May 28, 2013

Kencan Kecil Dengan Banyu





Hari senin tanggal 27 Mei yang lalu, Banyu libur. Libur ini adalah libur pengganti hari sabtu lalu yang dipakai untuk perlombaan olahraga antar kelas di sekolahnya. Karena kebetulan hari itu saya juga tidak ada kegiatan, setelah menyelesaikan segala pekerjaan rumah, kami bersepeda menuju stasiun terdekat dari rumah kami. Tujuannya kemana lagi kalau bukan ke toko es krim langganan kami. Sudah lama Banyu minta ditraktir makan es krim di sana. Maka semangatlah kami mengayuh sepeda kami masing-masing menuju ke toko itu. 

Saya sengaja tidak mengajak Wisang supaya bisa ngobrol berdua saja dengan anak perempuan saya ini, hehehhe... Saya sudah sering pergi ke toko es krim ini, baik sendiri maupun bersama anak-anak, tetapi baru kali ini saya memperhatikan interior bagian dalamnya yang baru saja direnovasi. Menurut saya ruang dalam toko ini sangat ramah bagi orang tua yang mengajak anak-anak.

Anak-anak bisa membaca atau bermain di sini
Selain kursi dan meja kecil biasa, di situ juga disediakan meja dengan pojok yang dipenuhi buku cerita dan mainan-mainan sederhana seperti blok, puzzle dan lain-lain. Selain itu di atas meja juga terdapat televisi layar datar berukuran besar yang selalu menayangkan film-film disney yang membuat orang betah berlama-lama duduk di sana. Sehingga meskipun kami sudah selesai makan, Banyu masih asyik membaca buku dan saya pun bisa membaca buku yang sengaja saya bawa dari rumah.

Oh ya, ngomong-ngomong Banyu ke sana naik sepeda barunya lho, hehehhe....

Sepedaku baru lhoo....

SD di Jepang: Menyambut Murid Baru

Tahun ajaran baru di Jepang dimulai pada bulan April setiap tahun. Pada bulan April itu karyawan/wati baru dan siswa baru serentak masuk ke lingkungan baru mereka masing-masing. Di dalam kereta saya sering sekali menjumpai karyawan baru menuju ke tempat kerjanya. Relatif tidak sulit membedakan mana karyawan baru dan mana yang lama. Di sini seperti ada aturan tidak tertulis bahwa karyawan baru mengenakan setelan jas/blazer hitam yang tampak baru dengan kemeja putih di dalamnya. Bukan hanya pakaian saja, bahkan sampai tas dan sepatu pun berbentuk sama. Gaya busana seperti ini sudah mulai dipakai sejak mereka masih dalam proses mencari pekerjaan yang biasa dilakukan beberapa bulan sebelumnya.

Para siswa/i baru pun pada bulan April tampil tidak kalah "baru" daripada para karyawan tersebut. Yang paling menyolok adalah ransel-ransel mengkilat seperti ini yang tentu saja masih bau toko hehehehe.... Setelah upacara penerimaan siswa baru selesai, mulai minggu berikutnya, para murid baru mulai belajar seperti biasa. Para murid kelas satu ini masing-masing mempunyai partner yang sudah ditunjuk oleh wali kelas mereka. Partner yang merupakan murid kelas 6 ini bertugas membantu agar para murid baru itu lekas terbiasa dengan kehidupan di SD. Waktu Banyu duduk di kelas 1 dulu, dia sering bercerita bahwa setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, partner kelas 6 nya selalu datang ke kelas, untuk sekedar mengajak ngobrol, melipat origami, ataupun menyanyi bersama. Selain itu, pada saat istirahat pergantian jam pelajaran, partnernya juga selalu datang untuk kembali mengajak bermain. Kadang-kadang Banyu menerima surat yang ditulis oleh partnernya itu, di hari natal, hari anak perempuan atau hari-hari perayaan lain, si partner juga selalu mengirim kartu buatan sendiri bertuliskan kata-kata yang kadang-kadang membuat saya terharu. Hal itu berlangsung terus selama 1 tahun, dan tentu saja selama itu pula Banyu juga selalu menulis surat dan membuat kartu untuk partnernya tersebut.


