Nov 17, 2011

A Friend's Wedding


Tanggal 3 november yang lalu kami sekeluarga diundang ke upacara dan resepsi pernikahan seorang kawan lama saya. Tepatnya, si mempelai wanita adalah adik kelas saya ketika saya menempuh pendidikan s2 sekitar hampir 10 tahun yang lalu. Ketika kami masih kuliah, ia beberapa kali berlibur ke Jogja dan selalu menyempatkan diri untuk mampir ke rumah orang tua saya di Gamelan. Selain itu yang membuat kami lumayan akrab adalah bantuannya yang tak terkira untuk membantu mengedit beberapa bagian thesis saya yang saya kerjakan dengan berdarah-darah waktu itu hehehheee.... Saya masih ingat, bersama satu teman lagi, kami bertiga sering bermalam di apartemennya di dekat kampus, atau tidur di kamar sempit saya di dormitory (bayangkan satu kasur single harus rela untuk tidur 3 orang, bangun pagi rasanya badan udah kayak robot saking kakunya hehehheee...) demi menyelesaikan tulisan saya waktu itu.

Teman ini sebenarnya sudah mencatatkan pernikahannya ke catatan sipil sekitar 2 tahun yang lalu, dan pada awal musim gugur tahun lalu ia melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat menggemaskan. Ayahnya sendiri dalam sambutan di pesta pernikahannya mengucapkan terima kasih yg tak terhingga karena kami mau meluangkan waktu menghadiri pesta pernikahan yang sudah basi. Cukup aneh juga caranya berbasa basi dengan menggunakan istilah tersebut menurut saya. Hehehhee...


Kali ini saya ingin sedikit berbagi, bagaimana sih menghadiri pernikahan di Jepang itu. Apakah sesantai ketika kita menghadiri pernikahan di Indonesia atau malah lebih ribet. Undangan untuk kami sekeluarga sudah datang sejak bulan Agustus, awalnya saya ragu ketika ia meminta saya untuk mengajak anak-anak dan suami, karena disini tidak lazim mengajak anak ke resepsi pernikahan, kecuali sudah dikonfirmasi oleh si pengundang. Kali ini rupanya ada perkecualian, sebab selain karena pasangan ini sudah menikah dan memiliki seorang putri, tampaknya keluarga yang akan hadir pun memang diundang beserta anak-anaknya, sehingga pesta kali ini agak lebih santai daripada pesta-pesta pernikahan yang pernah saya lihat sebelumnya. Hal ini tampak dengan adanya kids corner di pojok ruangan yang berupa karpet dengan beberapa mainan agar anak-anak bisa bermain disitu pada hari H.

Anak-anak di acara pernikahan


Tempat bermain anak di pojok ruang resepsi

Undangan yang saya terima standar seperti undangan di pernikahan di Indonesia, yang isinya tempat dan waktu diadakannya upacara dan resepsi. Undangan itu juga diberi lampiran peta menuju tempat acara lengkap dengan jalur kereta dan stasiun terdekat yang bisa digunakan. Selain itu juga disertai tulisan agar para tamu tidak menggunakan kendaraan pribadi alias kami harus menggunakan transportasi umum. Hal ini dpat dimaklumi karena disini tidak semua tempat menyediakan fasilitas parkir, dan kalaupun ada jumlahnya sangat terbatas, sehingga biasanya tamu-tamu menggunakan kereta atau bisa kota untuk menghadiri acara agar tidak mengganggu lingkungan sekitar bila ada yang parkir sembarangan (meski saya meragukan apa ada orang Jepang yang parkir sembarangan dengan sengaja, karena dendanya besar sekali). Selain peta, undangan juga disertai dengan kartu pos yang sudah diberi prangko. Kartu pos ini fungsinya untuk memberi kepastian atau konfirmasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran kita dalam acara itu. Disitu kita harus melingkari pilihan "hadir" atau "tidak hadir". Bila hadir, kita harus menuliskan nama-nama yang hadir di kolom yang telah disediakan di bawahnya. Kartu pos itu harus dikirimkan sebelum batas waktu yang telah ditentukan yang biasanya sudah tertulis di dalam undangan. Kartu pos ini berguna bagi pengundang untuk menghitung dengan tepat berapa jumlah tamu yang akan datang. Dan ini tentu saja berkaitan dengan jumlah kursi sampai konsumsi yang harus disediakan. Upacara pernikahan dan resepsi di Jepang biasanya rata-rata hanya dihadiri sekitar 50 orang. Dan tempat duduk tamu pun sudah ditentukan sesuai dengan kartu nama yang ada di atas meja. Jadi kita tidak bisa asal datang mengajak teman dan duduk di sembarang tempat karena semuanya sudah dihitung dengan pas, tidak kurang tidak lebih. Dengan demikian fungsi kartu pos tadi sangatlah penting sekali.

