai sepatu yang dipakai untuk datang dari luar untuk dikenakan di dalam sekolah. Sepatu anak-anak kelas 1 sampai dengan kelas 6 harus dimasukkan ke dalam loker yang sudah bertuliskan masing-masing nama mereka, setelah itu mereka harus berganti sepatu khusus yang disebut "Uwabaki" yang khusus dikenakan di dalam lingkungan sekolah. Uwabaki untuk Banyu sudah ditentukan warnanya. Putih dengan kombinasi kuning untuk kegiatan biasa di dalam sekolah, dan putih dengan kombinasi biru tua untuk kegiatan di gedung olah raga. Uwabaki ini biasanya dibawa pulang setiap hari jumat untuk dicuci dan dibawa kembali pada hari seninnya untuk dipakai selama seminggu.

Banyu dengan uwabaki putih kuning dan pakaian resminya ketika memasuki aula 
Setelah kami berganti alas kaki, kami memasuki kelas Banyu. Banyu segera mencari loker untuk memasukkan randoseru dan segera mencari tempat duduknya. Anak-anak duduk sesuai urutan absen berdasarkan huruf alfabet nama pertama. Banyu duduk nomor 3 dari depan, bersebelahan dengan anak laki-laki bernama Toshio yang tampak menggemaskan, hehehhe... Kami para orang tua berdiri di belakang kelas dan sibuk mengabadikan momen pertama duduk di bangku SD dengan kamera maupun video. Bagi sebagian besar orang Jepang, momen upacara penerimaan murid baru ini adalah salah satu  momen terpenting dalam kehidupan si anak dan event di dalam keluarga itu. Sesibuk apa pun orang tua, pasti akan menyempatkan diri menghadiri dan habis-habisan mendokumentasikan acara ini.  Masuk SD dianggap sebagai salah satu turning point dari anak kecil menjadi seorang anak yang bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan masuk ke dalam lingkungan masyarakat secara nyata. Berbeda dengan di TK, si anak sudah akan bertanggung jawab atas perilakunya di sekolah, memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Tingkah laku si anak akan dinilai sebagai cerminanan bagaimana ia dididik di rumah oleh orang tuanya selama ini. Oleh karena itu, masuk SD menjadi suatu semacam perayaan penting dalam keluarga.

Loker di bagian belakang kelas adalah tempat meletakkan randoseru
Setelah selesai mengantar anak ke dalam kelas, kami para orang tua dipersilakan memasuki gedung olah raga sekaligus aula yang sudah disulap menjadi tempat upacara. Kami duduk disitu, sambil menunggu dengan cemas kapan anak kami akan memasuki aula dan apakah mereka bisa bersikap baik selama acara. Anak-anak kelas 1 masuk ke aula bergandengan tangan setelah pembawa acara memanggil mereka berdasarkan kelasnya, lalu duduk di bagian depan aula. Acara hari itu tidak banyak, singkat padat, tidak bertele-tele dan sudah diatur dengan rapi dan teroganisir dengan baik. Setelah kepala sekolah memberi sambutan (yang ditujukan ke anak-anak baru dan sedikit ke wali murid), wakil murid (kakak kelas) memberi sambutan yang ditujukan kepada adik kelas barunya. Yang mengejutkan saya, kalau di Indonesia kata sambutan sepenting ini biasanya pasti diberikan oleh anak kelas 5 atau 6 karena mereka yang terbesar, di sekolah Banyu yang mewakili para murid adalah anak dari kelas 2 SD. Waaaah hebattt!!! Betapa mereka sudah dilatih untuk percaya diri berbicara di depan ratusan orang dewasa dan anak-anak. Meskipun seandainya sambutan itu dituliskan guru atau orang tuanya, saya rasa untuk berdiri di depan ratusan orang tanpa grogi memerlukan bakat dan kemampuan tersendiri!