Beberapa kartu dari murid kelas 2 dan kelas 6 yang diterima Banyu tahun lalu

Selain partner dari kelas 6, para murid baru juga memiliki partner dari kelas 2 yang bertugas memperkenalkan lingkungan sekolah dan sebagainya. Partner dari kelas 2 ini pun sering datang untuk bermain bersama dan mengirim berbagai kartu buatannya sendiri untuk Banyu. Waktu Banyu naik ke kelas 2, ia pun memiliki partner dari kelas 1 yang sudah ditetapkan oleh wali kelasnya. Suatu hari di minggu ketiga bulan April, tepatnya pada tanggal 19, ia dan semua teman-temannya yang duduk di kelas 2 bertugas memperkenalkan lingkungan sekolah kepada masing-masing partner mereka dari kelas satu. Selain sudah menunjuk dan menentukan setiap pasangan mereka, wali kelas juga menetapkan rute yang harus dilewati. Bahkan saya dengar mereka sudah berlatih, semacam gladi resik (tanpa anak kelas 1) untuk acara hari itu.


Kertas panduan bagi anak kelas 2 yang berisi nama mereka,
nama partner kelas 1 dan rute yang harus dilewati

Ketika hari yang ditetapkan tiba, para murid kelas 2 datang ke ruang kelas 1, mengucapkan salam ke wali kelas 1 lalu menjemput partner kelas 1 nya. Setelah itu mereka berdua berjalan keluar menuju tempat yang sudah ditetapkan seperti ruang UKS, ruang komputer, ruang kepala sekolah, ruang dapur, perpustakaan dan sebagainya. Sambil berjalan bergandengan tangan ke sana, murid kelas 2 menjelaskan tempat apa yang mereka kunjungi dengan suara rendah agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas lain.

Selain untuk membantu agar murid baru cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberi tanggung jawab kepada murid yang lebih besar kepada murid yang lebih kecil. Para murid yang baru saja naik kelas dua diberi kesadaran bahwa kini mereka sudah jadi kakak-kakak yang bertanggung jawab terhadap adik-adik di kelas 1. Sedangkan murid kelas 6 semakin menyadari bahwa sebagai murid di kelas yang paling tinggi, mereka bertanggung jawab melindungi dan membuat adik-adik kelasnya nyaman dan secepat mungkin beradaptasi dengan lingkungan baru.

Suatu program dari murid untuk murid itu sendiri!






May 23, 2013

Ikan Mas dari Ryogo






Wisanggeni (dan saya) punya hobi baru. Kami sekarang punya dua ekor ikan mas yang kami letakkan di atas rak persis di depan pintu masuk rumah kami. Minggu lalu ketika saya dan Wisang mampir ke rumah K san, ibunya tiba-tiba menawari Wisang apa mau memelihara dua ekor ikan mas. Putra tertua ibu K yaitu Ryogo yang sekarang sudah duduk di SD kelas satu memang dulu akrab sekali dengan Wisang ketika masih sama-sama di TK penitipan. 

Tadinya saya ragu-ragu karena kami sudah beberapa kali memelihara ikan mas setiap musim panas tetapi selalu mati. Setiap musim panas di mana-mana selalu diadakan festival tari Bon (Bon Odori), tidak terkecuali di daerah dekat kami tinggal. Festival ini biasanya diadakan di taman, lapangan atau halaman jinja. Selain mengadakan tari-tarian, biasanya di festival itu banyak orang jualan, mulai dari mi goreng, sate ayam sampai mainan anak-anak. Salah satu stand favorite anak-anak adalah stand kingyo sukui (menyendok ikan mas). Dengan membayar 200 yen anak-anak bisa menyendok ikan mas sebanyak-banyaknya menggunakan semacam jaring yang diberikan oleh penjaga stand. Yang menarik adalah jaring ini bukan jaring biasa, tetapi terbuat dari kertas sehingga gampang robek di dalam air kalau tidak pintar-pintar menggunakannya. Kalau sudah robek artinya permainan sudah selesai, kalau menginginkan jaring yang baru harus membayar 200 yen lagi. Anak yang pintar bisa dapat sampai 10 ekor ikan mas tanpa merobekkan jaring. 