Di atas meja terdapat kartu yang bertuliskan
nama tamu disertai kartu menu di belakangnya

Karena harus mengikuti upacara di gereja yang diadakan sebelum resepsi mulai, kami berangkat lebih awal. Bukan, bukaaan... tentu saja kedua mempelai sama sekali bukan penganut agama kristen atau katolik. Tetapi di Jepang sudah biasa upacara pernikahan dilakukan di gereje kristen (karena gereja katolik sangat ketat dalam soal pernikahan sehingga tidak ada upacara pernikahan dilaksanakan di gereja katolik kecuali apabila kedua mempelai MEMANG beragama katolik dan SUDAH mengikuti prosedur pernikahan yang telah ditetapkan), karena orang Jepang suka sekali mencampur budaya dan gaya (hampir semua wanita Jepang bermimpi mengenakan gaun pengantin di gereja karena itu dianggap gaya dan anggun). Sambil menunggu agar kami dipersilakan masuk ke gereja, kami beristirahat di lobby dan disuguhi dengan minuman ringan. Di lobby tersebut juga ada meja penerima tamu, dimana kita harus menulis nama, dan menyerahkan amplop tanda kasih kepada petugas yang ada disana. Suasananya miriplah dengan meja penerima tamu di resepsi pengantin di Indonesia, bedanya adalah para petugas sudah memegang daftar nama tamu, dan mereka akan memberi tanda pada nama tamu yang sudah datang setelah menerima amplop kita. Amplop untuk acara pengantin ini juga bukan amplop biasa melainkan amplop yang sudah ditentukan khusus untuk itu. Biasanya bisa dibeli di supermarket, toko alat tulis, atau bahkan mini market terdekat. Harganya bervariasi mulai dari 100 yen sampai 1000 yen tergantung kemewahan kertas dan hiasannya. Kita harus pandai-pandai memilih jenis amplop sesuai dengan isi uang yang kita masukkan ke dalamnya. Disini standar sumbangan per orang untuk acara pernikahan adalah sekitar 30 ribu yen untuk umum dan 10 ribu yen untuk mahasiswa. Bila yang menyumbang adalah atasan atau saudara biasanya lebih banyak lagi.

Setelah selesai di meja penerima tamu, kami segera diminta masuk ke gereja. Gereja itu adalah gereja kristen tua yang indah di daerah Waseda. Gerejanya tidak besar, dan di altar tampak pipe orgel kuno yang amat besar untuk mengiringi petugas koor yang bernyanyi di balkon. Di pintu masuk, kami dibagikan kertas liturgi dan buku nyanyian. Setelah pendeta memasuki gereja kami segera berdiri untuk menyambut mempelai memasuki altar. Acara mengucap janji setia membuat saya teringat ketika saya dan suami saya berjanji untuk saling setia di depan altar gereja kidul loji. Setelah upacara di gereja selesai, pengantin berjalan keluar dan kami mengikuti di belakangnya. Di pintu gereja petugas yang membawa keranjang bunga memberi kami masing-masing segenggam bunga untuk dilemparkan kepada pengantin dalam acara flower shower. Tentu saja yang paling girang adalah anak-anak hehehhe..... Sampai di luar gereja kami pun berdiri di sisi kiri kanan mulai dari pintu gereja sampai halaman luar untuk menyambut pengantin dan menyiramnya dengan bunga ketika melewati kami.

Gereja tempat upacara pernikahan diadakan

Setelah acara foto bersama selesai kami segera menuju tempat resepsi yang terletak di sebelah gereja. Tempat itu tidak terlalu mewah tetapi sangat nyaman karena berada di dalam taman terbuka dan dikelilingi pepohonan yang cukup rindang untuk ukuran Tokyo. 

bersambung....