Aula tempat upacara
Upacara hari itu diakhiri dengan sesi foto bersama masing-masing kelas dengan wali murid, murid baru, kepala sekolah dan wali kelas. Saat giliran foto pun, semua langsung otomatis antri dan berbaris rapi. Tidak ada dorong-dorongan atau kryukuan tanpa antri untuk naik ke stage tempat kami akan difoto. Lucunya saat kami akan difoto saya dengan salah satu guru berteriak kepada anak-anak kami yang di depan "Ayo tangannya yang rapi, jangan acungkan 2 jari tanda victory" Dan saya tertawa dalam hati membayangkan siapa ya yang ditegur tadi. Setelah foto itu jadi, ternyata oh ternyata yang mengacungkan 2 jari tadi adalah Banyu Sakuntala!! Hahhahaha

Setelah acara di aula selesai, kami kembali ke kelas masing-masing. Disitulah pertama kali secara resmi wali kelas berkenalan dengan murid-muridnya. Nama si anak dipanggil satu persatu lalu mereka bersalaman. Banyu yang tidak biasa dipanggil dengan nama depannya "Ernesta" tenang-tenang saja ketika si ibu guru memanggil namanya, hahhahaha... Saat itu, di meja tulis anak-anak sudah terdapat 7 buah buku pelajaran (yang tentu saja GRATIS) Matematika, Bahasa Jepang, Pendidikan Moral, dan Musik. Buku itu yang akan dipakai selama 1 tahun. Oh ya selain gratis buku pelajaran, tentu saja kami tidak dipungut biaya apapun untuk menyekolahkan anak disini. Tidak ada uang gedung, uang sekolah perbulan, atau uang sumbangan yang lain. Setiap bulan saya hanya dipungut sekitar 4000 yen untuk makan siang anak di sekolah selama satu bulan. Jam pelajaran anak kelas satu adalah dari pukul 8.25 sampai 14.35, jadi setiap hari mereka makan siang di sekolah yang dalam bahasa Jepang disebut "kyushoku." Khusus tentang makan siang di sekolah ini akan saya tulis di lain waktu ya. Anak-anak yang lebih besar, mulai kelas 3 harus belajar sampai jam 15.35 di sekolah.

Diajak kenalan ibu guru masih aja ngelirik kamera Banyu hahahha...
Selain buku pelajaran kami juga diberi Buku Penghubung. Agak berbeda dengan buku penghubung di TK yang pernah saya tulis disini, buku penghubung ini lebih simple dan tidak perlu ditulis setiap hari. Hanya apabila wali murid ingin berkomunikasi dengan wali kelas dan sebaliknya. Buku penghubung itu dimasukkan ke dalam satu dompet plastik besar yang berfungsi sebagai kantongnya. Semua PR anak, edaran atau surat-surat apapun dari sekolah (wali kelas) akan dimasukkan ke dalam kantong itu, dan wali murid harus memeriksanya setiap hari. Cukup praktis menurut saya!

新しい一年生、頑張れ!!
Setelah selesai, kami pun pulang, tak lupa kembali berfoto-foto di depan gerbang bersama teman-teman Banyu dan masing-masing orang tuanya. Teman Banyu dari TK yang sama yang masuk ke SD ini ada 3 orang, Kokona, Rui, dan Yukito. Seperti yang pernah saya tulis disini, SD di Jepang memang dirayonisasi dengan ketat. Anak harus masuk ke SD sesuai dengan tempat tinggalnya (kecuali masuk SD swasta). Hal ini salah satunya untuk mengurangi kemacetan juga, agar tidak ada orang tua yang sibuk mengantar anaknya dari utara ke selatan, barat ke timur dan sebagainya atas nama sekolah favorit. Semua SD (dan juga SMP) sudah tidak mempunyai batasan-batasan seperti "sekolah favorit" atau "memiliki kelas unggulan" dan sebagainya. SD sampai SMP adalah wajib belajar, dan ORANG TUA lah yang wajib menyekolahkan anak. Sehingga tidak ada anak yang tidak bisa sekolah dengan alasan biaya dan sebagainya. Sekolah juga menerapkan standar yang sama, sehingga tidak ada sekolah yang lebih unggul dari yang lainnya. 

Kapan ya, Indonesia bisa sedikit saja meniru hal baik seperti ini.... Mudah-mudahan suatu saat nanti kata Wajib Belajar di Indonesia bukan hanya sekedar slogan tetapi benar-benar bisa membuat anak-anak wajib untuk belajar (sambil bermain tentunya hehehe) tanpa terbebani biaya dan sebagainya. Semoga!

2 comments:

  1. hahaha...Banyu sadar kamera rupanya...lucu ya pake ransel randoseru ya, berat kayaknya tuh....btw disana thn ajaran baru bulan April ya?

    ReplyDelete
  2. Waaah Tik ranselnya itu berat bgt kl dah diisi buku dll. Lha kosong aja hampir sekilo sendiri je. Iya tg ajaran baru mulai bulan april disini Tik sama dengan th anggaran tahunan pemerintah dan institusi2 lain.

    ReplyDelete