Kingyo Sukui
Lihat jaring kami sudah robek! Hahhahaa


Jadi setiap musim panas kami selalu menenteng beberapa ekor ikan untuk dipelihara di rumah. Biasanya ikan itu akan mati dalam 2 atau 3 hari, mungkin karena kami tidak serius memelihara ikan itu, jadi kali ini pun saya pesimis ketika ibu K menawarkan ikannya untuk kami bawa. Tetapi Wisang tampaknya ingin sekali menerima ikan itu, jadi saya menerimanya disertai sedikit makanan ikan untuk dibawa pulang. Ibu K berpesan agar  ketika mengganti airnya, jangan langsung menggunakan air ledeng tetapi menggunakan air ledeng yang minimal sudah didiamkan semalam atau lebih.

Tentengan berisi ikan mas dari festival musim panas

Karena tidak yakin ikan itu akan hidup lama, awalnya saya hanya memindah ikan itu ke dalam ember dan saya taruh di luar rumah kami. Setiap hari saya dan Wisang mengganti air dan memberi makan ikan itu. Hampir dua minggu berlalu, mereka tidak mati bahkan semakin besar. Waaaah senangnya Wisang! Karena kasihan, saya lalu mengusulkan kepada Wisang untuk memindah ikan itu ke dalam kotak untuk memelihara serangga yang biasa dipakai untuk memelihara berbagai macam serangga kesukaan Wisang. Kami lalu memindahkan ikan-ikan itu dan memasukkan berbagai macam kelereng supaya rumah baru ikan itu tampak sedikit ramai. Tampaknya ikan-ikan itu pun senang berada di rumah barunya. Setiap hari saya lihat mereka berenang ke sana kemari dengan lincahnya. 

Tadi pagi saya bertemu dengan ibu K ketika mengantar Wisang. "Bagaimana ikannya? Sudah mati semua?" Hahhahaa saya tertawa mendengar pertanyaannya. Ketika ia mendengar bahwa dua ekor ikan yang kami terima waktu itu masih lincah-lincah saja, dengan herannya ia lalu menambahkan "Dari 10 ikan yang kami tangkap di sungai waktu itu, sekarang hanya tinggal satu ekor yang hidup, jadi saya kira ikannya Wisang juga sudah mati!" Hahahhaa.... 

Wisang dan saya sekarang punya kegiatan baru, setiap pagi kami mengganti air dan memberi makan ikan-ikan itu. Kadang-kadang Wisang mengajak bicara ikan-ikan itu kalau mau pergi "Sudah ya ikan Wisang pergi dulu." Hahahah.... 

Tadi pagi kami sibuk mencari dua nama buat ikan-ikan itu, apa ya nama yang lucu.....

Wisanggeni potong rambut


Wisang waktu dipotong rambutnya

Pertengahan bulan April lalu sampai sekitar awal bulan Mei, kami pulang ke Jogja. Sebelum berangkat saya sudah berjanji kepada Wisang untuk memotong rambutnya di Jogja. Rambut Wisang memang sudah sekitar satu setengah tahun tidak pernah saya potong, sehingga memanjang sampai ke pundaknya aka gondrong. Saya suka sekali melihat Wisang gondrong, tidak ada alasan khusus sih, cuma lucu aja hehehhe... Kebetulan di sini tidak ada peraturan anak laki-laki harus berambut pendek, jadi ini kali kedua saya sengaja memanjangkan rambut Wisang. Sayangnya karena Wisang berwajah mungil, setiap dia gondrong hampir semua orang yang yang tidak mengenalnya, seperti mbak-mbak penjaga toko, atau mas-mas petugas taman hiburan selalu menyapa dia dengan panggilan "mbak" karena mengira Wisang seorang anak perempuan. Awalnya dia cuek, lama-lama dia risih juga tampaknya dengan panggilan itu. Dia selalu bilang kepada lawan bicara yang memanggilnya "mbak" itu dengan kalimat "Ore wa otoko dayo!" yang artinya "Aku ini laki-laki lho" dan terperangahlah si lawan bicara mendapati Wisang ternyata bukan anak perempuan seperti yang mereka sangka. Hal ini berlaku di Jepang maupun di Indonesia. Meskipun dia sudah memakai pakaian laki-laki, kaos ultraman dan sebagainya, tidak jarang mereka tetap mengira Wisang anak perempuan. 