E-Money

(Setelah hanya berupa judul sejak awal September 2011, akhirnya hari ini saya sekuat tenaga menyelesaikan tulisan ini sambil mengumpulkan kepingan-kepingan ide yang sudah terserak)

Saya mengamati bahwa beberapa tahun terakhir ini Jepang sangat giat menghimbau, mengajak, mengarahkan (atau apapun istilahnya) warganya untuk mengurangi penggunaan uang tunai menggunakan semacam kartu debit yang biasa disebut e-money dan mulai banyak tempat yang melayani pembayaran dengan e-money. E-money ini banyak variasinya, paling tidak di daerah Kanto atau wilayah Jepang Timur termasuk Tokyo, ada kartu Pasmo dan Suica yang bisa digunakan untuk naik kereta dan bis kota, Edy, Waon, iD, Nanaco card dan masih banyak lagi. Ketika saya bepergian ke daerah Kansai atau wilayah Jepang Barat seperti Osaka, Kyoto, Nara dan sekitarnya saya baru tahu bahwa Pasmo tidak bisa digunakan di sana (kartu Suica bisa). Kebanyakan kereta jalur swasta di Kansai menggunakan kartu Icoca, Pitapa, Toica dan sebagainya. 

Kartu Nanaco dan Pasmo
Tinggal sentuhkan kartu Pasmo atau Suica di pintu masuk stasiun, dan pintu akan terbuka.
Bila jumlah uang di dalam kartu tidak cukup untuk membayar tiket,
lampu di pintu tersebut akan berubah warna menjadi merah.
Kartu suica biasanya banyak digunakan untuk pengguna jalur kereta JR dan kartu Pasmo untuk JR dan jalur swasta lainnya termasuk kereta bawah tanah. Kini kartu Pasmo dan Suica tidak hanya digunakan sebagai pengganti tiket kereta saja tetapi juga bisa digunakan untuk membeli makanan dan minuman di vending machine atau membeli apapun, mulai dari permen sampai koran di warung-warung kiosk yang ada di sekitar stasiun. Selain itu baru-baru ini saya melihat Pasmo dan Suica bisa juga digunakan untuk membayar koin loker yang ada di dalam stasiun yang harga sewanya bervariasi mulai dari 300 sampai 600 yen per hari tergantung besar lokernya. Di supermarket-supermarket besar dan mini market seperti Seven Eleven dan sebagainya kita juga bisa berbelanja menggunakan kartu semacam nanako dan sebagainya. Selain itu Mac D juga menerima pembayaran dengan Edy, iD, dan Waon card. Sangat praktis karena kita tinggal menyentuhkan kartu itu ke alat yang telah disediakan.


Alat pembayaran e-money di restoran McD 

Warung kecil di stasiun yang menerima
pembayaran dengan kartu Pasmo

Kartu Suica (juga Pasmo) bisa dipakai untuk
beli minuman di mesin ini

Bagaimana sih cara menggunakan kartu-kartu yang disebut e-money ini? Tentu saja sebelum menggunakannya, kita harus lebih dahulu mengisi debit kartu itu. Misalnya kartu pasmo atau suica bisa diisi ulang di setiap mesin penjual tiket di stasiun-stasiun dan di tempat-tempat berlogo "bisa isi ulang pasmo/suica." Nanaco dan kartu lain  bisa diisi ulang di supermarket atau mini market yang melayani pembayaran dengan kartu tersebut. Untuk Pasmo, pada saat mengisi ulang akan ada pilihan berapa jumlah uang yang akan kita masukkan ke kartu kita. Pilihannya mulai dari 1000 sampai 10.000 Yen. Selain itu kini banyak juga kartu kredit dari beberapa bank yang menawarkan dual fungsi, kartu kredit sekaligus e-money, seperti Pasmo atau Suica sehingga lebih praktis karena kita tidak perlu membawa banyak kartu sekaligus.