Banyu, Wisanggeni, Papa Prima sebelum potong rambut

Akhirnya mungkin karena sebal, lama-lama dia minta potong rambut dan saya janjikan nanti kita akan potong rambut di Jogja ya. Beberapa hari sebelum kembali ke Tokyo, kami mengajak Wisang ke pangkas rambut yang ada di sekitar jalan Gunung Ketur. Karena penuh, kami harus menunggu sebentar, ketika tiba gilirannya, mas-mas kapster bertanya kepada saya "Siapa yang mau potong bu?" Ketika saya menunjuk Wisang yang duduk di sebelah saya, dengan wajah terkejut dia berkata "Haaa, perempuan???" Mungkin dia heran kenapa anak perempuan bukannya diajak potong ke salon tapi ke pangkas rambut khusus laki-laki. Saya bilang "Bukan mas, ini anak laki-laki kok," dan meledaklah tawa kami semua.


Keliatan bandelnya sekarang!

Wisang tampaknya sangat excited dipotong rambutnya, saya perhatikan ia lama-lama melihat kaca, memandangi perubahan wajahnya dari berambut gondrong berubah ke rambut cepak. Ketika sudah selesai dia tampak sedikit heran memandangi anak laki-laki yang ada di depan kaca, karena wajah manisnya berubah menjadi wajah seorang anak laki-laki yang (tampaknya) bandeeeeel, hehehehe... Sayalah yang paling sedih, karena saya suka sekali Wisang dengan rambut gondrongnya. Tapi gak apa-apa deh, kapan-kapan kita gondrongin lagi ya Wis!!

Sekolah di Jepang: Pak Bon

Kemarin waktu saya menjemput Wisanggeni ke sekolahnya, saya melihat para bapak ibu guru bercelemek sedang menyikat kamar mandi, menyedot ruang kelas dengan vacuum cleaner, menyapu halaman dan sebagainya. Sebetulnya ini pemandangan yang sudah sering saya lihat tapi entah mengapa pemandangan kemarin tiba-tiba mengingatkan saya pada para penjaga sekolah alias Pak Bon di sekolah-sekolah Indonesia. Di sekolah Indonesia biasanya tugas bersih-bersih yang menyeluruh dilakukan oleh penjaga sekolah, pak bon, staf cleaning service atau apapun namanya. Anak-anak mungkin dilibatkan untuk menjaga kebersihan sekolah dengan menyapu kelas setiap hari, tetapi tugas menyapu halaman, mengepel semua ruangan termasuk ruang olah raga pasti tidak dilakukan oleh guru-guru.

Karena kesibukan saya banyak yang dimulai siang sampai malam hari, saya jarang menjemput anak-anak. Tugas menjemput biasanya dilakukan suami saya, sebaliknya saya yg bertugas mengantar setiap pagi. Tetapi karena kemarin adalah jadwal kunjungan rutin guru ke rumah kami, saya sengaja meliburkan diri karena Wisang harus dijemput pukul 3 sore (biasanya Wisang dijemput suami saya pukul setengah enam sore). Kunjungan rutin ini biasanya dilakukan oleh dua orang wali kelas setahun sekali pada bulan Mei. Rupanya pukul 3 sore adalah waktu para guru menyapu dan mengepel ruang kelas, membersihkan toilet dan lain-lain.