Koin loker di stasiun yang menerima pembayaran dengan kartu Pasmo

Mesin penjual tiket kereta sekaligus berfungsi sebagai
mesin penjual dan isi ulang kartu Pasmo atau Suica
Pasmo atau Suica bisa dibeli di mesin-mesin penjual tiket yang ada di stasiun dengan deposit awal sebesar 500 yen yang akan dikembalikan bila kartu itu sudah tidak kita butuhkan dan kita serahkan kembali ke petugas di stasiun. Kartu-kartu ini terdiri dari 2 jenis, yaitu kartu kosong tanpa identitas, dan kartu yang kita isi identitas, sehingga ketika hilang bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Selain itu kartu Pasmo juga ada yang untuk anak-anak (karena harga tiket anak adalah separuh harga dewasa) dan untuk dewasa. Kartu yang praktis ini juga bisa digunakan sebagai kartu langganan kereta untuk umum dan mahasiswa sehingga memudahkan pengguna alat transportasi umum di sini.




A Sit In On Court

(Setelah hanya berupa draft yang terbengkalai selama seminggu, ide untuk tulisan ini pun sudah terbang entah kemana........)


Kemarin hari senin tanggal 7 November 2011, saya berkesempatan mengikuti persidangan di Pengadilan Tinggi Tokyo. Kunjungan tersebut adalah kunjungan pertama saya ke pengadilan yang terletak di daerah Kasumigaseki, yang merupakan pusat pemerintahan di tengah kota Tokyo. Gedung pengadilan berlantai 13, tampak angkuh dan dingin membuat kami semua merasa gugup memasukinya. Di lobby depan kami disambut pemeriksaan barang bawaan dengan x ray detektor seperti yang ada di bandara. Selain itu, kami juga harus melewati pintu detektor yang sudah tersedia untuk memastikan kami tidak membawa barang-barang berbahaya. Lobby di sana cukup luas, dan ada beberapa kursi yang bisa diduduki sambil menunggu waktu persidangan.

Karena kami datang jauh lebih awal daripada waktu persidangan yang telah ditentukan, tadinya kami bermaksud untuk duduk di lobby, tetapi seorang kolega menyarankan kami untuk langsung naik ke lantai 8 dimana ruang persidangan berada karena ternyata di sana pun disediakan ruang tunggu untuk umum. Begitu sampai di lantai 8 kami disambut pengumuman yang berisi larangan menyalakan ponsel, alat perekam suara maupun video. Kami lalu menuju ruang tunggu dan duduk disana sambil mengobrol dan bertukar gosip (hehehehe.... wanitaaa... sama aja dimana-mana... )

Persidangan akan dimulai pukul 2.30, sehingga 10 menit sebelumnya kami cepat-cepat masuk ke ruang yang telah ditentukan. Sekilas di papan pengumuman yang ada di dekat ruang itu saya melihat ada jadwal persidangan yang memuat masing-masing waktu persidangan, nama terdakwa beserta kasus-kasusnya. Ruang persidangan tidak begitu luas kira-kira cukuplah untuk menampung 30 orang peserta. Ruangan itu super bersih dan teratur meski tetap tampak angkuh (minimal bagi saya). Ketika kami masuk, di ruangan itu sudah ada 2 orang jaksa, 1 orang pengacara, 1 orang penterjemah (karena yang akan disidang adalah WNI yang tidak bisa berbahasa Jepang), dan 1 orang hakim. Ketika waktu menunjukkan tepat pukul 2.30 hakim pemimpin persidangan masuk ke ruangan dan kami dipersilakan berdiri untuk memberi hormat.

Tak lama kemudian, masuklah si mas WNI yang akan menjalani persidangan dengan tangan diborgol dan pinggang dililit tali diiringi 2 orang petugas polisi. Satu orang petugas memegang tali yang terlilit di pinggangnya dan seorang lainnya memegang pundaknya dan menggiring ke tempat duduk yang telah disediakan bagi terdakwa. Agak berbeda dengan tempat duduk terdakwa di ruang sidang di Indonesia, disini terdakwa diperkenankan untuk duduk di kursi yang terletak di hadapan hakim HANYA ketika ia dipanggil untuk menjawab pertanyaan. Selain itu, misalnya ketika Jaksa membacakan dakwaan dan sebagainya, terdakwa duduk diapit kedua polisi yang mengiringinya di sebuah bangku panjang yang ada di sisi lain menghadap ke kedua orang  jaksa di depannya.