Begitu saya tiba di pintu depan sekolah Wisang pukul 3 lewat sedikit, Wisang muncul dari dalam sambil  menggotong kursinya ke arah ruang makan. Rupanya mereka sedang bersiap-siap makan snack sore, dan Wisang bertanya kepada saya apakah dia boleh makan snack dulu baru pulang atau tidak. Karena saya pikir masih banyak waktu sebab kunjungan guru dijadwalkan pada pukul setengah lima sore, maka saya mengizinkan dia untuk makan snacknya sebelum pulang. Sambil menunggu Wisang saya pergi ke kelasnya dan langsung menuju lokernya untuk mengambil tas Wisang. Di situ saya seorang wali kelasnya yaitu Ibu Y menyapa saya dengan wajah sumringah "Selamat sore ibu, pasti capek ya sudah beraktivitas seharian." Ibu Y mengenakan celemek dan sibuk menyedot seluruh ruangan menggunakan vacuum cleaner. Ada juga guru lain di situ yang tentu saja dengan ramahnya menyapa saya, guru itu pun sedang memegang sulak membersihkan alat-alat di ruangan itu. Setelah basa basi sebentar saya menuju ke loker Wisang. Keluar dari kelas saya berpapasan dengan wali kelas lain yaitu Bapak K yang sibuk memegang sikat panjang dengan celana dan lengan baju tergulung ke atas. Rupanya Bapak K sedang menyikat toilet anak-anak.

Di lain hari, pada pukul 6 sore saya juga sering melihat para guru menyapu halaman dengan sapu lidi, mengepel dan menyiram jalan di depan sekolah supaya tidak berdebu. Pada musim dingin ketika salju turun dengan lebatnya, bapak ibu guru, bahkan kepala sekolah pun turun ke jalan membersihkan salju yang menutupi jalan dengan sekop atau menyiramnya dengan air panas yang direbus di dapur sekolah. Semua mereka lakukan sendiri. Tidak ada penjaga sekolah, pak bon, apalagi staf cleaning service yang harus membersihkan sekolah setelah jam pelajaran usai. Anak-anak tentu saja juga dilibatkan dalam kegiatan menjaga kebersihan sekolah, tetapi pada dasarnya tugas bersih-bersih yang utama dilakukan bergiliran oleh para staf pengajar sekolah itu sendiri.

Hal ini juga berlaku sama di sekolah dasar. SD T dimana anak saya duduk di kelas dua ini tidak memiliki penjaga sekolah maupun staf bersih-bersih. Setiap hari anak-anak secara bergiliran bertugas menyapu, mengepel dan membersihkan ruang kelas bahkan toilet. Menyapu halaman dan jalan depan sekolah adalah tugas para guru. Setiap pagi, para guru bercelemek menyapu halaman sekolah, selain itu beberapa orang guru yang bertugas setiap pagi berdiri di gerbang sekolah untuk menyambut anak-anak yang datang berjalan kaki berombongan. Para guru dengan semangat mengucapkan "Selamat pagi!" dan para murid tentu saja dengan lebih semangat menjawab salam tersebut. 

Bila tidak ada acara khusus di sekolah, para guru TK maupun SD biasanya kebanyakan berbaju olah  raga atau minimal mengenakan pakaian yang mudah digunakan untuk bergerak. Guru-guru TK biasanya bercelemek di atas celana pendek dan kaosnya. Mereka selalu mengutamakan kemudahan bergerak daripada penampilan. Apabila ada acara khusus yang melibatkan orang tua murid atau acara tertentu barulah mereka mengenakan blazer atau jas. Jadi jangan membayangkan para guru itu menyapu menggunakan setelan safari apalagi jas lengkap berdasi!

Memang tidak bisa dipungkiri membayar staf khusus hanya untuk bersih-bersih memerlukan banyak biaya di sini, tetapi menjadi guru memang harus digugu dan ditiru, kalau murid melihat gurunya turun tangan sendiri untuk bersih-bersih sekolah, pastilah murid itu juga akan malu kalau tidak serius ikut berpartisipasi menjaga kebersihan sekolah.