Begitu si mas WNI masuk ke ruangan, rasanya saya tak sanggup untuk melihatnya berlama-lama. Terus terang selama ini hidup saya jauh dari kekerasan, dan hanya melihat seseorang diborgol dan ditarik tali yang terlilit di pinggangnya sudah membuat saya jatuh iba seiba-ibanya. Apalagi si mas yang berambut gondrong itu tampak lugu dengan bahasa Indonesia logat Jawa pedalaman yang cukup membuat kami merasa punya solidaritas kedaerahan yang sama. Saya tahu dan sadar sesadar-sadarnya bahwa ia telah melanggar hukum keimigrasian Jepang karena menggunakan paspor palsu untuk memasuki negara ini hampir 7 tahun yang lalu, dan tentu saja setelah visanya yang entah palsu atau asli itu juga habis, ia tetap berada di Jepang secara tidak sah. tetapi bagaimanapun juga saya membayangkan bagaimanakah perasaannya ditangkap di negara orang dengan kemungkinan dibui, pasti berat.

Dari tanya jawab dengan hakim, saya mengerti bahwa si mas yang ternyata lulusan sebuah IKIP ini mendapatkan paspor palsunya dari seorang broker yang menawarinya bekerja di Jepang setelah ia sibuk kesana kemari mencari pekerjaan tetapi tidak ada satupun yang didapatnya. Setelah masuk ke Jepang, ia lalu menetap di daerah Ibaraki dan bekerja di lahan pertanian disana sampai tertangkap sekitar akhir Oktober lalu. Awalnya Jaksa menuntut agar ia dijatuhi hukuman bui selama 2 tahun, tetapi setelah pengacara (yang menurut saya wajah, gaya dan penampilannya lebih mirip mafia daripada pengacara) mengajukan keringanan dengan dalih si terdakwa masih muda dan selama 7 tahun berada di Jepang belum pernah melakukan kejahatan, maka hukuman 2 tahun itu pun berubah menjadi hukuman deportasi dengan hukuman percobaan 2 tahun dan ia dilarang masuk Jepang selama 4 tahun. Bila setelah 4 tahun ia masuk ke Jepang dan tertangkap melakukan kejahatan apapun itu, maka ia akan segera dibui selama 2 tahun.

Setelah persidangan selesai, saat itu juga diadakan serah terima si mas dari pihak kepolisan kepada pihak imigrasi untuk perosedur kepulangannya. Dengan demikian si mas segera terbebas dari borgol dan tali pinggang yang menyerupai rantai anjing piaraan bagi saya. Mudah-mudahan si mas saat ini sudah berada di tengah keluarganya. Saya masih ingat ia menjawab akan berkebun bila pulang nanti ketika hakim bertanya apa rencananya setelah pulang. Si hakim yang tidak mengerti realita tentang Indonesia tampak bingung, mengapa seseorang yang mempunyai ijazah dari IKIP kok mau-maunya berkebun alias bertani dan bukannya mengajar.

Hari itu dalam perjalanan pulang di dalam kereta saya banyak merenung. Si mas tadi hanya fenomena gunung es dan di luar sana masih banyak teman-teman senegara atau bahkan sedaerah yang bergulat dengan hidup melalui ketidaksahannya di negara orang. Ini salah siapa ya....


Pengadilan Tinggi Tokyo
(Wikipedia)

Nov 2, 2011

A Visit to Tokyo Tower

Bersama si Nopopo maskot Tokyo Tower

Tanggal 24 September 2011 yang lalu, sebelum dingin benar-benar tiba di kota kami, kami  memutuskan untuk mengunjungi Tokyo Tower yang berada di pusat kota Tokyo. Meskipun saya sudah beberapa kali ke sana, tetapi anak-anak selama ini hanya mendengar ceritanya dari lagu-lagu yang diajarkan di sekolah sehingga sudah lama ingin kesana. Sedangkan suami saya hanya pernah melewatinya ketika kami berdua berkencan kecil naik skybus (bus tingkat tanpa atap) keliling Tokyo dan Odaiba bulan July yang lalu ketika anak-anak camping di sekolah.

Di atas Sky Bus
Karena suami saya ingin memotret Tokyo Tower yang di light up, maka kami memutuskan pergi kesana pada sore hari supaya bisa menikmati light up-nya. Tokyo Tower yang terletak di Minato Ward ini dibuka pada tahun 1958, memiliki tinggi 333 meter dan berat 4000 ton. Menara ini merupakan menara tertinggi di Tokyo sampai saat ini, tetapi tampaknya sebentar lagi akan tersaingi dengan menara baru yaitu Sky Tree. Sky Tree yang dirancang memiliki ketinggian 634 meter ini akan rampung pembuatannya pada tahun 2012 yang akan datang. 







Sebelum masuk ke dalam menara kami tertarik dengan pemain topeng monyet yang asik ngamen di halaman Tokyo Tower. Seperti biasa si monyet melakukan beberapa atraksi akrobat dan ketrampilan yang mengundang decak kagum anak-anak yang menontonnya. Bedanya dengan topeng monyet Indonesia, monyet yang main akrobat berbadan besar serta tampak bersih dan sehat. Hehehehe....

Topeng monyet ala Jepang

Tiket masuk ke Tokyo Tower bervariasi mulai dari 310 yen untuk anak di atas 4 tahun, 460 yen untuk anak SD, SMP dan 820 yen untuk SMA ke atas, termasuk umum dewasa. Tokyo Tower memiliki 2 menara observasi yaitu yang ada di ketinggian 150 dan 250 meter. Dengan tiket itu kita sudah bisa naik ke menara observasi setinggi 150 meter. Bila ingin naik ke menara observasi 250 meter kita harus membeli tiket khusus seharga 600 yen (dewasa).




Menara observasi yang ada di sini semua dikelilingi oleh kaca bening sehingga kita leluasa melihat pemandangan kota. Selain itu, di beberapa tempat di lantai juga ada look down window, yaitu jendela kaca di lantai yang memungkinkan kita untuk mengintip kaki menara dan pemandangan di bawahnya (sangat tidak direkomendasikan untuk yang memiliki penyakit takut ketinggian hehehhee...).

Ngintip look down window yang kecil, ada juga jendela sejenis
dengan ukuran jauh lebih besar di bagian yang lain

Cone yang berbentuk menara observasi Tokyo Tower
Sambil menunggu gelap tiba, kami duduk di cafe yang ada di sana sambil menikmati pemandangan. Cafe itu tidak begitu besar tetapi bila beruntung dapat tempat duduk yang menghadap ke kaca observasi, tempatnya nyaman sekali untuk menikmati pemandangan malam hari dari atas menara. Berbagai makanan kecil seperti kue-kue basah, hamburger, pudding, jelly dan minuman mulai dari kopi, teh, soft drink sampai bir dan wine dijual disana. Sementara anak-anak asik menikmati soft cream nya, suami saya sibuk memotret pemandangan malam dari atas menara. Kami pernah melihat si salah satu acara di televisi, bila kita berdiri di salah satu sudut tertentu, maka di malam hari jalan bercabang yang ada di bawah menara akan membentuk tiruan Tokyo Tower itu sendiri. Dan ternyata memang begitu, suatu kebetulan yang indah :)
"Tokyo Tower" versi jalan dari atas menara observasi

Pemandangan malam hari


Setelah puas menikmati pemandangan, kami mulai mengitari lantai observasi itu. Ada toko oleh-oleh yang menjual souvenir khas Tokyo Tower dan di dekat situ ada mesin khusus yang menjual gantungan kunci berbentuk medali yang bisa kita grafir sendiri menggunakan mesin itu. Sangat menarik karena kita bisa menulis nama kita atau apapun yang kita mau di gantungan kunci itu, sehingga kesannya orisinil sekali. Selain itu, di lantai yang sama juga ada jinja kecil dimana orang bisa bersembahyang disana. Lucu juga sembahyang di menara yang jadi tempat wisata hehhehee....

Jinja tempat sembahyang di menara observasi

Original key holder

Karena perut sudah lapar, maka kami buru-buru turun menuju food court yang ada di lantai bawah. Pilihan makanannya lumayan banyak, mulai dari junk food seperti Mac D, restoran ramen, pizza, pasta, rice bowl dan sebagainya. Tempat duduknya lumayan banyak dan luas, sehingga kami bisa duduk nyaman dan tidak makan dengan buru-buru di sana. Setelah selesai makan, kami melihat-lihat museum yang ada di lantai tersebut. Disitu ada beberapa museum, salah satunya adalah museum lilin yang memajang patung-patung orang terkenal, termasuk patung para kepala negara dan sebagainya. Selain itu, ada juga gallery pameran, tempat bermain anak-anak, dan akuarium yang berisi sekitar 50 ribu ekor ikan dari seluruh dunia. Waktu saya mengunjungi Tokyo Tower beberapa tahun yang lalu, disini ada trick museum, dimana kita bisa berfoto dengan gambar-gambar atau lukisan 3 dimensi sehingga kita tampak sebagai bagian dari lukisan-lukisan tersebut.

Museum Lilin

Rumah Hantu

Selain itu, di lantai yang sama juga ada 4D Theater, Rumah Hantu, dan berbagai toko oleh-oleh khas Tokyo. Di sudut-sudut ruangan tampak pula para peramal garis tangan dan seniman yang menawarkan jasanya untuk melukis wajah kita, lumayan menarik. Di sisi lain, juga dipamerkan gambar anak-anak SD yang (saat itu) bertema kebakaran, sehingga gambarnya kebanyakan berupa mobil pemadam kebakaran dan sebagainya.

4D Theater

Sudut Peramal Garis Tangan

Seniman Pelukis Wajah


Setelah puas berfoto-foto dengan Tokyo Tower yang indah kami pun pulang karena malam makin larut dan dingin makin menggigit.


2 November 2011

Waaaah lamaaaaa banget gak sempat nulis karena sibuk dikejar deadline tulisan yang akhirnya selesai minggu lalu (meski deadline tulisan lain masih mengejar sampai minggu depan, hiks).
Banyak banget ide dan keinginan untuk nulis sebenarnya jadi malah bingung mau mulai dari mana, hehehe.... Sebenernya waktu memulai lagi blog ini, saya sudah berjanji meski sedikit, harus bisa menulis setiap hari, sekalian untuk pengingat, yaaah semacam diary kecil untuk kami. Tapi apa daya, kadang-kadang kesibukan dan badan yang lelah tidak bisa diajak kompromi.

Hari ini tanggal 2 November adalah hari arwah orang beriman. Tidak hanya hari ini, tetapi setiap hari kita wajib mendoakan arwah orang-orang yang sudah mendahului kita, tetapi khususnya hari ini saya ingin mengenang dan berdoa untuk papa tercinta yang dipanggil Tuhan akhir Januari lalu, dan ibu mertua terbaik yang pernah saya kenal, yang pulang ke rumah bapa April tahun lalu. Keduanya berjanji untuk menanti kami kembali, tetapi tampaknya Tuhan lebih mencintai mereka sehingga lebih cepat memanggil mereka pulang ke rumahNya ketika kami tidak berada di samping mereka.

Sakitnya kehilangan rasanya masih sulit untuk dihapus begitu saja, meski setiap hari kami semakin kuat. Kami percaya mereka masih selalu melihat dan bersama kami, dan yang pasti kenangan tentang mereka masih tinggal di hati kami dan menguatkan kami setiap hari.

Hari ini saya membaca tulisan Romo Petrus Mujiono SCJ tentang kematian dan arwah dari sisi agama  katolik yang isinya sangat mirip dengan penghiburan yang diberikan seorang sahabat dari perspektif cerita wayang.

Berikut sedikit kutipan dari tulisan itu:

"Hari ini kita memperingati arwah semua orang beriman. Kita kenang mereka karena mereka pernah menjadi bagian dalam hidup atau berjasa bagi kita. Kita kenangkan mereka untuk kita doakan dengan cinta. Kita hadirkan mereka agar hidupnya abadi di surga dan kebaikan serta kebajikannya hidup terus di hati kita, dan dosa-dosa selama hidupnya diampuni Allah.

Bantuan yang kita berikan untuk keselamatan kekal bagi yang telah meninggal adalah dengan berbuat silih. Silih itu bisa dengan mendoakan mereka, bisa pula dengan berbuat amal kasih bagi orang-orang yang membutuhkan amalan dan kasih kita demi mereka yang telah meninggal; agar mereka beristirahat dalam damai. (RIP: Requescat In Pace)."

Mudah-mudahan doa kami, doa saya setiap hari dan khususnya hari ini, sedikit menghapus dosa-dosa orang yang kami cintai dan mengiringi mereka dalam perjalanan ke kehidupan kekal di rumah Bapa.

Sagamihara, 2 Nov 2011
10.23 AM